Senin, 18 Juni 2012

Kader MLM yang wow!


Santai lah, tenang...tenang, saya tidak berniat membahas masalah MLM secara serius kali ini (emang pernah serius? Hehe). Saya bukan hendak membacot perihal perasaan saya sama bisnis itu. Tapi ini saya ada sedikit cerita perihal kadernya yang pada umumnya militan abis itu. Yah, kayaknya bagus saja untuk diceritain. 

Ceritanya saya bermula begini. Konon, seperti biasanya, sekitar jam 7-an pagi di kota Meulaboh, waktu dimana kamu tidak akan lagi melihat bintang dan rembulan show di langit. Waktu dimana para manusia mulai sibuk memulai aktifitas-aktifitasnya yang bagus dan penting. Waktu yang semuanya sibuk menikmati segarnya pagi di Bumi yang Allah bikin ini. Kecuali bagi para pemalas, tukang ronda semalam, para satpam shif jaga malam juga, serta para mahasiswa fakultas teknik yang sudah fitrahnya rajin begadang, yang mereka tentu saja di pagi begini masih setia sama kasur dan bantal di apartemennya (baca: kos-an) masing-masing. Nah, di waktu pagi yang begitu-lah saya melihat kejadian ini. Sehingga apa? Sehingga ya jadinya saya bisa nyeritain kemari...hehe.

Saya ini orangnya mudah, saya percaya semua yang terjadi di alam semesta ini adalah takdir yang hanya Allah saja-lah yang mengatur dan mengetahui. Maka menjadi wajar dong kalau saya bilang bahwa kejadian ini adalah memang sudah menjadi bagian dari takdir, bukan kebetulan belaka. Bahwa Allah menakdirkan saya di pagi itu untuk bertemu dan melihat langsung kejadian ini. Makanya saya gak kaget.

Setiap pagi boleh jadi “ini” adalah rutinitas saya ketika si-pagi datang. “Ini” itu maknanya adalah suatu pekerjaan yang dengannya saya selalu berusaha untuk konsisten padanya. Yakni selalu konsisten menjadi peminum. Tentu saja menjadi peminum kopi maksud saya itu, jangan sangka buruk dulu kamu. Minum-minum di pagi hari begini memang sangat lazim kita nonton di Aceh. Barangkali ini yang dibilang sebagai budaya, ya. Tapi terserahlah, asal saja yang namanya budaya ini gak ngalahin yang namanya agama, ya.  Iya.

Nah, pagi itu didekat tempat saya duduk sudah ada di disitu dua orang. Dari pakaian yang mereka pakai, saya alhamdulillah yakin mereka adalah abdi negara yang selalu diberi duit tiap bulan oleh negara. Disitu saya lihat seorang dari mereka sedang asyik sekali bercerita. Awalnya saya gak ‘ngeh’ mereka lagi ngobrolin apaan, dan juga saya tidak punya alasan yang indah untuk peduli sama urusan mereka. Tapi setelah sedikit agak lama saya baru ‘konek’. Ahaa! Rupa-rupanya setelah saya perhatikan, salah seorang dari dua orang itu adalah dia yang rupanya sedang berapi-api mamerin suatu barang. Yang saya liat, barang itu seperti sejenis gelang, yang sering saya dengar-dengar kabar burung rajawalinya memiliki banyak ‘kesaktian’ ini itu jika memakainya. Gelang yang konon bisa mengobati ragam penyakit, bisa membikin tidur nyenyak, bisa melancarkan aliran darah, bisa menghilangkan racun rokok dan lain-lain tentu saja. Woow! Amajiiing! 

Saya cukup mengenal produk sejenis gelang itu, itu produk suatu MLM yang memang sempat populer. Tentu saja harga yang dibandrol ke gelang sakti tersebut adalah terlarang jika disebut ‘murah’. Tapi tenang, meski harganya tergolong ‘mewah’ namun fakta di lapangan tetap saja membuktikan bahwa banyak ‘klien’ yang berminat sama barang begituan. Gak usah kuatir gak laku.

Disitu teman ngobrolnya saya liat cuma manggut-manggut macam ayam yang lagi matuk-matuk beras, agak terlihat takzim penuh khidmat mendengarkan bacotan si kader MLM itu. Ini memang biasa terjadi, bahwa para kader MLM itu lebih banyak dan suka menguasai pembicaraan, atau mungkin malah terkesan ngotot  ‘menceramahi’ dengan sok tau seolah-olah dia adalah juru selamat yang diutus Tuhan untuk kaum manusia. Tapi ini tidak semua kader MLM begitu, ya, toh beberapa orang yang saya kenal malah memiliki etika berkomunikasi yang baik dan menawan. Mereka masih menghargai pandangan orang lain dan gak ngotot memaksa pikirannya, khususnya tentang definisi sukses. Ah, barangkali yang begitu itu yang namanya kader MLM moderat, ya? Hehe, kayaknya iya.

Namun, jujur saja, saya pagi itu jadinya terkesima juga sama kader MLM itu. Terkagum gitu ngeliat semangat si-kader ngejelasin tanpa putus asa tentang produk tersebut, meski tanpa respon yang berarti dari lawan bicaranya kecuali cuma manggut-manggut. Terpesona juga saya, ngeliat gimana dia yang berstatus sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) berusaha meluangkan waktunya di pagi-pagi buta/pagi-pagi bisu/pagi-pagi tuli sebelum masuk kantor untuk mencari klien atau istilah lainnya ‘downline’ dan mempresentasikan kesaktian produknya. Untuk semangatnya itu saya harus memberinya jempol, sangat maen dia. Entahlah apa semangat begitu lahir karena efek dari impiannya yang besar terhadap duit atau karena yang lain, itu tentu bukan urusan saya.  Yang saya pikirin, kan sebenarnya bisa saja dia santai dan nyaman dengan status PNS yang disandangnya, namun itu tidak dilakukannya. Amajing dah! 

Nah, terlepas dari suka, fanatik atau tidaknya saya atau kamu atau dia atau kalian atau Pak SBY sama bisnis MLM. Saya ya cuma mau nyeritain semangat yang sedang dipertontonkan si-kader MLM itu tadi. Mungkin saja banyak semangat lain yang luar biasa yang mereka pertontonkan yang saya gak tau. Namun setidaknya kan itu bisa sebagai contoh, sebagai pelajaran, sebagai pembanding terhadap diri kita sendiri. Agar kita juga mau terus bersemangat selama berada di Bumi Allah ini, meski dengan alasan yang berbeda dengan kader MLM itu tadi. Dan semoga saja semangat yang sedang kita bangun bukan hanya berupa semangat semu. Karena semangat yang dibangun hanya untuk meraih tepuk tangan para penonton atau hanya untuk ngedapatin puja puji manusia namun minus akan pengharapan balasan kebaikan dari Rabb itu ujung-ujungnya tak akan pernah membahagiakan. Kayaknya begitu menurut saya...

Salam Genk Motor AJI! Tetap bersemangat mengantar-jemput istri tercinta, meski hujan meski badai datang menghadang!

Affif/23 Januari 2012
Saat itu lagi di Meulaboh...

Sabtu, 09 Juni 2012

Karena ada kamu, mudah2an Bumi jadi bagus...


Sekitar 2 minggu yang lalu, kalau saja kalian tau, saat itu tentu saja sedang malam. Yang seperti malam-malam biasanya yang selalu saja dia gelap. Meski berbintang ada, meski berbulan juga, tetap saja langit malam itu warnanya hitam pekat. Sedikitpun gak tersisa birunya langit seperti di waktu siang yang biasanya kita bilang bagus itu. Namun oh meski begitu, tetap saja malam itu indah, kan?

Tetapi lain Banda Aceh, dia lumayan terang benderang saat itu. Bersebab ada banyak lampu di kiri kanan jalannya, yang dengan itu Banda Aceh boleh menerangi dirinya sendiri. Dan saya lihat jalan pun masih saja ramai yang ngelindas, jadinya ada tambahan lampu dari motor dan mobil yang lagi mengalir deras lalu lalang. Masing-masing mengalir kesana kemari sesuai dengan tujuannya masing-masing yang tak perlu kita ketahui itu, karena akan membuang-buang waktu untuk kita cari tau mereka mau kemana. Namun gara-gara mereka-jualah jalan Banda Aceh jadinya ramai, terang, dan bagus kayak di kota-kota besar.

Diantara para pengendara motor yang tadi berserakan di jalan itu ada disitu saya. Alhamdulillah saya saat itu sehat, dan alhamdulillah saya baru saja selesai shalat Isya di mesjid Darul Falah Gampong Pineung. Setelah itu sengaja saja saya kesitu, ke sebuah toko buah di Lingke. Tepat di samping kantor POLDA Aceh tokonya. Mungkin pemilik toko buah itu pikir bahwa dia dan tokonya akan aman dari perampokan kalo di jaga sama jajaran Polda Aceh, makanya dia bikin toko disitu. Kayaknya sih begitu. 

Lalu saya kesitu, ke toko buah itu, karena saya mau ketemu sama pemiliknya, mau nanya berapa harga semangka yang sedang dia pamer-pamerkan di depan tokonya. Tentu saya yakin kalian akan bertanya mengapa saya nanya-nanya harga semangka, kan? kan? Begini sebenarnya, Si-istri saya itu fans fanatik semangka dia, maka wajar dong jika saya beli semangka, bukan anggur, bukan sirsak, bukan jeruk, bukan pepaya dan bukan-bukan yang lain yang tak perlu saya tulis disini karena jadinya akan panjang dan capek. Yang pasti ini saya  perbuat tentu saja biar dia bisa senang selama berada di Bumi, dan iya, biar dia merasa menyesal karena telat saya nikahi. Hehe.

Setelah tawar menawar ini itu akhirnya saya dan si-penjual bersepakat. Dia sepakat menjual semangkanya, dan saya sepakat membeli. Oh dan itu keliatannya adalah semangka kuning yang lezat, apalagi buat dinikmati berdua, ah serasa di Hokkaido dah (heh?ngawur, hehe). Sekedar info gak penting, di Banda Aceh, semangka kuning begini harga dirinya sekitar 5-6 ribu per-kilo. Nah, setelah uang saya ikhlas saya beri maka penjualnya-pun ikhlas ngasih itu semangka. Saya sekap semangkanya ke dalam plastik dengan ridha, dan andai saja kalian tau, saat itu saya segera saja menaiki motor saya tanpa sungkan dan memasukkan kuncinya biar dia mau hidup. Oh andai saja kalian tau itu.

Nah, sesaat saya mau bikin motor saya jalan, eh tiba-tiba mata saya menangkap suatu adegan di seberang jalan. Ada sepasang makhluk Bumi hidup disitu, dari jenis manusia. Kalau saja kalian mellihat saat itu tentu kalian setuju dengan saya bahwa mereka itu tak boleh lagi disebut muda jika diukur dengan usia. Dan yang jelas tak pula layak jika di sebut ganteng-cantik jika diukur dengan standar murahan ala miss universe-an. Yang jelas juga tak boleh mereka disebut orang kaya jika diukur dengan kacamata duitan jaman kini. Apalagi penampilan mereka berdua yah biasa saja. Tidak ada yang spesial atau ‘wah’. 

Lihat saja itu, si-ibu itu hanya menggunakan baju menerus panjang biasa plus jilbab saja, tanpa aksesoris yang lain. Perawakan fisiknya pun terlihat mulai ‘sehat’ akibat usia. Si-bapak juga gak mau kalah, cuma memakai sehelai celana kain, sehelai baju oblong berkerah yang jauh dari kesan baru. Perawakan fisik si-Bapak juga rada-rada ‘sehat’, khususnya yang di bagian perut terdepan, yang terlihat ‘indah’ mengembung. Yah, istilah ilmiahnya itu biasa disebut dengan “buncit”. Namun kebuncitan perut si-bapak itu serasi dengan umurnya yang udah bapak-bapak-an. Kebuncitan pada manusia se-umuran beliau itu bagai sebuah pertanda bahwa dia itu sudah berada di level ‘matang’ di urusan keduniaan. Istilah lainnya, “udah mengecap manis, pahit asam garamnya kehidupan”. Uentahlah, begitu-lah kira-kira, mungkin ntar di lain waktu kita perlu mempelajari secara mendalam dan sistematis perihal buncit-membuncit ini, lebih tepatnya kalau lagi gak ada kerjaan. 

Oke, apa yang menarik dari mereka berdua tadi? Sehingga saya menjadi tega hati menuliskannya disini, padahal kan saya barangkali bisa saja sedang sibuk, sehingga gak sempat nulisin ini. Atau bukankah masih lebih heboh kalo saya nge-bacot tentang noraknya resepsi seleb yang di-siarin di RCTI kemarin itu? Ada apa ini sebenarnya dengan Bapak-ibu tadi itu, sodara-sodara sekalian? Mengapa tulisan ini saya ulur-ulurkan hingga jadi dua halaman lebih begini? Apakah ini sebuah kesengengajaan biar coretan ini ecek-eceknya jadi panjang dan ilmiah? jawab sodara-sodara... jawab!

Iya...iya, yang menarik perhatian saya tentu saja pemandangan yang sedang mereka tunjukkan saat itu. Yang mereka berdua saling berpegangan tangan menyusuri dengan santai trotoar di Lingke itu. Sambil saya lihat mereka berdua asyik sekali ya ngobrol dan tertawa, bahkan hingga mereka tak sadar bahwa mereka sedang saya mata-matai.  Disitu saya hanya menjadi lelaki yang apa ya namanya, mungkin boleh dibilang saya hanya tertegun dengan indah. Haha, memangnya ada begitu kata “tertegun dengan indah”? hehe, kayaknya gak ada. Disitu saya liat si-bapak yang begitu antusias bercerita ke si-ibu. Si-ibu juga nyimaknya total abis, gak peduli sekitar. Obrolan mereka sesekali diselingin tawa, sambil tetap berpegangan tangan, sambil tetap menikmati kesibukan malam. Ow ow ow.

Hehe, saya jadinya senyum-senyum sendiri dah, dan tak lama saya segera saja ninggalin mereka yang sedang asyik itu. Toh mereka udah gede, jadi gak perlu saya kawanin, kan? Saat itu saya hanya terpikir sederhana saja, bahwa saat-saat yang seperti itu terkadang harganya gak bisa dijangkau sama yang namanya duit. Berapapun jumlahnya. Iya, itu sederhana sekali, cuma jalan-jalan berdua di trotoar malam-malam, sambil pegang-pegang tangan, sambil ngobrol-ngobrol ini itu. Tapi entah kenapa saya pikir itu adalah menyenangkan. Ow ow ow lagi dah. 

Barangkali ini mirip seperti saat-saat ketika kita asyik ngobrol-ngobrol ini itu bareng si-istri atau bareng si-suami, ngobrol hal-hal ringan sambil ketawa-tawa. Atau saat-saat seperti makan sepiring berdua, atau saat boncengan pake motor sambil dipelukin dari belakang kayak di pilem-pilem Afrika Selatan. Atau seperti saat-saat mengadu dan manja sama Ibunda tercinta. Atau seperti saat-saat saya ngajak-ngajak ngobrol si-Aisyah yang entah dia ngerti ato nggak, atau bareng Aisyah jalan-jalan pagi . Atau seperti ngikutin kajian fiqih yang di-isi oleh Ustad yang baik ilmunya (bukan ustad jadi-jadian yang bacotannya tentang uang melulu). Atau juga mungkin sesederhana seperti saat-saat ngumpul dengan kawan-kawan buat ngobrolin ini itu tentang Bumi. Dan atau-atau yang lain yang banyak kalau mau ditulis. Ah, itu menyenangkan, dan tak ada label harga untuk yang mau begituan. Siapa yang mau menikmati maka dia akan menikmatinya.

Ngeliatin si-Bapak-Ibu tadi saya saat itu kepikiran saja. Bahwa alhamdulillah di planet Bumi ini banyak hal-hal yang menyenangkan begitu, ada manusia, ada pohon, ada kalian, dan hal-hal lain yang kadang malah sering disepelein. Keliatan sepele yah barangkali karena dianggap tidak menghasil profit ini itu berupa duit, ya. Padahal milyaran profit sekalipun belum tentu mampu menghadirkan canda tawa lepas dari kawan-kawan kita, atau saat-saat manja dengan ibunda kita, atau bahkan saat-saat canda-tawa bersama istri kita. Begitu kayaknya menurut saya. 

Udahan gitu, baca bismillah dan selamat menikmati Bumi yang Allah bikin menarik ini...:))
  

Hidup Bank Syariah!! Hancur kapitalis!!

Affif, 
Banda Aceh, Mei 2012