Selasa, 13 Juli 2010

Jamaah Cebol Beringus

Malam itu aku telat ke mesjid. Aku datang ke mesjid ketika Imam shalat sedang membaca surah Al Fatihah pada rakaat pertama Shalat Isya. Masbuk istilah Syar’i-nya, dan itu tak baik, kawan. Jangan coba-coba kau jadikan rujukan perangai seperti itu.
Aku agak tergopoh memasuki Mesjid yang terletak di pinggiran jalan utama arah ke terminal baru di kota banda Aceh. Setelah berwudhu aku langsung menuju ke shaf terdepan yang memang biasanya tidak penuh itu. Biasalah, kalo jam-jam malam begini umumnya bujang2 yang masih perjaka dan yang telah hilang keperjakaannya lebih memilih duduk di warung kopi, atau ikot bergabung dengan istri2nya nonton sinetron.

Nah, ketika aku menuju ke shaf pertama yang kebanyakan dihuni oleh perjaka2 ber-uban ini aku sempat memperhatikan jamaah pada shaf ke-dua. Shaf kedua ini dihuni oleh perjaka2 cebol dan beringus yang masih hobi ngompol ditempat tidurnya. Mereka dengan yakin dikategorikan sebagai manusia yang belum balig menurut ukuran agama alias masih anak-anak.

Gerombolan anak2 ini rame-rame kompak shalat jamaah karena semuanya merupakan teman sepermainan. Jadi, kalo satu orang berhasil dipaksa oleh Ayahnya shalat ke mesjid maka otomatis semua ikot shalat. Mudah.

Aku tersenyum2 melihat cara mereka shalat. Belum lagi melihat peci yang dipakai mereng-mereng sekehendak hatinya. Bahkan ada yang sampai menutup sebelah matanya karena ia memakai peci haji Ayahandanya.

Lihatlah pula bagaimana manuver mereka dalam gerakan shalat. Dengan tetap berada pada shaf mereka melakukan gerakan2 tambahan yang seharusnya total membatalkan shalat yg sedang mereka kerjakan. Dalam Shalat itu mereka melakukan gerakan saling dorong, sehingga membuat kawan2nya berjatuhan kesana kemari. Setelah jatuh mereka berdiri dan merapikan shaf lagi, lalu membalas dorongan ke arah yg berlawanan. Lalu cekikikan seolah-olah tak ada yang salah dengan shalatnya. Edan.

Terkadang mereka tenang dengan muka dan gerakan yang adem sok2 khusyuk. Tapi tiba-tiba ada saja setan cebol itu yang memulai. Lahirlah tangan-tangan mungil yang hobi mendorong kepala kawan2nya yg lain. Dan tentu saja yang kepalanya jadi korban membalas bertubi-tubi tak mau kalah. Itu terus terjadi, balas berbalas hingga beribu-ribu jurus. Mereka tertawa-riang tanpa beban karena tahu para jamaah didepan yang terdiri dari bapak2 mereka sendiri tak bisa menegur ketika dalam keadaan shalat. Ah, makin edan.

Yang aneh, setiap kali Imam selesai membaca surah Al Fatihah mereka kompak berbaris dan meluruskan shaf. Setelah meluruskan shaf mereka langsung mngucapkan kata “amiin” dengan raungan yang menjadi-jadi tanpa ampun. Merekapun memanjangkan dengung “amiin”nya dengan mengayun-ayunkan sekehendak jidatnya, sehingga Imam harus menunggu lengkingan “amiin” mereka selesai, agar bisa membaca surah lain. Sepertinya Imam kesal tapi tak bisa berbuat apa-apa.

Seolah dengan lengkingan “amiin” yang panjang berliku-liku itu mereka ingin menunjukkan pada orang2 tua di shaf depan bahwa mereka fokus dan fasih dalam shalat. Mereka ingin terlihat khusyuk dan mendengar setiap bacaan Imam. Entah bocah-bocah cebol ini sadar bahwa suara tawa dan saling dorong yang mereka lakukan sebelumnya sangat jelas terdengar dan tak bisa ditutupi oleh raungan “amiin” dusta mereka. Sungguh tiada berguna sandiwara yang mereka buat. *Haha parah.*

Setelah sesi “amiin” selesai mereka kembali ke alam mereka yang biadab. Saling dorong-mendorong dan tarik-tarik sarung. Tak ambil pusing dengan Imam dan jamaah orang tua di depannya. Aku malah sempat berprasangka jangan-jangan mereka sadar, bahwa mereka belum balig sehingga kejahatan mereka didalam shalat tidak dianggap oleh Malaikat. Dan mereka memanfaatkan situasi itu. Entahlah.

Biadabnya mereka lagi adalah ketika Shalat sudah pada posisi duduk Tasyahud Akhir. Lagi2 mereka kompak menyusun dan duduk dalam shaf yang lurus, meskipun posisi mereka dalam shaf telah berubah-ubah. Yang penting duduk rapi, posisi tak lagi jadi masalah. Dalam posisi akhir shalat itu mereka semua diam tanpa gerak sdikitpun dgn mata tunduk kebawah mengarah ke tempat sujud. Ecek-eceknya khusyuk. Lagi-lagi mereka berdusta. Ampun.

Setelah salam. Orang tua di shaf depan dan Imam segera menatap mereka satu persatu. Menyelidik. Tapi anak-anak cebol itu sok2 tenang seolah tak pernah berbuat nista sebelumnya. Bahkan kalo ditanya Imam siapa pelaku keributan tadi, mereka malah saling tuduh sehingga Imam dan orang tua menjadi pening sendiri. Akhir kata, mereka pun selamat dengan kedustaan akting yang mempesona dan kurang ajar.

Aku betul2 menikmatinya dengan tawa yang tertahan ketika memandang muka cebol nan culun mereka. Entahlah, muka sok2 culun itupun aku pikir cuma akting tingkat tinggi untuk mengundang iba orang lain. Haha, akupun berdoa, semoga nanti Allah membaikkan agama dan hidupnya, sehingga menjadi pembela-pembela agama Allah yang terbaik dan yang paling baik. Wallahu’alam


Affif Herman,
Luengbata, 13 Juli 2010.

2 komentar:

  1. syaikh...ada yang mengganjal pikiranku ketika membaca postingan ini...jikalau engkau mengamati dengan takzim semua perilaku pria belum baligh itu sampai selesai...daku bisa menyimpulkan jikalau :
    a. engkau tidak ikot shalat jamaah karena keasyikan memantau
    b. engkau tidak khusyuk shalat berjamaah lantaran memperhatikan anak-anak itu
    c. engkau tidak khusyuk shalat berjamaah karena engkau masih bujang
    d. engkau bujang karena memperhatikan anak-anak itu
    e. semua benar

    yang mana yang benar syaikh???

    BalasHapus
  2. hahahahaha,....jwaban yg betol adalah C dan D,.


    hancoor dah,..=))

    BalasHapus