Broder, kau telah dipersodarakan denganku sejak kau bersyahadat. Begitu kata agama kita. Begitu pula ajaran Nabi yang mulia.
Sebagai salah satu bukti kau mencintaiku maka aku berhak menerima salam darimu, anggaplah sebagai hadiah. Begitupun kau, sebagai bukti aku mencintaimu maka kau memiliki hak untuk menerima salam dariku sebagai hadiah. Tak lebih aku berharap. Tak akan kurendahkan hadiah itu broder. Tak akan.
Janganlah kau cari hadiah yang mahal2 untukku. Nabi kita tidak mengajarkan materialistis dalam perihal cinta-mencintai antara kau, aku dan sodara2 kita yang lain.
“Bahwa seseorang bertanya Rasulullah Saw: Manakah (ajaran) Islam yang terbaik? Beliau menjawab: Memberikan makan (kepada orang yang membutuhkan), dan mengucapkan salam kepada orang yang kamu kenal dan orang yang tidak kamu kenal.”1)
Juga sabda Nabi yang mulia dan kita rindu-rindukan itu;
“Kamu tidak akan masuk surga hingga kamu beriman, dan kamu tidak beriman hingga kamu saling mencintai. Maukah bila aku tunjukkan kepadamu sesuatu yang apabila kamu melakukannya, maka kamu akan saling mencintai? Tebarkan salam di antara kamu.”2)
Dalam jajahan hedonisme kini, terkadang aku merindukan hadiah seperti hadiah yang diberikan oleh Abu Darda’ kepada saudaranya seiman, Salman Al-Farisi.
Al-Asy’ats bin Qais dan Jarir bin ‘Abdullah Al-Bajli datang menemui Salman Al-Farisi. Keduanya lalu masuk ke tempat Salman dalam sebuah benteng yang berada di ujung Madain.
Keduanya menghampiri Salman dan mengucapkan salam, lalu memberikan isyarat penghormatan kepadanya, kemudian berkata:”Apakah engkau Salman Al-Farisi?”
Salman menjawab:”ya!”
Keduanya bertanya: ”Apakah engkau shahabat Rasulullah?”
Salman menjawab: “Aku tidak tahu.”
Keduanya menjadi ragu mendengar jawaban Salman tersbut, lalu mereka berkata: “Mungkin bukan orang ini yang kita maksud.”
Salman lantas berkata kepada keduanya: “aku adalah sahabat kalian yang kalian maksud.”
Keduanya berkata: “Kami mendatangimu sebagai utusan dari seorang saudara kami di negeri Syam.”
Salman bertanya: “Siapakah orang itu?”
Keduanya menjawab: “Abu Darda’.”
Salman bertanya: “Mana hadiah yang dia kirimkan melalui kalian untukku?”
Keduanya menjawab: “Dia tidak mengirimkan hadiah apapun melalui kami.”
Salman berkata: ”Bertaqwalah kalian berdua kepada Allah dan tunaikan amanah. Tidak ada seorang pun yang datang kepadaku yang diutus olehnya (Abu Darda’), melainkan dia datang dengan membawa hadiah.”
Keduanya berkata: “Kami tidak mengetahui apa2 tentang ini. Namun kami memiliki harta; silahkan engkau ambil!”
Salman berkata: “Aku tidak menginginkan harta kalian, tetapi aku menginginkan hadiah yang diberikan melalui kalian berdua.”
Keduanya berkata: “Demi Allah, Abu Darda’ tidak memberikan apa pun kepada kami, kecuali dia hanya berkata kepada kami: ‘Di antara kalian ada seseorang yang jika Rasulullah sedang berduaan dengan orang itu, maka beliau tidak menginginkan orang lain selain dirinya. Jika kalian mendatanginya, maka sampaikanlah salamku untuknya.’”
Salman berkata: “Tidak ada hadiah lain yang aku inginkan dari kalian berdua, selain hadiah ini. Hadiah apa gerangan yang lebih baik daripada ucapan salam sebagai penghormatan dari Allah yang diberkahi lagi baik?”3)
Jangan kau anggap remeh hal ini, wahai braderku tercinta. Apa yang keluar dari hati, niscaya akan sampai ke dalam hati.
Jangan pula kau pandang sebelah mata, menghirup sebelah hidung atau mendengar sebelah telinga, brader. Cinta karena Allah adalah perasaaan yang akan diketahui oleh Allah. Hanya Dialah Yang Maha Mampu menyampaikan perasaan cinta itu, meski jauh dalam hitungan jarak dan tempat antara kau dan aku.
Karena itu, brader, janganlah kau lupa-lupa untuk memberikan hadiah salam sebagai bentuk cinta kepadaku. Agar tak padam-padam cinta itu. Sehingga lahirlah rindu-rindu diantara kita bila tak bertemu.
“Siapa saja yang tulus rasa persaudaraannya dengan saudaranya, maka dia akan menerima kekurangan saudaranya itu, menutupi keburukannya, dan memaafkan kesalahannya.” (Imam Syafi’i)
Baarakallaahu fiik,…(semoga Allah memberkahi segala gerak-gerik langkahmu)
Affif Herman, yang mencintaimu dengan segala kelemahannya,…
Kajhu, 18 Sya’ban 1431 H/30 Juli 2010
Bacaan pendukung:
1. Riyadhus Shalihin; Imam An-Nawawi
2. Lau Ta’lamin Kam Uhibbuki/Betapa Aku Mencintaimu:Muna Shalah
3. Jusur al-Mahabbah/Power of Love: Dr. Aidh bin Abdullah Al-Qarni
Hadits:
1. HR. Bukhari I/13, dan Muslim I/65 no 39
2. HR. Muslim I/74 no 54
3. HR. Thabrani
manthap that, brader
BalasHapuspenamedan:,.baraakalaahu fiik brader,..=))
BalasHapus