Selasa, 23 September 2014

Nyari-nyari Puisi

Sehabis subuh yang sepi. Sedang di mesjid bersama pemuda-pemuda masa lalu yang kini telah tua, kukira keren juga kalo subuh-subuh buta tuli begini ngirim puisi ke si pacar. Biar dikira sama dia saya adalah lelaki yang lumayan romantis, meski kenyataan malah tidak. Hahaha. 

 Sampai laptop kuhidupkan (dan aku juga kuasa mematikannya, bahkan aku juga kuasa menjualnya) ide untuk nulis puisi yang manis yang bisa membikin si Muna klepek-klepek ke pangkuanku juga belum datang-datang. Betul-betul gakda bakat menyaingi Sapardi Djoko Damono! Heuheuheu. Ah, iya, akhirnya teringat nama pujangga kondang itu. Jadi deh nyari-nyari puisi dianya saja. Jalan pintas dianggap pantas. :D

Nah, Munawwarah, meski bukan asli puisiku namun percayalah ada kerja kerasku dalam mencarinya via google. Hehee, gak percaya? tataplah mataku dalam-dalam, Muna. Eh, bukan mata kaki, wahai Muna! tapi mata hati. Sihiiiiiy. Jadi malu awak. Hahaha.

Udah...udah. Ini puisi untukmu Muna, yang kurampok dari Sapardi. Semoga kamu suka. Eh, bukan suka ke puisinya, tapi semoga kamu suka ke Saya-nya atuh.:))

Dalam Doaku

(Sapardi Joko Damono, 1989, kumpulan sajak
“Hujan Bulan Juni”)

Dalam doaku subuh ini kau menjelma langit yang
semalaman tak memejamkan mata, yang meluas bening
siap menerima cahaya pertama, yang melengkung hening
karena akan menerima suara-suara

Ketika matahari mengambang tenang di atas kepala,
dalam doaku kau menjelma pucuk-pucuk cemara yang
hijau senantiasa, yang tak henti-hentinya
mengajukan pertanyaan muskil kepada angin
yang mendesau entah dari mana

Dalam doaku sore ini kau menjelma seekor burung
gereja yang mengibas-ibaskan bulunya dalam gerimis,
yang hinggap di ranting dan menggugurkan bulu-bulu
bunga jambu, yang tiba-tiba gelisah dan
terbang lalu hinggap di dahan mangga itu

Maghrib ini dalam doaku kau menjelma angin yang
turun sangat perlahan dari nun di sana, bersijingkat
di jalan dan menyentuh-nyentuhkan pipi dan bibirnya
di rambut, dahi, dan bulu-bulu mataku

Dalam doa malamku kau menjelma denyut jantungku,
yang dengan sabar bersitahan terhadap rasa sakit
yang entah batasnya, yang setia mengusut rahasia
demi rahasia, yang tak putus-putusnya bernyanyi
bagi kehidupanku

Aku mencintaimu.
Itu sebabnya aku takkan pernah selesai mendoakan
keselamatanmu

Tidak ada komentar:

Posting Komentar