(hehe ini merupakan salah satu soal ujian akhir dari FLP, karena akhir2 ini jarang melamun untuk nyari ide cerita, maka dengan kejam kuambil soal ini. Kira2 soalnya begini: Sambunglah cerita dibawah ini menjdi cerita yang mnghibur, “Saya adalah seekor kelinci yang sedih. Setiap hari saya selalu menangis. Alasannya klasik saja, tidak ada yang mengakui saya sebagai seekor kelinci. Mengapa? Sebab…….??” Dan kujawab disini dengan, …eng,..ing,..eng.,,..jadi apa ya?? Mohon dibantu ya? Bim salabin jadi apa,..prok,.prok,..prok!!)
****
Saya adalah seekor kelinci yang sedih. Setiap hari saya selalu menangis. Alasannya klasik saja, tidak ada yang mengakui saya sebagai seekor kelinci. Mengapa? Sebab, saya sebenarnya merupakan anak tiri. Saya diadopsi dari keluraga gajah di benua yang dianggap sebagai lahan liar raksasa terakhir di planet bumi, Afrika.
Secara di KTP saya berasal dari Negara Kenya, dekat-dekat dengan Ethiopia dan Somalia. Kalau saudara-saudara mau kesana jangan lupa mengajak pak Afif, dia orangnya suka jalan-jalan, dia pasti senang. Saya berdomisili di Taman Nasional yang luasnya minta ampun, nama Tamannya adalah Amboseli, keluarga kandung saya disana. Kalau ada waktu bolehlah singgah barang sehari-dua hari.
Keluarga gajah saya tergolong miskin dan mengkuatirkan pemerintah, jangankan untuk memenuhi kebutuhan sekunder seperti membeli alat-alat kosmetik, modem internet dan hape, untuk kebutuhan sehari-hari saja keluarga saya uring-uringan. Keluarga saya sudah boleh digolongkan kepada kelompok “yang boleh dikasihani”. Maka kasihanilah kami dengan men-infaqkan Hape dan alat-alat kosmetik kalian. Jika masih berat untuk berinfaq maka hadiahkanlah.
Oh iya, dirumah saya di kampung gajah, saya memiliki tetangga yang baik hati. Mereka hobi berbagi jika ada makanan yang mereka dapatkan. Saya dan keluarga tentu sangat senang, ditengah gempuran dunia yang serba individualis speerti saat ini masih ada juga keluarga yang senang berbagi seperti tetangga gajah saya yang dermawan itu. Semoga rejeki mereka semakin dimudahkan oleh Rabb Pencipta kami.
Nah, kira-kira tentu kalian sudah sedikit tahu kondisi keluarga gajah saya yang jarang nonton TV dan tak punya modem internet itu. Oleh karena itu-lah keluarga tercinta saya bersepakat mencoba mencari orang tua asuh untuk saya. Ini bukan berarti keluarga saya tidak sayang, tetapi ini demi perkembangan dan pertumbuhan saya ke depan. Ayah gajah saya ingin saya mendapatkan kehidupan dan pendidikan yang layak dan baik, beliau tak rela saya terus-terusan menderita dan tak sekolah. Saya mencoba memahami dan berusaha menerima keputusan keluarga untuk mau diadopsi.
Saya diadopsi oleh keluarga kelinci yang bijak dan tidak merokok dari Skotlandia. Mereka mengadopsi anak untuk mengobati kesepian mereka karena anak-anaknya telah menjadi (maaf) sate kelinci di beberapa restoran di Korea. Ayah kelinci alias ayah tiri saya pernah berujar mengapa ia mengadopsi anak, sebab ia tak mau seperti seorang aktor besar yang bermukim di Paris dari jenis manusia yang bernama Omar El Syarif. Ayah tiriku berujar bahwa, dalam kesepiannya Omar pernah berujar perlahan,”Ambillah segenap kekayaan dan popularitasku, tapi berikan aku seorang anak, biarkan tangisnya memecah sunyi dalam jiwaku. Aku ingin jadi ayah!”, ayah tiriku menceritakan hal itu padaku dengan hati yang berkaca-kaca. Beliau tak mau seperti Omar. Oh iya, kalau saudara-saudara juga mau ke Skotlandia jangan lupa mengajak pak Afif, dia pasti senang jika diajak jalan-jalan.,..hehe.
Itulah sebabnya sekarang saya diasuh oleh keluarga kelinci bangsawan ini. Awalnya saya memang mengalami shock culture yang dashyaat. Tiba-tiba saya harus menumbuhkan kumis dan tidur di lubang-lubang. Saya juga tiba-tiba harus doyan makan wortel agar mata bisa sehat dan bulat-bulat mengkilat. Namun setelah lama bergaul dan hidup dengan keluarga tiri saya ini saya juga masih mengalami shock culture. Ada perbedaan-perbedaan prinsip yang tak bisa saya terima, khususnya masalah hidung dan telinga saya yang berbeda dengan mereka. Keluarga tiri saya meminta hidung dan telinga saya diganti agar mirip dengan mereka. Berulang-ulang kali ayah dan ibu tiri saya mengajak saya ke salon untuk memermak perfomance saya, tapi saya menolak. Dan resikonya ya saya sering dikucilkan oleh teman-teman di sekolah. Mereka tak mau bermain dengan saya. Dan saya bersedih-sedan di dalam kesepian pertemanan.
Namun akhirnya keluarga tiri saya yang tidak merokok pasrah, mereka tak mau mempersoalkan masalah performance saya lagi. Mereka menghargai keragaman kami. Saya beruntung mendapatkan keluarga asuh yang baik hati dan berbudi ini. Bahkan kini ibu tiri saya mendukung saya sepenuhnya.
“be yur self, honey,..yu’re my best,..yeah, yu’re my best!!.” Kata ibu tiri saya penuh dengan kelembutan nan kasih sayang seorang ibu. Tak lupa ia suapkan wortel tumis kangkung yang dipadan dengan terasi udang ke mulutku. Ah, Saya bersyukur sekali.
Ibu dan Bapak tiri saya juga sering mengajarkan agar saya harus sering memuji Rabb Penguasa langit dan bumi ini. Yah, tentu kau tahu bahwa kami juga punya cara sendiri bertasbih kepada Rabb kami dengan bahasa yang tak kalian pahami dari dunia manusia (1). Saya juga diminta bersabar menghadapi segala cobaan hidup yang sejatinya cuma sementara ini. Ibu tiri saya juga berpesan, bahwa saya jangan pernah berharap akan menjalani hidup tanpa dihadang oleh ujian-ujian, karena hidup yang tak berhadapan dengan ujian rintangan dan tantangan bukanlah hidup.
“Engkau harus “hidup” anakku!” Aku terharu.
Teman-teman yang budiman, mungkin demikian saja sejarah singkat mengapa saya menjadi kelinci yang sedih. Saya harap teman-teman sudah paham dan juga ikut bersedih. Saya juga berpesan kepada teman-teman yang sepenanggungan dan tidak merokok seperti saya agar tak terlalu terlarut dalam sedih dan duka. Pasti ada hikmah kebaikan dari setiap perkara kehidupan kita. Oh iya, terimakasih special buat Pak Afif yang mau memuat cerita sedih saya di blognya, saya tunggu Bapak di Afrika!! Salam Super...
*Hehe The-End
Meunasah Papeun, Lamreung. 25 Oktober 2010.
Affif Herman bin Herman Hanif bin Hanifuddin Ali bin Teuku Muhammad Ali bin Teuku Muhammad Ali bin Teuku Loen
(1): “ Langit yang tujuh, bumi dan semua yang ada di dalamnya bertasbih kepada Allah. dan tak ada suatupun melainkan bertasbih dengan memuji-Nya, tetapi kamu sekalian tidak mengerti tasbih mereka. Sesungguhnya dia adalah Maha Penyantun lagi Maha Pengampun.” (Al-Isra’; 44)
panjang amat ceritamu nak... kakak aja cuma 2 paragraph ssepertinya .. sudah pegal2 tangan ni nulisnya :))
BalasHapusdan sama... kelinci kk juga diangkat anak.. tapi oleh monyet ... :))
@kak fida: wah,sesuai dgn yg saya harapkan kak. bagus sekali mmg klw diangkat oleh monyet. lbh manusiawi sptnya
BalasHapus@afiff: EYD diperbaiki lg, sdh lebih bagus sptnya. Lain kali klw ujian semua soal dijawab,jgn ditinggal2.
yok ke makassar bulan maret nanti, ataw ke mynmar bulan june 2011...!!! :)
BalasHapusAlasannya klasik saja,tidak ada yg mengakui saya seekor kelinci.mengapa?sebab karna saya memang bukan klinci...tadinya saya manusia. akibat segelintir ilmuan gendeng yg mencampur adukkan beberapa zat bla bla...seenak dengkulnya, jadilah aku seperti ini.ya klinci..klinci teman...dapatkah kau percaya???dan asal kau tau,kau mengenal sebutan klinci percobaan dari kisah tragisku ini...dapatkah kau bayangkan???betapa tersiksanya aku...tak di akui sebagai manusia...sebagai klincipun tidak...ya wajar karena bahasaku msh bahasa Indonesia raya...jiah...!!!
BalasHapusRichie Jurisal binti Salihin bin Abdul Majid bin Adam bin Teuku Prang bin Teuku Lhok Tok Nge