Rabu, 28 November 2012

The Lajanks



Ada yang membikin saya teringat-ingat pada beberapa pertemuan dengan kawan-kawan menjelang hari raya Idul Adha 1433H yang lalu. Sebenarnya bukan hal yang terlalu penting juga, soalnya pertemuannya cuma berbentuk ngopi bareng di warkop saja. Tapi setelah dipikir-pikir kayak-kayaknya penting juga untuk diangkat sesekali. Yah, minimal biar gak lupa saja. Ecek-eceknya biar menjadi catatan harian gitu, lah. Meski paling juga gak ada yang baca. Hehe.

Baik ketika itu di Banda Aceh maupun di Blangpidie, baik ketika ngopi dengan kelompok A maupun dengan kelompok B atau Y. Wajahnya (dibaca: Rupanya) secara garis besar dan juga garis halus dan garis putus-putus, ngopi bareng itu ada memiliki yang namanya benang merah yang sama. Yakni perihal yang membahas curhatan beberapa kawan-kawan tentang jabatan ‘single’ yang masih terukir indah didadanya. Bahkan sebagian kawan-kawan ngopi tersebut secara umur malah jauh lebih tua dibandingkan saya yang terlihat agak muda (jika dilihat dari 17 tahun yang lalu hehe). 

Setelah menyimak kesana kemari, kemari kesana, kesana-kesini, setidaknya saya mendapatkan beberapa pandangan dan secuil kesimpulan atas perihal mengapa jabatan ‘bujangan’ yang sedang mereka derita itu masih mereka pertahankan sedemikian rupa. Semoga saja ini nanti menjadi catatan sejarah yang penting di dunia perlajangan di masa yang akan datang. Mudah-mudahan.

Pertama, yang saya tangkap, rupanya pada sebagian besar lajang-lajang ini perkara finansial atau barangkali perihal mahar bukanlah masalah yang begitu berarti. Mereka ini sejatinya adalah orang-orang yang sudah memiliki penghasilan, baik sebagai abdi yang dibayar oleh negara maupun sebagai orang yang kesana-kemari yang negara gak pernah peduli padanya. Laptop mahal, Hp mentereng dari berbagai jenis, gadget-gadget keren, jam tangan anti-hujan, anti-api dan anti-ludah, bahkan diantara mereka udah ada yang memiliki rumah dan mobil, pokoknya semuanya mereka punya. Mereka beruang! Eh, maksud saya berduit! Nah, itu buktinya, ternyata memang masalah finansial bukanlah hal yang utama bagi mereka. Mereka lelaki yang sudah mampu. Cateeet!

Dan hasil dari sebagian besar obrolan dengan mereka ternyata saya memang paling sedikit menerima komplain atau keluhan perihal tingginya mahar atau masalah finansial. Kalaupun ada komplain namun itu tak menjadi permasalahan yang dominan dalam usaha mereka untuk meluluh-lantakkan benteng kelajangan itu. Sehingga sementara ini wajar jika saya sepakat berasumsi secara asal-asalan dan suka-suka bahwa anggapan umum yang sangat populer beberapa dekade belakangan, yang berbunyi, “Tingginya mahar membikin lajang-lajang menangis...” adalah agak sedikit keliru. Meski tidak sepenuhnya keliru, namun ada keliru sedikit. Pokoknya tidak keliru 100 persen, namun tidak benar 100 persen juga. Kira-kira begitulah, mohon dipahami.

Dari hasil investigasi saya yang tentu saja tak ilmiah ini, permasalahan terbesar ‘bujang jenis pertama’ ini sebenarnya adalah pada saat mengambil keputusan untuk menikahi siapa. Mereka masih mesra berkutat dengan pertanyaan “Menikahi siapa, ya?”. Pertanyaan, “Menikahi siapa, ya?” itu sepertinya bergaung-gaung dikepala mereka. Sehingga kita bisa mengambil dugaan, bahwa mereka sedang di landa badai kebingungan dalam mencari serta menentukan siapa muslimah yang tepat untuk mereka tasbihkan secara sah sebagai istri terkasih. Tempat berlabuhnya hati, bersandarnya kasih. Tempat yang pas menanamkan cinta, demi memetik yang namanya ridha dari Ilahi. Hahaa...Sihhiiy, serasa jadi kang Abik.

Kalo cuma tahap memacari perempuan itu mah mudah bagi laki-laki. Gampang. Tetapi giliran untuk memutuskan perempuan yang pas untuk dijadikan kawan seperjuangann dalam hidup, dalam susah lagi suka, ini baru menjadi perkara yang ribet bagi kaum ini. Banyak sekali pertimbangan ini itu yang mereka pikirkan. Di kepalanya bakal bersiliweran pertanyaan ini itu, seperti, “Cocokkah dia? Pantaskah menjadi ibu bagi anak-anaknya nanti? Penyayangkah? Bisa menjaga dirikah dia? Baikkah agamanya? Bisa dipercayakah? Bisa masakkah? Bisa minumkah?” Dan pertanyaan-pertanyaan lainnya yang macam-macam, tergantung siapa lelakinya. Kalo lelaki itu bodoh maka pertanyaannya juga yang bodoh-bodoh. Kalo lelaki tersebut baik maka pertimbangannya juga yang menurutnya apa yang baik-baik saja. Yang baik agamanya maka tentu pertanyaannya berbeda dengan lelaki yang tidak peduli sedikitpun perihal agamanya. Pokoknya beda-beda-lah. Namun catatan pinggir saya yang lain adalah, semakin melankolis seorang lelaki maka akan semakin macam-macam pula yang dia pikirkan dan pertanyakan. Persis seperti ‘anak muda’ yang di sinetron-sinetron, yang suka ngomong-ngomong sendiri didalam hati. Yang suka banyak prasangka yang enggak-gak. Bahkan saya sempat terpikir bahwa mungkin tipe lelaki yang melankolis adalah tipe lelaki yang paling menderita di dunia.

Jadi, secara garis besar ya begitu, menetapkan siapa yang pantas menjadi istri jauh lebih berat dan memusingkan kaum yang umumnya memiliki ego tinggi dan sok paten ini. Secara teori mereka tahu persis kriteria perempuan yang baik, namun bingung menentukan dan memutuskan siapa perempuan yang baik itu. Bahkan bingung hingga pada tahap mau mencari dimana calon istri yang baik itu.
Makanya meski umur udah tua, lebih dari 25 tahun, atau bahkan diatas 30 tahun masih banyak lelaki yang bergelimpangan di jalan kelajangan. Kalau saja mereka udah menemukan perempuan yang cocok, maka hanya perlu waktu seminggupun mereka siap segera menikahi, tak peduli berapapun mahar yang harus dikeluarkan. Mau 50 atau 100 mayam emaspun mudah baginya. Bahkan fakta membuktikan kaum ini siap merampok atau berbuat tanpa otak hingga diluar aturan agama hanya untuk menikahi orang yang udah dirasanya cocok. Uang bisa dicari, tapi hati? #sedeeeepp...

Yang kedua adalah perkara yang juga sering saya dapatkan sehingga wabah kelajangan semakin mekar kayak bunga bangkai di pedalaman hutan Sumatera. Yakni perangai “Over-Fisik Oriented (OFO)”. Kata “over” ini kalo di teknik sipil sering kami pakai untuk menjelaskan kondisi yang ‘berlebihan keterlaluan’ sehingga membahayakan keamanan konstruksi. Nah, wajah-wajahnya (baca: rupa-rupanya) penyakit OFO ini sedang hangat mewabah di kalangan kaum laki-laki. Wabah ini menyerang siapa saja. Tak pandang dia bulu, baik yang ‘berjenggot’ maupun yang tanpa jenggot (yang mulus kayak cewek) bisa terkena wabah ini. Kalo dikalangan para ‘jenggotan’ saya menduganya mungkin wabah ini menyebar akibat kelewat banyak baca serta nontonin film-film sejenis Ayat-Ayat Cinta atau Ketika Cinta Bertasbih yang konon katanya reliji itu. Tentu saja anggapan saya ini bisa saja salah, meski bisa juga benar sedikit. Namanya juga menduga-duga. 

 Bagi saya tidak ada masalah dengan mengharapkan perempuan yang fisiknya baik serta yang sehat jasmaninya. Toh setau saya hal tersebut tidak ada larangannya. Namun yang saya maksud dengan ‘over’ diatas adalah ketika fisik sudah menjadi satu-satunya pertimbangan dan penentu. Diperparah lagi dengan tambahan syarat-syarat seperti; harus langsing, harus putih, harus berambut lurus, harus begini harus begitu...Hei..heiii... emangnya perempuan itu burger yang bisa dipesan-pesan se-enak jidatmu, Tuan? Bagi saya, perangai yang begitu udah gak wajar, tapi kurang di-ajar. Yang lebih aneh dan janggalnya lagi, lelaki yang mesan-mesan begitu juga gak ‘profitable’. Barangkali inilah akibat jika tidak punya cermin di rumah, jadi jarang ngaca. Itu saja.

Trus, para lajang ini kadang juga memperparah kelajangan yang dideritanya dengan sidrom yang lain. Yakni sindrom “POKOKNYA HARUS DENGAN FULANAH Z (PHDF Z)!!”. Pemilik sindrom ‘PHDF Z’ ini biasanya memiliki kalimat sakti begini,” Kalau bukan dengan Fulanah Z maka apalah arti hidupku ini, lebih baik kupergi meninggalkan dunia ini.” Atau begini, “Tanpa Fulanah Z aku bakal hancur bagai kue bakwan yang hancur dicabik-cabik merpati.” Dan kalimat-kalimat sakti lain yang sejenis dengan yang di atas. 

Makanya, meski sudah ditolak dia tetep ‘keukeuh’ sama Fulanah Z. Hadeuuh...saket kepala awak. Bahkan sama Ibundanya yang udah ngejaga dia dari kandungan aja dia gak sebegitu lebaynya. Kenapa sama perempuan yang belum pernah berkorban seharipun atau sedikitpun atas hidup kita, kita malah menjadi gak jelas begitu? Disini saya berpikir bahwa menikah bukan lagi tujuannya, tapi Fulanah Z lah yang jadi tujuannya satu-satunya. Makanya pemilik sindrom ini seolah-olah memiliki alasan syar'i untuk semakin berlama-lama melajang-ria. 

Jadi, untuk pemilik sindrom ‘PHDF Z’ ini saya kasih rumus umum saja dari salah satu kitab rahasia karangan saya, “Kitab Lelaki di Ujung Asmara”. Kitab yang belum pernah terbit dan belum pernah tenggelam. Yang didalamnya tertulis bahwasanya,” Kita, para lelaki boleh melamar siapa saja yang kita mau. Namun mereka, para perempuan, boleh menolak lamaran siapa saja yang mereka mau...” Ini kaidah umum yang harus diingat-ingat oleh kaum saya. Karena saya yakin perempuan yang baik juga bakalan memilih dan memutuskan lelaki yang baik untuk dia serahkan dirinya. Jodoh memang Allah yang atur, namun harus diingat bahwa itu bukanlah pengaturan yang serampangan, kan.
Terakhir, akhir dari amatan saya, saya mungkin kepingin bilang, bahwa para lajang-lajang beriman ini sebenarnya hanya keliatan tegar di permukaan saja. Apalagi kadang-kadang mereka sesumbar “single tapi hepiii”, namun kenyataannya kalo kita congkel hatinya pake garpu maka barangkali terukir disitu kata ‘maaak, heeelp awquuuh! Awquh galaaauuww!’. 

Tetapi tentu saja perayaan kegalauan dari para lajang-lajang ini berbeda-beda. Ada yang galau kayak bebek lalu sengaja dia rembeskan kemana-mana melalui berbagai macam media. Saya kurang begitu tau dengan niat apa mereka begitu. Tipe yang begini setau saya banyak. Namun di sudut yang lain setau saya ada juga yang galaunya hanya dia rayakan dengan doa-pinta kepada Rabbnya saja. Kalaupun dia curhat-curhatan maka kegalauannya itu hanya dia utarakan pada orang-orang yang bisa dipercayai agamanya. Itupun dengan maksud agar nanti dicarikan solusinya, bukan hanya untuk menikmati kegalauan dengan selera rendah yang  gak penting.

Trus, saya entah kenapa merasa yakin bahwa para lajang ini sebenarnya paham dengan masalahnya dan tau apa yang harus dia lakukan. Makanya saya segan untuk ngasih saran ini-itu disini. Saya hanya bisa kasih yang namanya doa selalu agar semua kawan-kawan saya itu selamat imannya, diberkahi hidupnya dan segera berakhir lajangnya. Salam Super-man!



Affif, Brawe, 05 Nov 2012
Panglima Besar Genk Motor Antar Jemput Istri plus Anak

Rabu, 31 Oktober 2012

Aisyah dengan jilbab perdana


Ini di Hari Raya Iedul Adha 1433 H. Akhirnya Aisyah udah bisa dipakein jilbab meski masih juga kegedean. Bundanya Aisyah harus berusaha keras makein ni jilbab. Aisyahnya sih masih susah diajak ngomong untuk jangan dia bergerak-gerak ketika bundanya lagi ketatin ikatan jilbab dengan jarum. Hehe.

Jauh sebelumnya, Bunda Aisyah yang baik dan cantik itu udah hunting jilbab buat Aisyah kemana-mana. Dia pergi ke pasar, dia pergi ke toko-toko pakaian bayi dan tempat-tempat sejenis buat nyari jilbab mini buat Aisyah. Namun hasilnya nihil, tetap aja kegedean. Lha, Aisyahnya baru juga 5-6 bulan. Jadinya Aisyah harus bersabar untuk bisa makek jilbab..

Di Iedul Adha ini alhamdulillah Aisyah udah lebih dari 7 bulan, dengan sedikit usaha extra dan dibantu oleh saya sang Direktur Perkumpulan Suami-suami Sayang Istri se-Nusantara
akhirnya jilbab itu bisa nangkring di kepala Aisyah.

Sip Aisyah, doa dari Ayah, semoga jadi gadis yang shalihah dan dicintai Allah ya, nak...:)


Affif, Oktober 2012
Sedang di Brawe

Minggu, 28 Oktober 2012

Bagus Teh Hangat


Mungkin ini malam kedua yang saya bakal nggak bisa tidur nyenyak. Karena dihidung sedang disesaki oleh sumber daya alam yang melimpah ruah. Sumber daya alam yang berbentuk cairan kental yang tentu tak bakalan romantis jika saya jelaskan secara detail disini. Bisa-bisa nanti kamu hilang selera makan. Dan tenggorokan saya juga gak mau kalah. Gatal-gatal dan juga rajin mengajak sumber daya alam yang lain, yang juga berbentuk cairan kental berwarna agak kekuni...arrgh, sekali lagi tentu benda ini tak perlu saya lukiskan dengan indah bentuknya disini. Kasian kalian nanti, bisa-bisa hilang pulak selera minum. Kadang tak semua fakta kebenaran harus kita angkat ke permukaan, beginilah aturan dunia yang sedang berlaku sekarang. Biarlah bentuk cairan kental nan eksotis itu kusimpan sendiri.

Jelas dong kenapa saya menjadi begitu sulit tidur. Karena menjadi rada-rada susah bernafas begitu. Baru saja saya terlelap, eh tiba-tiba malah terbangun lagi akibat batuk yang datang menyapa. Dan Juga kerana saya dibuat mangap-mangap sendiri kayak ikan tanpa air, karena dua biji lubang udara yang ada di hidung tertutup oleh sumber daya alam yang -masya Allah- melimpah tadi. Meski sekujur badan udah kebelet pengen istirahat akibat kecapekan banting-banting tulang (cieee, banting tulang euyy...), tapi tetep aja susah istirahatnya. Malam pun rasa-rasanya menjadi lebih panjang.

Nah, begitu juga malam ini. Meski belum juga jam 10-an tiba, tetapi saya udah bulat ngambil keputusan untuk segera berbaring saja. Jujur, ini adalah waktu tidur saya yang gak wajar. Ini waktu tidur yang terlalu dini untuk seseorang yang memiliki julukan “Batman” semasa lajang di-kost-an dulu. Yang para kalong-pun segan untuk ngajak tanding begadang. Yang cukup mashyur dikalangan para tukang ronda. Yang hampir-hampir Batman pun ngajak gabung ronda keliling menumpas kejahatan di malam hari. Tapi mau gimana lagi, mana tahu dengan cepat berbaring begini harap-harap nanti kantuk bisa cepat mampir dan saya bisa segera ‘take a rest’.  Hehee, entah kenapa sewaktu pengen nulis ‘istirahat’ malah iseng nulis ‘take a rest’. Terkesan sok bule, sok paten, sok oke. Tapi biarkan saja-lah ya. Mana tau ini sebuah pertanda alam bahwa nilai TOEFL dan IELST saya bakal naik tajam meroket bak burung camar di pinggir senja. :)hihihi.

Dan dasar keras kepala! Gak ada hati! Gak ada jantung!! Gak ada otak!! Batuk saya ini teteep gak mau berbelas kasih sama tuannya. Lelehan ingus yang indah itu juga sama saja, gak bisa diajarin sama sekali! Mereka makin menjadi-jadi, seperti batuk dan ingus yang sedang kesurupan jin. Menggila. Aaarrggh, makin sempurnalah penderitaan abang kalian malam ini. Jangankan terpejam, mata malah makin membelalak dengan anggunnya.

Eiiits, tapi tunggu dulu, nak. Kalian jangan pula terlanjur kasian sama abang kalian ini. Jangan sampai kalian merasa iba hati dan simpati cuma gara-gara saya cerita begitu tadi. Karena sebenarnya meski saya keliatan sangat menderita begitu namun coba lihat disamping saya itu. Disitu ada cewek yang dia sedang kuatir, sambil dia membelai-belai rambut dan menggosok-gosok punggung abang kalian ini. Tak lupa dia kecup kening saya dan minta sama Allah agar saya cepat sehat. Hihihi. Alhamdulillah.

Bahkan cewek itu, sengaja dia membikin dirinya repot lagi dengan menawarkan saya segelas teh hangat. Padahal udah seharian (lebih tepatnya setiap hari) dia banyak direpotkan oleh saya. Saya tentu saja bilang gak usah, tapi kata cewek itu biar tenggorokan saya jadi nyaman dan saya bisa segera tidur indah. Ini persis seperti malam yang kemarin juga. Dia juga menawarkan saya teh hangat, meski kemarin itu saya tolak-tolak, karena saya pikir tak apa-apa. Namun untuk malam ini karena melihat dia yang terus kuatir melihat saya batuk-batuk dan susah tidur maka saya bilang iya saja sama dia. Maksud ‘iya’ saya itu adalah “...iya sayang, plis, bikinkanlah teh hangat buat abangdamu seorang ini...”. Hehee. Sebenarnya saya juga mau sekalian memesan gorengan dan mie goreng plus telur dadar. Namun saya urungkan niat tersebut karena saya sadar ini bukanlah warung kopi. Bisa-bisa teh hangat tadi berubah menjadi teh panas dicampur cabe rawit!

Tak berapa lama berselang, cewek itu datang ke saya. Dia bawa segelas teh hangat yang hangat ke saya dengan hangatnya sambil menatap saya dengan hangat juga. Dan anehnya, tanpa ragu-ragu dia duduk disamping saya. 

Lalu tanpa menunggu hitungan satu-dua-tiga-empat-lima dan enam langsung saya sambar teh hangat itu dengan gaya yang hangat pula. Dengan harapan mudah-mudahan si-cewek itu terkesima melihat gaya saya yang hangat tadi. Dan segera saja tanpa grogi saya tumpahkan teh hangat tersebut kedalam lubang mulut yang berada di muka saya. Tak sampai 7 jam teh hangat itu-pun tamat riwayatnya, ludes. Saya ‘kerlingkan’ mata saya ke cewek yang disamping saya itu dengan gaya yang mantap mempesona. Seolah-olah kerlingan mata saya itu bermakna, “ liat ni, abangmu ini, bisa ngabisin teh hangat 1 gelas!!”. Tentu saja lagi-lagi harapan saya mudah-mudahan si-cewek ini terpukau dengan kehebatan saya. Cewek saya itupun senyum melihat saya minum teh hangat bikinannya dengan semangat juang 57. Dan dari senyuman cewek itu saya lihat dia ada ‘perasaan’ sama saya. Hehe, asiiikk.

Lalu yang mengherankan saya adalah, tak lama berselang setelah minum teh hangat itu saya langsung bisa tidur terlelap. Teh hangat dari cewek itu tak hanya membikin tenggorokan dan lambung saya jadi hangat, karena eh ternyata gak taunya hati saya juga jadinya terasa hangat. Perasaan saya juga jadi hangat. Pikiran dan semangat saya juga jadi hangat lagi (nyontek iklan). Pokoknya semua jadi hangat dan nyaman. Kenapa bisa jadi begini? Kenapa begitu? Apa ini? Apa itu? Kenapa ikan bisa hidup di dalam air? Apakah cewek itu ada memasukkan sesuatu di teh hangat itu sehingga saya jadi begini? Aneh, padahal sebelum ini saya juga udah sering bikin teh sendiri atau memesan teh hangat di warkop-warkop terdekat tapi tak begini efeknya. Apakah ini yang dinamakan teh hangat asmara? Atau inikah yang namanya teh hangat cinta? Hahaha, lebaaayy!! Namun, meski lebay saya kira bisa jadi memang demikian adanya. Yah, mau gimana lagi, biarlah lebay, namanya juga lagi nyeritain perasaan. Hehee.

Malam itu saya betul-betul terlelap hingga subuh datang diam-diam. Dan kondisi badan saya pagi itu menjadi jauh lebih baik, lebih fit. Teh hangat dari si-cewek itu tentu sangat membantu saya agar bisa istirahat dengan baik malam tadi. Alhamdulillah.

Paginya saya kasih tau ke cewek saya itu bahwa alhamdulillah berkat teh hangatnya saya bisa istirahat dengan nyaman semalam. Dia senyum sambil menyangkal bahwa kata-kata saya itu hanyalah berupa rayuan gombal saya belaka. Biasalah, namanya juga laki-laki pikirnya, bisanya menggombal sambal saja. Tetapi ada taukah dia bahwa saya saat itu sedang benar-benar serius? Saya benar-benar serius bahwa saya berterimakasih atas teh yang dia bikin untuk saya semalam. Saya tau kata terimakasih saya itu gak pernah bakalan cukup menggantikan apa yang udah dia lakuin buat saya. Tentunya bukan perihal teh hangat semalam saja, karena udah setahun lebih ini sudah tak bisa saya hitung lagi apa saja yang udah dia lakuin buat saya. Saya sudah sangat merepotkan dia. Udah bikin dia sibuk setiap hari gara-gara merhatiin saya terus, meski saya yang egois ini masih sangat jauh dari kata baik dalam memperlakukan dia. Ah,  ya Allah, ampunkanlah hamba, mohon berikanlah cewek saya Munawarrah itu keberkahan dan kebaikan akan hidup. Dan masukkanlah cewek hamba itu ke surga Engkau, ya Allah... Amiin777x 

#Buat cewek saya yang baik itu, makasih ya, makasih udah mau terus betah berada dipikiran saya...Hidooop Munaaa!! :D

Affif, Sabtu, 22 September ‘12

Minggu, 23 September 2012

Facebook Addiction

#Hahaa...ini juga lagi2 PR les bahasa Inggris saya, penuh cacat memang, tapi sekali lagi, terharulah karena saya mau menulisnya dengn ikhlas dan tidak serius...:))



“Facebook addicted, heh...?” I was suprised when my English mentor, Tino, said that word. At that time I thinking about his word, of course I wanna know how about my position. Am I a facebook addicted or not? And how about your position? But that is not our point for this time, because that is will be my personal secret only...hehe.

After the class, I’m still thinking about that. And Tino’s word succes make me looking for something like ‘what is Facebook effect in our real live’? Then I ask to my second teacher when I’m at home, Mr. Google. Mr. Google always help me a lot. He give me much article about Facebook effect. For a while I take an easy conclusion that Facebook is not always in positif form.

I find The Daily Mail report that said, facebook addicted or another site like it, is harmful for healthy because it triggers someone to isolate themselves. The increasing isolation of self can change the ways our genes work, confusing the immune responses, hormone levels, arterial function, and destroy mental performance. Wow! I was surprised, I dont know it before.

That article also said, a relationship will be shallow, each personal don’t like to attend social gathering and avoid meeting with friends or family and social activities. They prefer stay on their computer or mobile phone, and they afraid ‘be separated’ with it. This attitude will made the Facebooker difficult when they communicate face-to-face. And this behaviour may increase the risk of serious health, such as cancer, stroke, heart desease and dementia, that is what Dr Aric Sigman said in The Biologist, the journal was released by The Institute of Biology.

According to him, the electronic media also slowly destroys the ability of children and young adults to learn social skills and body language. It make Dr Sigman worry about this problem. Social networking sites dont become a tool that can improve the quality of our life, but rather a tool that makes us the wrong direction.

That’s it. At the end, you have your personal decision, be smart.



Affif, Imam Besar Genk Motor AJI
Banda Aceh, September '12

Battleship Movie, how poor you are...


#Haha, karena ada tugas di kelas bahasa inggris akhirnya jadi deh saya bikin ini tulisan. Ini sbenarnya PR, tp  untuk mengenang usaha saya yang tak seberapa mana itu makanya saya share kemari. Plis, jngn di komentari  kebobrokan dan kecacatan ini tulisan, tp liatlah niat tulus dan perjuangan saya dlm menyelesaikan tugas saya ini...hehe. Ok dah, cekidot ya...:)))#

***

I’m not a movie-holic. But sometimes if I have much spare time I watch the movie. I get the movie from my friends who addicted in hobby to download a lot of movie for free. So that I get much advantages from their hobby. In the name of friendship I get the movies freely. Hehe.

One of movie that given to me is ‘Battleship’. Before that, I’ve got the information from another my friend that this movie was amazing, unbreakable and bla..bla... His comment made me feel excited or enthusiastic to watch ‘Battleship’ as soon as possible. And now time for watching.

But after watched it, I’m in super dispointed. My mood falling from the blue sky into the bottom of cliff. Oh man, in my opinion this movie is bad, not like my friend told me before. For me its story plot is not clear and I feel it is too shallow. Dont ask me about the character in this movie, its nothing special. I like Liam Nesson, but in this movie I got nothing from his acting. Come on, please give Liam more scene time. He is a great actor, but ‘aaarggh’ what happen on this movie?! This movie just waste much money for ‘wow’ visual effect only. Oh, maybe this movie just to cheer up the teens.

After disapointed,  I try to looking for some review about this movie. And what I feel  is not wrong. I get very much people disapointed to this movie. I copy some comment for you, e.g: “... it sounds incredibly dumb -- and it is, but not without a little fun..(Linda Cook, Quad City Times).” Or it is, “ One of the dumbest ideas for a movie...ever..(Tim Brayton). Or how about this, “Battleship was really a surprise alien action comedy that makes you laugh through it and forget about it the next day. I say good enough for a little fun movie to kill some time just don't expect a story...(the chewbox.com). Oh, I can’t tell you anymore, but this is the fact. Goodbye Battleship file, I send you to my Recycle Bin. Sorry.




***

Affif, Imam Besar Genk Motor AJI
Banda Aceh, September 2012

Sabtu, 08 September 2012

Aisyah


Hehe, ini poto Aisyah menjelang 6 bulan. Gak terasa ya. Aisyahnya baru dapat kereta baru atas anjuran neneknya, biar cepat bisa jalan kata neneknya. Makanya sekarang Aisyah bisa nemanin Bundanya di dapur dengan keretanya.

Saya sekarang udah jadi fans beratnya Aisyah. Dikit-dikit potoin Aisyah, dikit-dikit rekam Aisyah. Rencananya ntar mau kasih liat ke Aisyahnya...hehe.

Semoga menjadi anak yang shalihah ya, nak...:)

by: Ayah, Sept-2012

Senin, 03 September 2012

JOHAN ASMARA: Bab Ngawur 6: Friend Or Foe?




“APPUUAA?! KE...KE-KENAPA FOTO A-AGNIS JADI WALLPAPER?!! ” pekik Jo, dengan mulut yang bergetar dan ber-air liur.

“ke-kenapa...ke-kenapa?! De-Deedi...tegaaa!!”

Hari yang cerah inipun hancur sudah bagi Jo. Di sudut kanan foto wallpaper ini ada pula disitu tulisan yang makin membuat Jo ingin mengamuk dan ingin meratakan menara effiel dengan tanah. “Agnis-Deedi, forever in lope”. Tertera dengan tinta berwarna merah jambu bikinan Photoshop.

(Itu sedikit flashback episode yang lalu. Ecek-eceknya kayak di film-film...hehe).

Ini tentu saja sudah mulai sore, jarum pendek jam di dinding itu sudah memelototi angka lima, sedangkan jarum panjang jam tersebut sudah tak ada lagi disitu, entah kemana dia pergi. Atau dia mungkin saja sudah dicopot dari jabatannya itu. Atau bisa saja dia sudah bosan menjadi staff dari jam dinding itu dan mencoba mencari pekerjaan lain yang dirasanya cocok. Yah, gara-gara jamnya gak ada lagi jarum panjangnya jadinya kita gak pernah tau ini sekarang udah menit keberapa. Jadinya ya menit jamnya itu kita kira-kira saja sesuai dengan perasaan kita. Terserah kita maunya sekarang jam berapa, banyak pilihan, bisa saja sedang jam 17.37 WDP atau mungkin sedang jam 17.14 WDP atau jam 17.59 WDP, pokoknya suka-suka kita. Jam di kamar ini memang sedikit aneh. Barangkali biar dibilang dia adalah jam dinding yang antik atau jam yang spesial, padahal tentu saja tidak. Oh iya, WDP itu maknanya ‘Waktu Di Paris’, ya.

Tapi kita kesini bukannya mau membahas perihal jam cacat tersebut. Namun yang penting coba sekarang liat itu disitu, di dalam kamar Deedi itu. Oh ternyata ada Jo yang sedang gusar dia, emosi juga, panas juga dan terlihat begitu meradang sejak tadi pagi. Lebih tepatnya sejak dia mendapati foto Agnis menjadi wallpaper di laptopnya Deedi. Pikiran Jo menjadi penuh dengan analisa yang macam-macam. Dia mencoba untuk berpikiran positif ke Deedi dan menganggap tak pernah melihat wallpaper laptop Deedi, tapi tentu saja itu mustahil bagi Jo. Mustahil bagi Jo untuk tak berpikiran macam-macam, tak gundah gulana, tak resah gelisah kalau sudah berkaitan dengan Agnis.

Makanya kali ini Jo berniat akan menunggu Deedi sampai dia pulang, meskipun dia pulang lewat tengah malam bahkan kalaupun Deedi pulang di shubuh hari pun Jo bertekad tetap akan menunggu. Jo tidak peduli lagi sekarang. Saat ini Jo hanya ingin memaki-maki dan menyumpah-serapahi Deedi. Jo udah mabuk kepalang dengan kemarahannya, terlena sama emosinya yang menyala-menyala macam tsunami. Hilang kontrol sudah dia.

Dari tadi pagi di dalam kamar kerjaan Jo hanya mondar-mandir kayak monyet sirkus yang disuruh mondar-mandir pergi ke pasar. Mudah-mudahan dengan sikap begini Jo bisa terlihat sangat gusar dan pembaca menjadi prihatin serta simpati sama Jo. Ada juga Jo mencoba untuk duduk istirahat karena capek berjam-jam mondar-mandir terus, tapi sesaat saja dia duduk, pikirannya pula yang jadi mondar mandir memikirkan wallpaper jahannam tersebut. Jadinya dia malah tambah emosi. Makanya Jo pikir lebih baik bangun dan mondar-mandir lagi, dengan begitu setidaknya Jo merasa sedikit lebih bisa ‘nentramin’ hati dan pikirannya. Meski capek dan kakinya mulai perih namun Jo tak peduli karena hatinya terasa lebih sakit....#sadaaappp

Namun tiba-tiba saja Deedi yang ditunggu-tunggu Jo ternyata hari ini pulangnya cepat, ini persis seperti sebuah pepatah,”buah yang jatuh tak jauh dari pohonnya” #acuhkan hubungan logis pepatah ini dengan kisah ngawur kita...#. Deedi rupanya pulang cepat karena dia ketinggalan dompet, Hp, Ipad, BB, BC, Tablet, Dompet, sikat gigi, kaca mata, shampoo, krim anti-ultraviolet dan Galon air isi ulang.

Jo terperanjat saat Deedi membuka pintu kamar. Jo gak nyangka Deedi pulang cepat hari ini. 5 detik Jo dan Deedi membeku akibat mata yang saling menatap tak berkedip. Apalagi Jo yang pikirannya sedang kacau campur aduk. Sampai-sampai Jo tak bisa berkata-kata, apalagi berkalimat-kalimat. Jo sedang mencari-cari awal yang indah untuk memulai kemarahannya, dia bingung karena kepulangan Deedi yang tak terduga ini.

“Kenapa Jo?” Deedi memulai percakapan dengan agak heran. Dia berniat mencairkan suasana yang tadi membeku. Tapi Deedi jelas belum mengerti situasi, bukannya mencairkan malah mulai mendidihkan suasana. Jo diam saja, hanya menatap Deedi serius. Deedi jadi salahtingkah diolesi sedikit bingung tentu saja.

“...J-Jo? Kok diam?” kata Deedi pelan ditabur-taburi heran. Jo masih dia menatap Deedi lamat-lamat mirip tukang copet yang sedang menghipnotis korbannya, cuma bedanya Jo gak bilang, “tatap mata saya, tatap mata sayaaa....”. Bahkan gara-gara kelamaan dan serius natap Deedi jadinya Jo udah tau berapa buah jerawat segar dan berapa buah yang udah busuk di muka Deedi. Aib muka Deedi terbongkar sudah.

“Jojo?... Jojo?...” Deedi mendekat sambil mengguncang pelan badan Jo yang masih diam kayak botol sirup cap patung. Jo menepis tangan Deedi di pundaknya dengan kasar. Deedi Kaget dengan sikap Jo yang gak biasa ini. Situasi mulai semakin menghangat, sedikit lagi akan memanas.

“Hentikan sikap sok baikmu, Deed! Minta ditumbok kau ya, heh?!” Bentak Jo lembut. Deedi kaget. Tapi langsung ‘ngeh’ alias sadar situasi ketika dia melihat laptopnya yang hidup di atas meja. Alamak. Deedi syok!

“Aaahhh...te-tenang dulu Jo...” Deedi panik sendiri.

“Beee....reeeeng.....seeeeekk kau, Deed!” Jo mulai terbakar asmara, eh maksud saya terbakar amarah. Deedi mulai berkeringat panas.

“J-jo...de-denga....rr-ka....” mulut deedi agak bergetar-getar. Tentu saja bukan karena grogi tapi karena takut dan merasa bersalah sama Jo.

“Halah, mendengarkan bacotmu lagi?! Kau pengkhianat, Deed! Bangsat! Menggunting dalam lipatan! Pagar makan tanaman! Nyamuk dalam kelambu! Kerbau dalam kubangan!!”  jo berang. Maksud kata ‘berang’ itu berarti Jo sangat marah, bukan Jo menjadi berang-berang. Ini saya kasih tau biar gak ada yang berpikir bahwa Jo adalah siluman berang-berang.

Deedi terdiam dua ribu tujuh ratus tiga puluh bahasa. Nafas Jo memburu cepat, secepat kerbau berlari. Matanya memerah seperti mata yang kemasukan kerikil. Emosinya kini mulai meledak-meledak kayak ledakan tabung gas 3 Kg. Pokoknya ngeri-lah.

Reflek tangan Jo menyambar laptop Deedi dan membantingnya ke lantai. Di ludahi terus di injak-injak. Deedi shock tapi tak bisa berbuat apa-apa. Deedi hanya bisa mematung kayak patung.

“Apa kau nggak tau bahwa haram hukumnya meminang perempuan yang telah dipinang oleh orang lain, hah?! Haram, tau nggak?!”

“Iya Jo, tapi kan elo belum meminang dia, Jo...” kata Deedi dalam hati.

“Aku betul-betul gak nyangka Deed...selama ini hanya kau yang aku percayai, tapi perbuatan keji inikah balasanmu...?”

Deedi tertunduk membisu, membuta dan mentuli. Terus terang saya gak tau apa kata “mentuli” ada di kamus Bahasa Indonesia? #PR buat yang baca.

“Gak...gak Deed, aku gak rela melepaskan Agnis kepadamu...gak bakalan!” Jo kembali geram, tangannya mengepal keras. Jo segera mengeluarkan sesuatu dari kantong celananya seperti mengambil suatu benda. Tak salah lagi yang diambil Jo adalah pisau! Lebih tepatnya silet. Karena Jo pikir tak ada senjata yang lebih tajam setajam silet. Tentu saja Jo ini terinspirasi dari salah satu acara nge-gosip di TV. Dan Jo ingin mengupas Deedi, menguliti dan mencukur rambut Deedi dengan siletnya. Keadaan mulai semakin tak terkendali.

Deedi terpukau sesaat, dan hampir terharu kagum memikirkan aksi Jo yang nekad begini demi cintanya ke Agnis. Cuma karena yang bakal menjadi korban adalah dirinya sendiri maka Deedipun segera tersadar dan membuang jauh-jauh perasaan terharu-kagumnya. Deedi-pun mulai agak kuatir dan mawas diri. Deedi gak pernah menyangka Jo bakal berbuat senekad ini. Jo yang biasanya hanya sibuk dengan urusan perawatan kulit dan rambut kok bisa menjadi se-beringas ini.

Jo mulai melangkah pelan dengan matanya yang memerah tadi. Maksud saya Jo melangkah dengan kakinya bukan dengan mata, masak itu aja gak ngerti? Dia kibas-kibas-kan siletnya ke arah Deedi, maksud Jo biar gayanya terlihat seperti seorang samurai yang sedang menebas-nebaskan pedangnya. Tapi gagal total, karena gayanya itu lebih tepat dibilang seperti pebulu tangkis pemula yang baru satu kali memegang raket. Kikuk sekali dia. Sebenarnya terlihat lucu, tapi situasi begini tentu tak cocok kalo Deedi menertawakan gaya Jo yang kaku begitu. Bisa-bisa Jo malah bunuh diri karena malu.

Jo sebenarnya gugup Juga. Wajar dong, inikan pengalaman pertama Jo menggunakan silet. Jangankan silet, pisau kue yang tumpul itu aja Jo gak pernah pegang. Makanya biar gak grogi dia mencoba memancing-mancing amarahnya sendiri dengan mengamuk dan menghancurkan benda-benda disekelilingnya. Tempat tidur, meja, barang-barang elektronik yang mahal dikamar itu dia bikin porak-poranda. Deedi hanya mampu berteriak-teriak sendiri ketika barang-barangnya satu persatu dicabut nyawanya oleh Jo. Bahkan kasur dan bantal Deedi tak luput dari amukan Jo, isi perut kasur dan bantal tersebut terburai-burai terkena jurus ngawur sabetan gila silet Jo.

“Jo...Jo!! tenang Jo! Masak kita bertengkar cuma gara-gara seorang cwek?! Sadar Jo, sadar!”
“Ciaaatt...ciaaatt” Jo sepertinya tak peduli dengan omongan Deedi. Jo melompat kesana kemari sambil menyabet siletnya kesana kemari seperti seorang samurai yang menggunakan pedangnya, meski sayang faktanya Jo lebih terlihat seperti orang yang sedang menggunakan raket listrik buat ngusir nyamuk.

“Joo...tenang Jo! Mari kita musyarawarah untuk mufakat, Jo, sesuai dengan nilai-nilai pancasila yang tertanam di diri kita, Jo!...ingat pelajaran PPKN, Jo! Ingat mata kuliah Ilmu Sosial budaya Dasar di RKU, Jo! Mari kita cari solusinya bersama-sama...jangan mau kita mati bodoh gara-gara perempuan Jo! Mari kita pikirkan dengan kepala dingin solusinya bersama-sama...”

“Solusinya adalah nyawamu, Deed!! Chiaaaattt!...” Jo masih bersemangat melompat kesana kemari, guling sana sini, menyabet-nyabet ke arah Deedi yang terus kabur dan berkelit dari serangan maut Jo yang lucu.

“Kyaaa...kyaaa...” Deedi menjerit-jerit dengan suara yang aneh. Masak cowok teriaknya pake “Kyaa...kyaaa”. Aneh, kan? Tapi mau gimana lagi, Deedi maunya menjerit-jerit dengan tipe jeritan yang begitu. Ya sudahlah, itu terserah Deedi, yang penting dia menjerit.

Tok..tok...took...

Tok...tok...tok....

Sedang asyik-asyiknya bertempur Jo dan Deedi tiba-tiba terhenti oleh suara ketokan pintu kamar beberapa kali. Dan berselang beberapa detik kemudian pintu langsung dibuka oleh si-pengetok. Dia tak mau menunggu Deedi atau Jo membukakan pintu untuknya. Dan, oh rupanya pelaku pengetukan pintu barusan adalah sang kepala Marbot mesjid, Om Khaled. Dia langsung masuk dengan santai karena memang tak perlu tergesa-gesa, kan. Bagi yang belum kenal, silahkan mengecek biodata Om Khaleed ini di episode ngawur yang lalu.

“Assalamu’alaikum...maaf ya, Saya langsung buka pintunya ni. Tadi kedengaran dari luar kalau kalian lagi asyik main kejar-kejaran gitu...karena takut ketokan saya gak kalian dengar makanya saya langsung masuk saja....” kata Om Khaleed dengan lancar. Sepertinya dia udah terbiasa berkata-kata, tidak seperti bayi yang masih terbata-bata.

Terpaksa deh si Jo harus menghentikan aksi ‘mengerikan’nya beberapa menit ke depan. Buru-buru dia sembunyikan tangannya ke belakang, takut silet saktinya terlihat oleh Om Khaleed sang kepala Marbot yang paling disegani oleh marbot-marbot di daratan Eropa ini. Deedi yang tadi udah ngos-ngos-an berguling kesana kemari pun jadi bisa istirahat sejenak. Jo lirik Deedi dan ngasih kode alias isyarat mata. Jo gerak-gerakkan bola matanya ke Deedi yang bermakna,”...Kalo masih mau melihat bulan ntar malam, jangan berani buka mulut ke Om Khaleed!!”. Pesan bernada ancaman dari kode mata Jo tentu saja secara sempurna gagal dipahami oleh Deedi. Deedi hanya melongo kebingungan melihat Jo berperilaku aneh dengan matanya.

“Gak apa-apa kan saya ganggu permainan kalian bentar? Semenit aja...”

“Eh, ng-nggak apa-apa, Ustad...” kata Jo dan Deedi hampir bersamaan.

“Gini, insya Allah ntar malam saya akan berangkat pulang ke Nias...jadi selama saya tak disini saya nitip semua urusan mesjid ke kalian berdua, ya...”

“Hah, ada apa Ustad, kok tiba-tiba mau pulang kampung?” tanya Deedi dengan ekspresi wajah kaget dan penasaran, meski nyatanya itu hanya sekedar basa basi.

“Gak tiba-tiba juga sih, saya udah mesan tiket pulang dari sebulan yang lalu, cuma memang belum sempat ngasih tau kalian aja...” Jawab Om Khaleed dengan santai tanpa perlu marah-marah karena ngapain juga marah-marah tanpa sebab.

“Orang tua nyuruh pulang, Ustad?” lagi-lagi Deedi bertanya. Tentu saja masih sekadar basa basi sekalian untuk memperpanjang percakapan. Jo melotot ke Deedi tapi Deedi tak tau karena dia memang sedang tak melihat Jo, jadinya pelototan Jo jadi sia-sia. Jo jadi kobong dan garing sendiri. Kasian.

“Oh gak... gini Deed, sebenarnya saya insyaAllah nikah minggu depan makanya harus pulang untuk beresin persiapan ini itu di kampung...”

“Wuuiihh, selamat yang Ustad, kebahagiaan dan doa dari kami berdua untuk keberkahan pernikahan Ustad Om Khaleed...semoga menjadi keluarga yang sakkinah mawaddah wa rahmah ya, Ustad...” lanjut Deedi yang di-amiin-kan oleh Jo.

“ Amiin...makasih ya” kata Om Khaleed mantap sambil bersiap meninggalkan kamar Deedi. Deedi sebenarnya mau menghentikan Om Khaleed biar bisa ngobrol-ngobrol lebih lama, tapi Jo sigap segera membukakan pintu untuk Om Khaleed sehingga Om Khaleed merasa waktunya telah habis.

“Oke, itu saja yang mau saya sampaikan, saya ijin pamit, ya...” kata Om Khaleed di mulut pintu kamar. Jo tersenyum terkembang, kembali bersemangat. Deedi kembali berkeringat panas, bingung mikirin gimana nanti menghindari serangan maut Jo yang lucu. Sedetik Om Khaleed selangkah keluar kamar tiba-tiba dia berbalik lagi. Om Khaleed melongokan kepalanya ke dalam kamar.

“Oh iya, kelupaan... saya mau bilang juga tadi bahwa calon istri saya itu orang aceh juga, lho, seperti kalian...mungkin saja kalian kenal, hmm...namanya Agnis Nomica, kenal?”.


-The End... Hahaa, akhirnya abis juga ni cerita-

Banda Aceh, 2 September 2012
Lagi jam 01.29 pagi, lagi di kamar…

Selasa, 07 Agustus 2012

Bagus Palestina


Biar keliatan keren saya sebut beliau dengan A saja. Mana tau pula ntar beliau membaca coretan ini. Kan jadinya saya nggak enak jika dipikir-pikir.

A itu datang ke Aceh setelah tsunami ‘datang’ ke Aceh. Relawan dia. Oh bukan ‘relawan’ NGO dia, ya. Kalau relawan yang itu mah ‘asyik’. Rekening relawan yang prestise begitu biasanya alhamdulillah indah dan sehat-sehat. Basah kuyup.

A ini dia relawan di salah satu ormas Islam tak populer kepunyaan pribumi di Nusantara yang kamu dan Amerika cintai ini. Yah, kalau rekening relawan yang beginian, ya gak usah digosipin juga udah tau sendiri-lah. Malah duit yang udah duluan menetap disitu harus di usir keluar dari situ. Kering.
Jadi, saya langsung persingkat saja ceritanya. Kalau ditulis terus bisa saja jadi panjang. Mengingat banyaknya perangai dan perbuatan A yang bagus untuk saya ceritain. Dari pertempurannya di salahsatu daerah di bagian timur Indonesia hingga perjalanannya sampai ke Aceh yang bukan perkara remeh temeh. Tapi tidak perlu saya tulis, karena kalau coretan ini jadi panjang saya yakin kamu menjadi pemalas. Makanya biarlah ini pendek.

Nah, singkat ceritanya, sekitar 4 tahunan lebih pasca bencana alam itu, saya –tentu ini karena takdir yang Allah ciptakan- dibikin bertemu dengan A di salah satu toko buku di Darusslam. Halah, kalian tau-lah dimana itu Darussalam, jadi gak perlu dijelaskan lagi. Buang-buang waktu saja itu.
“Assalamu’alaikum, Affif...” A tiba-tiba datang menyapa saya. Dia rupanya masuk ke toko melalui pintu. Sama seperti yang saya lakukan sebelumnya. Ini tidak aneh. 

Menjadi wajar saya terkejut dan merasa senang ketika bertemu A, soalnya sudah sekitar 1 bahkan barangkali hampir 2 tahunan kami tak pernah bertemu lagi. Sehingga menjadi wajar juga jika kami menjadi saling melempar-lempar pertanyaan tentang ini itu. Tentang perkembangan ini itu, tentang kuliah saya, tentang kegiatan ini itu, sharing tentang dunia Islam terkini, hingga hal-hal yang juga ringan bermaksud canda. Oiya, dan tentu saja tak ketinggalan ini, pertanyaan wajib para lelaki berjenggot jika bertemu, “kapan menikah, akh?”. Pertanyaan yang menyebalkan dan dijawab dengan berbagai dalih ini itu oleh yang merasa ‘terdesak’ meski di hati tetep berdoa sama Allah agar disegerakan. Halah...halah.

Setelah agak lama kami bikin diri kami berbincang-bincang, maka seolah-olah kami telah sampai pada sesi terakhir perbincangan. Beliau terdiam sebentar dan menyalami saya. Dengan senyum dia bilang dengan suara yang lebih kecil dari volum yang dia gunakan di sesi perbincangan tadi. Seolah-olah dia sedang ingin berhati-hati, padahal memang iya. 

“ Afif, mohon doanya, ya. Alhamdulillah ana tahun ini bisa berangkat ke Palestina...”

“Haaah?!! Serius, ustad? Ke Palestin?!” saya kaget, rasa-rasanya tak percaya saja ada yang kesana. Memang saya sering membaca kisah atau cerita yang beginian, tapi bertemu langsung  dan mendengar langsung dari pelakunya ternyata memang mampu membuat jantung berdegub lebih cepat dengan tiba-tiba. Apalagi kalo pelakunya ini bukan tipe pamer kesana kemari bahwa “dia-lah” yang ke Palestina.

“Insya Allah, tahun lalu ana udah daftar juga, tapi gak lewat. Tahun ini alhamdulillah bisa” A mengangguk dan dengan senyum ringan dia bilang begitu dengan tenang. Saya hanya menjawab pendek dan mengangguk iya. A minta ijin duluan, kami berpisah. Saya lihat A lagi-lagi menggunakan pintu untuk keluar. Dan itu tidak aneh. Setelah hari itu hingga hari ini saya belum pernah bertemu A lagi.

Saya tentu saja saat itu seolah-olah terlihat biasa, padahal sedang sangat kaget. Termangu. Ya Allah, jauh sekali kelasnya. Saya saat itu memang merasa minder bukan kepalang. Jadi malu, bisanya berkoar-koar kesana kemari tantang-petenteng tentang Palestina namun mendaftar untuk kesana sekalipun tidak pernah. Merepet-repet bilang cinta Palestina, tapi cintanya cinta musiman, kalau sedang heboh saja, lalu lupa. Bilang-bilang Anti-Israel ini itu, tapi justru enggan meninggalkan –minimal- produk yang jelas mendukung penjajahan mereka. Terkadang malah dengan dalih pembenaran yang dibuat-buat, jauh dari kesan seorang pejuang Islam yang teguh pendiriannya.
Ah jauh, jauh benar kelasnya. Yang satu menutup mulut sambil berlari sekuat tenaga agar bisa menginjakkan kakinya disana dan yang satu hanya sebatas koar-koar ini itu sambil diam di tempat. Bahkan lebih menggenaskan lagi hanya sebatas status-status ‘manis’ di fesbuk sambil berharap komen pujian bahwa inilah aktifis pejuang Palestina. Bah! Menggenaskan memang.

Affif, 14 Juli 2012
Lagi dikamar, lagi nunggu pagi, lagi nunggu Ramadan...