Senin, 08 November 2010
Si-Cebol dari daratan Kajhu,..
Senin Maghreb . Kuk,.kukuruyuuuukk!,… kukuuuuuuuruyuk yuk yuk!,… kukukuku,.. kuku,. kuku,. ruuuuuuuuyuk,.. Kokokan ayam bersahut-sahutan. Terlihat dari bentuk kokokannya bahwa ayam sekarang telah berusaha mencari ide baru dan berimprovisasi dalam berkokok. Ini tentunya merupakan sebuah terobosan yang sangat menjanjikan dalam dunia tarik suara per-ayam-an. Sangat mengharukan. Lha, magrib kok ada Ayam berkokok fif?? Hihi suka-suka yang nulis-lah.
Aku baru saja mencicipkan kaki di rumah dan azan magrib yang memanggil di mushalla di komplek baru saja selesai. Muazin di mushalla bermurah hati memberikan peluang bagi jamaah untuk shalat sunnat terlebih dahulu, dan tak lupa memberiku kesempatan untuk minum dan ganti baju. Oh terima kasih Muazin di komplekku, engkau sungguh berakhlak terpuji lagi berhati mulia. Aku terharu padamu. Aku juga tersanjung VI.
Aku tiba di mesjid ketika imam sedang membaca surah Al-Fatihah. Eh, lebih tepatnya aku tidak tau beliau sedang membaca surah apa, beliau membaca dengan sir (samar), karena cuma ada 1 orang jamaah di mushalla. Hm,..apakah satu orang boleh disebut jamaah??ah aku tak membahas bab itu dulu kali ini. Ya, rupanya muazin yang berhati mulia tadi sedang merangkap jabatan dalam shalat magrib kali ini. Beliau menjabat sebagai Muazin dan Imam sekaligus dan juga makmum sekaligus. Namun aku segera bergabung dengan beliau sehingga jadilah kami shalat berjamaah yang sempurna menurut jumhur ulama. Alhamdulillah. Yah, bukannya mau pamer, cuma kuharap kamu tak iri hati melihat aku bisa shalat berjamaah.
Di mushalla tadi sebenarnya juga ada beberapa anak-anak yang sangat tertinggal jauh dari status balig. Mereka ke mushalla memang tidak berniat untuk shalat tapi hanya untuk menghadiri meeting dengan kawan-kawannya yang lain. Imam membaca Surah al-Qur’an sedangkan mereka berlemak-gosip di belakang hijab, di tempat yang biasanya diisi oleh muslimah yang sudah beriman di komplek ini.
Sewaktu aku tiba di mushalla tadi memang sempat kusapa mereka. Bukan mau sok ya, tapi karena Nabi juga nyapa anak-anak jika Beliau sedang melewati mereka. Yah, ini bukannya mau pamer, cuma kamu kuharap jangan iri hati dengan yang telah kuperbuat.
“eh, gak shalat ni?”aku bertanya pelan.
“iya bang,.” Beberapa orang lelaki cebol ini menjawab kompak tanpa melihat ke pemuda yg bertanya tadi. Pemuda itu dicuekin mentah-mentah. Akupun berusaha untuk sabar nan tabah. Bukan mau sok ya, tapi Qur’an dan Nabi juga menganjurkan agar kita bisa banyak-banyak belajar sabar dan tabah. Yah, ini bukannya mau pamer, cuma kuharap kamu tak iri hati karena aku tadi juga berusaha untuk bisa sabar.
Namun fakta yang terjadi di depan mataku adalah bahwa hingga shalat magrib selesai mereka masih sibuk dengan gosip-gosip dunia mereka. Shalat selesai, gosip merekapun selesai. Bubar. Mereka langsung berpencar mencari sesuap nasi di rumah orangtuanya masing-masing dan sangat tidak mungkin mereka mencari sesuap nasi ke rumahku. Aku menebak jika para orang tua mereka bertanya begini,“darimana nak? Udah shalat??” Mereka akan menjawab dengan yakin dan pede, “ini baru ja dari mushalla mak,..mak makan.” Jawaban yang sangat bulus dan licik bukan?.
Ketika aku keluar dari mushalla rupanya masih ada seorang pria cebol yang belum balig tadi dengan tinggi badan tak lebih dari sepinggangku duduk di tangga mushalla. Kawan-kawannya yang lain telah pulang, dan ia masih tercecer di mushalla. Ketika melihatku keluar ia bangun melihatku.
“ ini Honda abang??keren bang ya” ia menyapaku. Dan entah kenapa sore ini aku ke mushalla pake sepeda motor, padahal jaraknya cuma beberapa ribu jengkal kaki kecoa. Biasanya juga jalan kaki. Oh iya, di Aceh, “Honda” itu merupakan panggilan sayang untuk seluruh jenis sepeda motor.
“iya, keren ya. Klo abang keren gak??kutanya ke pakcik cebol itu sambil memakai sandalku.
“eh? hehehe,..honda abang yang keren.” Dijawabnya sambil melihatku sepenuh muka dan badannya. Mungkin ia tak menyangka akan bertemu dengan pemuda aneh yang norak. Ketika pakcik cebol ini nyengir maka tersingkaplah kebenaran yang tak bisa dibantahnya. Bahwa ternyata giginya telah banyak yang berguguran meninggalkan sarangnya. Ompong.
“jeh??”aku belum terima jawaban si-cebol, meski sambil tersenyum-senyum melihat giginya.
“bang, antar saya pulang-laaah” pakcik cebol itu tiba-tiba mengajukan penawaran.
“hah, antarin??kitakan nggak kenal??”apa-apaan anak cebol ni. Baru kenal langsung ajak-ajak ke rumahnya kayak keong racun saja. Sori-sori jek! Huh, jangan-jangan pujian untuk motorku tadi juga adalah sekadar basa basi dalam diplomasi saja. Bagooeess!!.
“alaaah abang ni, rumah saya dekat,..tu,..dekat itu,..” ia tunjuk-tunjuk ke-arah rumahnya.
“antarlah bang,...” Ia meminta lagi.
“kenapa mesti abang antar?”
“takut saya bang”
“hah? Takut apa?”
“antarlah bang,.”
“yaudah, yok naek,..”
“cihuyy, naek motor kereeennn,..”pakcik cebol itu langsung kegirangan dan menaiki motorku.
“eh, klo abang keren gak?” Aku bertanya lagi. Si-cebol cuma diam tanpa memberi sinyal akan menjawab pertanyaanku. Pertanyaan terakhirku ini tak dipedulikannya. Huh, memang kurang asem ni bocah. Dan kami pun berboncengan. Kuharap kau tak iri hati ya, karena Nabi kita juga pernah membonceng anak-anak dengan Untanya. Bukan mau pamer sih, cuma kuharap kamu tak iri hati saja hehe.
“rumah saya di ujung tu bang, yang ada kios” ia menunjuk-nunjuk. Tapi tak kupedulikan.
“memang kenapa takut pulang?”
“eh, emang abang gak taauuu??”
“nggak tau apaan?!!” aku kaget.
“klo magrib tu banyak jin di lepas bang!!” katanya dengan nada yang sangat serius. Aku mau mati-mati ketawain bocah cebol ini. Tapi karena ia bercerita dengan serius dan pelan maka aku cuma nahan-nahan ketawa. Menghormati gitu-lah,..
“hah? oya? jin dilepas??”
“iya-e bang,..” pakcik cebol yang membaca aja belum beres itu benar-benar serius.
“oooh, gitu ya, jadi jinnya dikurung dalam kandang gitu ya, klo udah magrib di lepas, kayak bebek aja,..”
“eh, hehehe,..” dia cuma ketawa ‘hehe’. Dan akupun jadi ikut ‘hehe’. Kami berduapun ‘hehehe’.
“klo abang keren gak?” tiba-tiba aku bertanya gak nyambung lagi.
“eh? hehe,..” dia cuma ngasih ‘hehe’ lagi. Dan akupun lagi-lagi ikut ‘hehe’. Kami berduapun lagi-lagi ‘hehehe’. Bukan mau pamer sih, cuma kami ngobrol dengan akrab saat itu, bak Ayah dan anak lelaki pertamanya. Yah, kuharap kau tak iri hati saja ye.
“ stoopp bang,..stoop,..ni kioossnya!!” dia sedikit teriak kayak nyuruh berhenti sopir labi-labi (angkot). Aiiih.
“eh, disini ya rumahnya?”
“iya bang,..ini kios Bang Apri, ini yang namanya kios B-a-n-g A-p-r-i, bang!!” pakcik cebol ini sedikit berteriak dan mendikte gitu, seolah-olah klo aku salah membaca nama kiosnya maka bakal dicambuk oleh satpol PP. Dan terkesan seolah-olah kios ini udah terkenal seantero Aceh. Gayanya bikin aku mau melempar pakcik cebol ini ke keranjang Bola Basket trus kuikat kakinya untuk dijadiin umpan pancing ikan di jembatan lamnyong. Tapi aku masih tetap bersabar, yah, bukannya mau pamer sama kalian ya, tapi ya begitulah…=)
“oh ini kios bang Apri ya,..” aku mengangguk takzim sok menghormati untuk meladeni gaya bocah cebol ini.
“bang Apri tu siapa??”
“bang Apri tu ayahku bang!!,..” si-cebol ini menjawab dengan suara yang setengah berteriak dan menganggap aku layaknya anakmuda yang SMU-pun belum tentu bisa lulus, sehingga seolah dia memintaku untuk menjaga sikap serta etika ketika bertanya dan menyebut nama Ayahnya. Kurang ajaarr! Ia melenggang-bayam-kangkung masuk ke pagar rumahnya di samping kios tadi.
“oooh bang Apri kepala lorong itu kan,..oh ini rumahnya??”
“iya bang,..hehehe” gigi pakcik cebol yang telah berguguran itu terlihat lagi olehku. Aku baru ingat bahwa bang Apri ini merupakan pejabat tertinggi di lorong kami. Kepala Lorong nama jabatannya. Bukan sembarang jabatan. Dialah jagoan lorong kami yang siap memantau dan mencium segala hal perkara yang bisa mengganggu ketentraman lorong. Sungguh bang Apri adalah kepala lorong idaman para janda-janda dan anak-anak yatim. Aku mengenal bang Apri karena beliau sering ke rumah untuk mengabarkan pesan-pesan suci hasil musyawarah kaum di komplek kami. Terutama pesan suci untuk menghadiri gotong royong komplek.
“okelah, abang pergi ya,..”
“iya bang,..”si-cebol langsung masuk kerumahnya tanpa mengucapkan terimakasih sepeserpun kepadaku. Mungkin bocah cebol ini pikir aku adalah hamba sahaya Ayahnya di komplek ini, maka sudah sangat wajar jika aku mengantarkannya pulang dengan selamat terhindar dari gangguan jin yang dilepas selepas Magrib. Awaslah kau bocah!.
Sewaktu pulang kembali ke-rumah kost aku ketawa sendiri melihat gaya sok paten si-cebol tadi ketika menyebut Ayahnya. Sejenak ia membuatku iri. Si-cebol ini mengingatkanku pada Ayahku yang telah meninggal. Dan aku dibuatnya rindu. Besok adalah hari raya Idul Adha dan rindu kepada lelaki yang kupanggil Ayah itu semakin menjadi-jadi…
15 November 2010/ Kajhu.
Affif Herman bin Herman Hanif bin Hanifuddin Ali bin Teuku Muhammad Ali bin Teuku Muhammad Din bin Teuku Lon.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Wow! jika tak ada tanggal di bawah postingan ini, saya pasti sudah berpikir, Anda membuat begitu banyak postingan dalam sehari. Mengagumkan sekali :mrgreen:
BalasHapusWell. Jurnal yang sungguh baik. Khas postingan Lelaki-Boemi; kocak. Tapi tak lupa menyelipkan nilai.
good job.
Ehtapikan, filosofi satu koma dua titik itu apa ya? *bingung.com*
Ada banyak kalimat, bahkan judulnya itu pakai satu koma dua titik >> ",.."
@lelaki boemi: sesuai dengan kaidah lama, tulisan berhikmah lebih utama dari tulisan berEYD. Tapi percayalah kalau tulisan yang baik bukan hanya kaya hikmah, tapi juga membuat pembaca nyaman saat membacanya
BalasHapus@bunda riza si pelayan FLP: saya suka komen anda:D
napa fif??ga da yg bawain daging??ckckckck...
BalasHapusberarti si cebol emang mantab dan gemesin tuh hehe
BalasHapus