Ahad pagi. Karena sama-sama lelaki aku tak terlalu memperdulikan bujang yang dalam pandanganku “nggak jelas” itu. Tak ada peluang diantara kami untuk saling jatuh hati (ya-eyalah!). Dengan oblong yang sangat merindukan Rinso dan Byclin pemutih itu dia datang dari arah yang berlawanan denganku. Oh ya, dia memakai celana tanggung coklat yang menutup lutut saja, sepertinya sih bau.
Matanya merah akibat miskin tidur alias pengikut fanatik “jamaah begadang”, dan dihiasi muka yang tidak semulus Brad Pitt, tentu tak perlu kujelaskan lagi, berminyak. Rambutnya acak-acak runcing khas ala “telat bangun tidur” plus dipadan dengan desain kumis pendek yang bertaburan seenak jidatnya dibawah hidung diatas bibir. Fakta-fakta diatas membuatku harus mengambil kesimpulan yang berat dan menakjubkan, bahwasanya ia pasti seorang lelaki yang belum diurus oleh seorang muslimah beriman secara halal! ehem,…
Sepeda motor Supra yang juga sudah uzur ia kendarai sambil merokok. Banyak gaya. Huh, aku semakin nggak respek, bahkan ekor matakupun malas melirik. Buang-buang waktu pikirku. Di hari semangat sumpah pemuda palsu negeri antah berantah begini masih ada juga bujang-bujang lapuk yang lepas berkeliaran. Apa kata duniaaa??! Menpora harus bertanggung jawab akan hal ini.
Namun tiba-tiba, pemuda yang jadi ghibahan hatiku diatas mendekatiku dengan motor uzurnya. Karena lagi santai aku memang mengendarai motorku dengan santai sehingga mudah di susul, kalau lagi buru-buru aku akan mengendarai motorku dengan buru-buru. Kalau lagi tidur, aku tidak akan mengendarainya sambil tidur.…hehe
Ehem, maaf, beck tu our topic. Fokus,..fokus,..
Dia mendekatiku pelan. Aku semakin malas bersapa-ria. Huh.
“Bang, cagak motor abang,..” ia tersenyum lembut mengingatkan sambil matanya memberi kode ke arah cagak motorku yang masih tegak dan bisa membahayakanku itu.
Jleb! Perbuatan baik pemuda yang kuanggap ‘nggak jelas’ tadi menancap daleeem!
Apa??!dia mengingatkankuuu?! Aku tak percaya. I- ini tidaak mu-mungkinnn??! Ti,..ti-tidaaaaaaakkkk!! Ternyata dia adalah pahlawan cagak sepeda motor yang berhati mulia!! Tak kusangka-kira.
Pemuda itu langsung cabut dengan motor supra uzurnya. Aku teringat mie pangsit (gk nyambung!, maaf). Aku tersenyum malu getir sendiri, salah-tingkah, sambil menaikkan cagak motorku. Bahkan aku tak sempat berterimakasih ke pemuda yang telah kuejek-ejek setengah mati diatas. Aku merinding. Astaghfirullah7x!!!
Aku dihantui dan disepak rasa bersalah. Aku telah menghina-dina si-pahlawan cagak tadi dengan lezat di dalam hati, dan bahkan tadi sampai tak mau meliriknya. Dan tanpa mengharapkan apa-apa ia datang untuk mengingatkanku. Ooomaaaaann, aaarrggghh,,.malu, aku betul-betul malu pada diri sendiri dan Menpora.
Alahai, aku tadi begitu terlanjur menikmati betapa Yummy-nya merendahkan pahlawan cagak diatas dengan pandangan sebelah mata, hirupan sebelah hidung dan pendengaran sebelah telinga, cuma karena penampilannya yang ‘nggak jelas’ di lihat mata. Aiih, ya Allah, sepertinya malaikat telah mencatat perbuatan hatiku di atas dan mencatat kebaikan si-pahlawan cagak tadi, dan tak mungkin aku berharap Malaikat silap atau tertukar dalam mencatat. Waaahh, gawat, habislah kito,.. Huff.
Hah, adakah kau perhatikan perangai burukku diatas?? Padahal begitu banyak teori berpikir positif yang telah kubaca. Aku juga benar-benar tahu istilah-istilah “jangan menilai seseorang dari cover”nya, “no body is perfect” atau yang sejenis . Atau aku juga dengan mudah bisa menuliskan kata-kata bijak dan manis di jejaring sosial Facebook atau di tulisan-tulisan. Namun, demi Allah, teori-teori tersebut kalah telak, menggelepar tak berdaya, ketika berhadapan dengan realitas saat itu.
Dengan kejadian tadi aku juga bisa dikenakan Pasal berlapis, yaitu; Mengkhianati Etika Ber-ukhuwah Sesama Muslim dengan sengaja! Dan juga terjerat dengan ayat “..maka janganlah kamu mengatakan dirimu suci. Dialah yang paling mengetahui tentang orang yang bertakwa (An Najm; 32).” Uuuggghhh…
Bahkan tanpa ada yang mengundang, matematikawan jenius peraih nobel, John F. Nash, datang menyindirku, “Afif, Perhaps it is good to have a beautiful mind, but an even greater gift is to discover a beautiful heart.” Tanpa ampun pepatah lokal yang telah dimodifikasi juga ambil bagian menghinaku,
”tak akan lari gunung di kejar.” Eh? maaf, bukan itu. Tapi pepatah yang ini,
“wahai anak kampung, kuman di seberang lautan tampak olehmu, tapi gajah dipelupuk mata tak tampak, banyak-banyaklah ngaca diri, jangan memberi kaca ke orang lain!”. Aiihh,..aku tertunduk.
Tak mau kalah, pepatah Arab juga nimbrung mengatakan, bahwa,…….” (aarrggghh,…stooopp,..stop,..stoooppp!! tolonglah hentikan pepatah-pepatah yang menyakitkan ini!!plisss,.pliss!,..)
Rasa bersalah ke pahlawan cagak dan kepada Menteri Pemuda-Olahraga lagi-lagi menikam hatiku dari belakang. Jleb! Jleb!.. berkali-kali. Berkali-kali.
Huff.
Curhat hari ni sekian.
Kajhu, Ahad, 31 Oktober 2010
Affif Herman bin Herman Hanif bin Hanifuddin Ali.
dibawah ini contoh bentuk poto penyesalan yang mendalam,..hehe
Kamis, 28 Oktober 2010
Kepiteng,..
“praankkk,..prenkk,..jreengg,..bukk!!” piring dan gelas melakukan lompat jauh.
“abangda manis udah nggak sayang dinda lagi!!” raungan emosi seorang gadis muda sambil melempar gelas ke dinding sekehendak hatinya bak melempar bola kasti. Meskipun terlihat sangat marah tapi sepertinya ia belum rela berpisah dengan pemuda di depannya. Ini terlihat dari cara gadis ini yang masih memanggil pemuda itu dengan sebutan “abangda manis”. Ah sepertinya ini marah yang disengaja, marahnya wanita. Atau apakah ini yang namanya marah cinta?? Ah, aku tak tahu,..
“di-dinda di hatiku seorang, tenang dul-u,..” pemuda itu mencoba berdiplomasi dengan panggilan yang tak kalah noraknya seolah sedang berakting ala sinetron Vietnam.
“ngggaaaaaaaaaaaaakkkkkk!!! Abangda udah nggak sayang,.ngggaaakkk,..nggaakk!!” diplomasi pemuda itu gagal. Ia diam. Bingung.
*Pemirsa, rupanya kita sedang berada di dalam perperangan rumah tangga pasangan muda. Jadi mari kembali kita saksikan dengan seksama agar ini menjadi pelajaran bagi kita nanti,..hehe.*
Suasana begitu mencekam. Semut-semut merah di dindingpun diam terpaku menyaksikan sepasang kekasih yang masih muda ini. Suhu ruangan juga terasa bertambah panas sehingga cicak-cicak yang biasanya beraktifitas lalu lalang hanya berani mengintip dari celah-celah plafon tanpa berani berbunyi, jelas mereka tak mau jadi sasaran lemparan piring dan gelas dari seorang istri yang barangkali sedang dibakar cemburu ini. Kali ini semut merah dan cicak kompak tutup mulut agar nyawa tak melayang.
“wahai rembulan di hati abangda seorang,..sebenarnya abangda,..” pemuda itu tak mau menyerah mencoba untuk bicara. Tetapi tetap norak.
Gadis yang merupakan istrinya tersebut berakting menutup kuping dan mata. Ia tak memberikan kesempatan suaminya yang sedang sok-sok merayu di depannya. Kali ini rayuan tak mempan baginya, tapi walau demikian, jujur di dalam hatinya ia tersenyum habis-habisan karena dirayu suaminya. Aiihh2,..
Pemuda itu lagi-lagi terdiam.
Bingung lagi.
Hening.
Suara detik jam dinding merek Seiko pun terdengar. Semut dan Cicak tegang tak berkedip.
Melihat suaminya tak merayu lagi dan terdiam, si-perempuan panas lagi. Menyalak dengan keras semirip Titi Dije yang jempol kakinya sedang tergilas Bus.
“abangda selalu egoiiisss!! Abangda penyejuk mataku selalu nggak mau mendengar penjelasan dinda!! Abangda,.,…udah nggak sayanggg adinda lagiii!!” air matapun ia tampilkan senyata mungkin, sehingga membuat suami nya makin salah tingkah. Dibebani rasa bersalah yang mendalam sedalam-dalamnya.
“iya, tetapi dindaku seorang, masalah hukum kepiting itu masih banyak perbedaan pendapat ulama di dalamnya! Mohon berikan abang kesempatan untuk menjelaskannya” pemuda itu langsung mengambil kesempatan berbicara.
Ia pegang dengan lembut tangan istrinya. Perempuan itu menarik tangannya dengan membuang muka, acuh. Pemuda itu memegang lagi tangan istrinya biar keliatan seperti di telenovela-telenovela. Namun istrinya menarik lagi tangannya. Pemuda itu bingung. Istrinya senang. Oh Tuhan.
Hening.
“tolonglah, dengarkan adinda sesekali abanda sayang!!” istrinya juga tak mau kalah noraknya. Pemuda itu tak bergeming, ia menatap istri didepannya. Ia mencari-cari kemana dan apa kira-kira keinginan istrinya tersebut.
“Abangda, kepiting itu hidup di dua alam, alias hewan amfibi. Abangdaku, di fiqih, untuk hewan amfibi ini disebut dengan istilah barma’i sehingga beliau merupakan hewan yang haram dimakan. Haram wahai abangda!!”
“tetapi dalil-dalil yang digunakan untuk mengharamkan hewan amfibi belum kuat wahai adinda belahan jiwaku seorang,..”
“abangdaaaa!!! Adinda rembulan di hatimu ini belum selesai bicaraaa!!,..tuh kan, abangda udah nggak sayang adinda lagi,.!!!”
“ah iya, lanjutkanlah,...” si pemuda norak itu jadi stres. Makan hati.
“nah, keharaman akan hewan amfibi banyak dibahas di buku-buku fiqih, abangda,..di kitab Nihayatul Muhtai-nya Imam Ar-Ramli yang berasal dari kalangan mahzab As-Syafi’i dengan tegas bilang bahwa hewan yang hidup di dua alam, air dan darat itu haram. Tahukah engkau hal itu abangku?”
Perempuan itu memandang suaminya yang dari tadi diam dan kelihatan sabar mendengarkannya. Kini ia yang memulai menggenggam tangan suaminya itu. Sambil tersenyum ia berkata lembut,
“abangda, dinda mengerti niat baik abangda membawa pulang se-goni kepiting ke rumah, namun salah seorang ulama kita, Yusuf Qardhawi bilang, bahwa niat yang baik tidak dapat membenarkan yang haram…”
Hening.
“dindaku, rembulan dan melati yang harum mewangi sepanjang detik di hatiku,.bolehkah kini abangda berbicara?” dengan rayuan yang lagi-lagi norak minta ampun si-pemuda mencoba bersuara. Istrinya memasang ancang-ancang untuk kembali meraung. Tetapi rayuan super gombal tadi cukup mampu menahan raungannya hanya sampai di pangkal tenggorokan. Ampun dah.
“Kepiting hanya bernafas dengan insang, dinda. Beliau tahan hidup di darat selama 4-5 hari karena insangnya menyimpan air. Tanpa air kepiting akan mati, adinda, beliau itu tak bisa terlepas dari air, tak bisa...”
Perempuan itu lumayan kaget mendengar penjelasan suami semata-wayangnya itu. Ia simpan dulu sementara emosinya. Ia mulai sedikit mau mendengarkan.
“Bapak Dr. Sulistiono yang merupakan ahli dari Fakultas Perikanan dan Kelautan di Institue Pertanian Bogor (IPB) bilang bahwa kepiting bukanlah hewan amfibi, dinda. Formula fiqih yang adindaku jelaskan diatas memang benar adanya, namun tidak berlaku untuk kepiting…adinda tidak salah, namun menurut abang, mungkin barangkali dinda sedikit keliru menggolongkan pakcik kepiting ke dalam hewan amfibi,..” Pemuda itu memandang lembut istrinya. Ia menjaga-jaga kata jangan sampai istrinya emosi ala Titi Deje lagi.
Perempuan itu mulai berpikir.
“adinda,..bukankah asal segala sesuatu dan kemanfaatan yang diciptakan Allah adalah halal dan mubah, kecuali ada nash yang shahih dan tegas dari Allah yang mengharamkannya,...iya kan?? Pemuda itu menggantungkan pertanyaan. Istrinya mengangguk pelan, sepakat.
“maka hukum asal kepiting kembali ke asalnya yaitu halal, dan ini dikuatkan oleh fatwa Majelis ulama Indonesia kita lho…”
Perempuan itu tertunduk sebentar, ia berpikir.
Hening
Dan tiba-tiba, si-perempuan itupun memeluk suaminya sambil menangis-mewek layaknya pilem-pilem ABG korea. Semut-semut dan cicak pun berpelukan berurai air mata.
“oh abangda,..”
“Adinda,..” (berlari-lari dengan adegan slow motion dan berpelukan kayak sinetron2 lebai)
“udah,.udah,.jangan nangis lagi, ntar abangda Spider belikan buku sama jilbab baru dah,…” si pemuda yang ternyata bernama Spaiydermen ini menenangkan istrinya.
Si-istripun tersenyum senang kemenangan, sambil membuat lambang V alias victory dengan jarinya ke arah semut-semut dan para cicak. Semut dan cicak yang tadi ikut terharu mendadak terdiam kaget, eh?! Semut dan cicak saling berpandangan serasa mencium ada yang tak beres. Aiihhh,.. apakah dari pertama tadi ini semua merupakan skenario si-istri??! Wallahu’alam…hehe
*hahaha parah2. the end*
Kajhu, 19 Dzulkaidah 1431 H/27 Oktober 2010
Lelaki Boemi/Affif Herman bin Herman Hanif bin Hanifuddin Ali bin Teuku Muhammad Ali bin teuku Muhammad Din bin Teuku Loen.
Bacaan pendukung: Halal-Haram, Syaikh Yusuf Qardhawi. Fiqh Kuliner, Ahmad Sarwat, Lc.
Salah satu prinsip Islam tentang Halal-haram:
1. Bahwa Asal segala sesuatu dan kemanfaatan yang diciptakan Allah adalah halal dan mubah, dan tidak ada yang haram kecuali apa yang disebutkan oleh nash yang shahih dan tegas dari Pembuat Syari’at ang mengharamkannya. Apabila tidak terdapat nash yang shahih-seperti sebagian hadits dha’if – atau tidak tegas penunjukkannya kepada yang haram, maka tetaplah sesuatu itu pada hukum asalnya, yaitu mubah.
2. Niat yang baik tidak dapat membenarkan yang haram. Sesuatu yang haram tetaplah haram, bagaimanapun baiknya niat pelakunya, mulia tujuannya, dan tepat sasarannya. Selamanya Islam tidak ridha menjadikan yang haram sebagai jalan untuk mencapai tujuan yang terpuji, karena Islam menginginkan tujuan yang mulia dan cara yang suci sekaligus. (Al-Halal wal-Haram fil-Islam, Syaikh Yusuf Qaradhawi)
“abangda manis udah nggak sayang dinda lagi!!” raungan emosi seorang gadis muda sambil melempar gelas ke dinding sekehendak hatinya bak melempar bola kasti. Meskipun terlihat sangat marah tapi sepertinya ia belum rela berpisah dengan pemuda di depannya. Ini terlihat dari cara gadis ini yang masih memanggil pemuda itu dengan sebutan “abangda manis”. Ah sepertinya ini marah yang disengaja, marahnya wanita. Atau apakah ini yang namanya marah cinta?? Ah, aku tak tahu,..
“di-dinda di hatiku seorang, tenang dul-u,..” pemuda itu mencoba berdiplomasi dengan panggilan yang tak kalah noraknya seolah sedang berakting ala sinetron Vietnam.
“ngggaaaaaaaaaaaaakkkkkk!!! Abangda udah nggak sayang,.ngggaaakkk,..nggaakk!!” diplomasi pemuda itu gagal. Ia diam. Bingung.
*Pemirsa, rupanya kita sedang berada di dalam perperangan rumah tangga pasangan muda. Jadi mari kembali kita saksikan dengan seksama agar ini menjadi pelajaran bagi kita nanti,..hehe.*
Suasana begitu mencekam. Semut-semut merah di dindingpun diam terpaku menyaksikan sepasang kekasih yang masih muda ini. Suhu ruangan juga terasa bertambah panas sehingga cicak-cicak yang biasanya beraktifitas lalu lalang hanya berani mengintip dari celah-celah plafon tanpa berani berbunyi, jelas mereka tak mau jadi sasaran lemparan piring dan gelas dari seorang istri yang barangkali sedang dibakar cemburu ini. Kali ini semut merah dan cicak kompak tutup mulut agar nyawa tak melayang.
“wahai rembulan di hati abangda seorang,..sebenarnya abangda,..” pemuda itu tak mau menyerah mencoba untuk bicara. Tetapi tetap norak.
Gadis yang merupakan istrinya tersebut berakting menutup kuping dan mata. Ia tak memberikan kesempatan suaminya yang sedang sok-sok merayu di depannya. Kali ini rayuan tak mempan baginya, tapi walau demikian, jujur di dalam hatinya ia tersenyum habis-habisan karena dirayu suaminya. Aiihh2,..
Pemuda itu lagi-lagi terdiam.
Bingung lagi.
Hening.
Suara detik jam dinding merek Seiko pun terdengar. Semut dan Cicak tegang tak berkedip.
Melihat suaminya tak merayu lagi dan terdiam, si-perempuan panas lagi. Menyalak dengan keras semirip Titi Dije yang jempol kakinya sedang tergilas Bus.
“abangda selalu egoiiisss!! Abangda penyejuk mataku selalu nggak mau mendengar penjelasan dinda!! Abangda,.,…udah nggak sayanggg adinda lagiii!!” air matapun ia tampilkan senyata mungkin, sehingga membuat suami nya makin salah tingkah. Dibebani rasa bersalah yang mendalam sedalam-dalamnya.
“iya, tetapi dindaku seorang, masalah hukum kepiting itu masih banyak perbedaan pendapat ulama di dalamnya! Mohon berikan abang kesempatan untuk menjelaskannya” pemuda itu langsung mengambil kesempatan berbicara.
Ia pegang dengan lembut tangan istrinya. Perempuan itu menarik tangannya dengan membuang muka, acuh. Pemuda itu memegang lagi tangan istrinya biar keliatan seperti di telenovela-telenovela. Namun istrinya menarik lagi tangannya. Pemuda itu bingung. Istrinya senang. Oh Tuhan.
Hening.
“tolonglah, dengarkan adinda sesekali abanda sayang!!” istrinya juga tak mau kalah noraknya. Pemuda itu tak bergeming, ia menatap istri didepannya. Ia mencari-cari kemana dan apa kira-kira keinginan istrinya tersebut.
“Abangda, kepiting itu hidup di dua alam, alias hewan amfibi. Abangdaku, di fiqih, untuk hewan amfibi ini disebut dengan istilah barma’i sehingga beliau merupakan hewan yang haram dimakan. Haram wahai abangda!!”
“tetapi dalil-dalil yang digunakan untuk mengharamkan hewan amfibi belum kuat wahai adinda belahan jiwaku seorang,..”
“abangdaaaa!!! Adinda rembulan di hatimu ini belum selesai bicaraaa!!,..tuh kan, abangda udah nggak sayang adinda lagi,.!!!”
“ah iya, lanjutkanlah,...” si pemuda norak itu jadi stres. Makan hati.
“nah, keharaman akan hewan amfibi banyak dibahas di buku-buku fiqih, abangda,..di kitab Nihayatul Muhtai-nya Imam Ar-Ramli yang berasal dari kalangan mahzab As-Syafi’i dengan tegas bilang bahwa hewan yang hidup di dua alam, air dan darat itu haram. Tahukah engkau hal itu abangku?”
Perempuan itu memandang suaminya yang dari tadi diam dan kelihatan sabar mendengarkannya. Kini ia yang memulai menggenggam tangan suaminya itu. Sambil tersenyum ia berkata lembut,
“abangda, dinda mengerti niat baik abangda membawa pulang se-goni kepiting ke rumah, namun salah seorang ulama kita, Yusuf Qardhawi bilang, bahwa niat yang baik tidak dapat membenarkan yang haram…”
Hening.
“dindaku, rembulan dan melati yang harum mewangi sepanjang detik di hatiku,.bolehkah kini abangda berbicara?” dengan rayuan yang lagi-lagi norak minta ampun si-pemuda mencoba bersuara. Istrinya memasang ancang-ancang untuk kembali meraung. Tetapi rayuan super gombal tadi cukup mampu menahan raungannya hanya sampai di pangkal tenggorokan. Ampun dah.
“Kepiting hanya bernafas dengan insang, dinda. Beliau tahan hidup di darat selama 4-5 hari karena insangnya menyimpan air. Tanpa air kepiting akan mati, adinda, beliau itu tak bisa terlepas dari air, tak bisa...”
Perempuan itu lumayan kaget mendengar penjelasan suami semata-wayangnya itu. Ia simpan dulu sementara emosinya. Ia mulai sedikit mau mendengarkan.
“Bapak Dr. Sulistiono yang merupakan ahli dari Fakultas Perikanan dan Kelautan di Institue Pertanian Bogor (IPB) bilang bahwa kepiting bukanlah hewan amfibi, dinda. Formula fiqih yang adindaku jelaskan diatas memang benar adanya, namun tidak berlaku untuk kepiting…adinda tidak salah, namun menurut abang, mungkin barangkali dinda sedikit keliru menggolongkan pakcik kepiting ke dalam hewan amfibi,..” Pemuda itu memandang lembut istrinya. Ia menjaga-jaga kata jangan sampai istrinya emosi ala Titi Deje lagi.
Perempuan itu mulai berpikir.
“adinda,..bukankah asal segala sesuatu dan kemanfaatan yang diciptakan Allah adalah halal dan mubah, kecuali ada nash yang shahih dan tegas dari Allah yang mengharamkannya,...iya kan?? Pemuda itu menggantungkan pertanyaan. Istrinya mengangguk pelan, sepakat.
“maka hukum asal kepiting kembali ke asalnya yaitu halal, dan ini dikuatkan oleh fatwa Majelis ulama Indonesia kita lho…”
Perempuan itu tertunduk sebentar, ia berpikir.
Hening
Dan tiba-tiba, si-perempuan itupun memeluk suaminya sambil menangis-mewek layaknya pilem-pilem ABG korea. Semut-semut dan cicak pun berpelukan berurai air mata.
“oh abangda,..”
“Adinda,..” (berlari-lari dengan adegan slow motion dan berpelukan kayak sinetron2 lebai)
“udah,.udah,.jangan nangis lagi, ntar abangda Spider belikan buku sama jilbab baru dah,…” si pemuda yang ternyata bernama Spaiydermen ini menenangkan istrinya.
Si-istripun tersenyum senang kemenangan, sambil membuat lambang V alias victory dengan jarinya ke arah semut-semut dan para cicak. Semut dan cicak yang tadi ikut terharu mendadak terdiam kaget, eh?! Semut dan cicak saling berpandangan serasa mencium ada yang tak beres. Aiihhh,.. apakah dari pertama tadi ini semua merupakan skenario si-istri??! Wallahu’alam…hehe
*hahaha parah2. the end*
Kajhu, 19 Dzulkaidah 1431 H/27 Oktober 2010
Lelaki Boemi/Affif Herman bin Herman Hanif bin Hanifuddin Ali bin Teuku Muhammad Ali bin teuku Muhammad Din bin Teuku Loen.
Bacaan pendukung: Halal-Haram, Syaikh Yusuf Qardhawi. Fiqh Kuliner, Ahmad Sarwat, Lc.
Salah satu prinsip Islam tentang Halal-haram:
1. Bahwa Asal segala sesuatu dan kemanfaatan yang diciptakan Allah adalah halal dan mubah, dan tidak ada yang haram kecuali apa yang disebutkan oleh nash yang shahih dan tegas dari Pembuat Syari’at ang mengharamkannya. Apabila tidak terdapat nash yang shahih-seperti sebagian hadits dha’if – atau tidak tegas penunjukkannya kepada yang haram, maka tetaplah sesuatu itu pada hukum asalnya, yaitu mubah.
2. Niat yang baik tidak dapat membenarkan yang haram. Sesuatu yang haram tetaplah haram, bagaimanapun baiknya niat pelakunya, mulia tujuannya, dan tepat sasarannya. Selamanya Islam tidak ridha menjadikan yang haram sebagai jalan untuk mencapai tujuan yang terpuji, karena Islam menginginkan tujuan yang mulia dan cara yang suci sekaligus. (Al-Halal wal-Haram fil-Islam, Syaikh Yusuf Qaradhawi)
Senin, 25 Oktober 2010
Kelinci Tiri yang bersedih,..
(hehe ini merupakan salah satu soal ujian akhir dari FLP, karena akhir2 ini jarang melamun untuk nyari ide cerita, maka dengan kejam kuambil soal ini. Kira2 soalnya begini: Sambunglah cerita dibawah ini menjdi cerita yang mnghibur, “Saya adalah seekor kelinci yang sedih. Setiap hari saya selalu menangis. Alasannya klasik saja, tidak ada yang mengakui saya sebagai seekor kelinci. Mengapa? Sebab…….??” Dan kujawab disini dengan, …eng,..ing,..eng.,,..jadi apa ya?? Mohon dibantu ya? Bim salabin jadi apa,..prok,.prok,..prok!!)
****
Saya adalah seekor kelinci yang sedih. Setiap hari saya selalu menangis. Alasannya klasik saja, tidak ada yang mengakui saya sebagai seekor kelinci. Mengapa? Sebab, saya sebenarnya merupakan anak tiri. Saya diadopsi dari keluraga gajah di benua yang dianggap sebagai lahan liar raksasa terakhir di planet bumi, Afrika.
Secara di KTP saya berasal dari Negara Kenya, dekat-dekat dengan Ethiopia dan Somalia. Kalau saudara-saudara mau kesana jangan lupa mengajak pak Afif, dia orangnya suka jalan-jalan, dia pasti senang. Saya berdomisili di Taman Nasional yang luasnya minta ampun, nama Tamannya adalah Amboseli, keluarga kandung saya disana. Kalau ada waktu bolehlah singgah barang sehari-dua hari.
Keluarga gajah saya tergolong miskin dan mengkuatirkan pemerintah, jangankan untuk memenuhi kebutuhan sekunder seperti membeli alat-alat kosmetik, modem internet dan hape, untuk kebutuhan sehari-hari saja keluarga saya uring-uringan. Keluarga saya sudah boleh digolongkan kepada kelompok “yang boleh dikasihani”. Maka kasihanilah kami dengan men-infaqkan Hape dan alat-alat kosmetik kalian. Jika masih berat untuk berinfaq maka hadiahkanlah.
Oh iya, dirumah saya di kampung gajah, saya memiliki tetangga yang baik hati. Mereka hobi berbagi jika ada makanan yang mereka dapatkan. Saya dan keluarga tentu sangat senang, ditengah gempuran dunia yang serba individualis speerti saat ini masih ada juga keluarga yang senang berbagi seperti tetangga gajah saya yang dermawan itu. Semoga rejeki mereka semakin dimudahkan oleh Rabb Pencipta kami.
Nah, kira-kira tentu kalian sudah sedikit tahu kondisi keluarga gajah saya yang jarang nonton TV dan tak punya modem internet itu. Oleh karena itu-lah keluarga tercinta saya bersepakat mencoba mencari orang tua asuh untuk saya. Ini bukan berarti keluarga saya tidak sayang, tetapi ini demi perkembangan dan pertumbuhan saya ke depan. Ayah gajah saya ingin saya mendapatkan kehidupan dan pendidikan yang layak dan baik, beliau tak rela saya terus-terusan menderita dan tak sekolah. Saya mencoba memahami dan berusaha menerima keputusan keluarga untuk mau diadopsi.
Saya diadopsi oleh keluarga kelinci yang bijak dan tidak merokok dari Skotlandia. Mereka mengadopsi anak untuk mengobati kesepian mereka karena anak-anaknya telah menjadi (maaf) sate kelinci di beberapa restoran di Korea. Ayah kelinci alias ayah tiri saya pernah berujar mengapa ia mengadopsi anak, sebab ia tak mau seperti seorang aktor besar yang bermukim di Paris dari jenis manusia yang bernama Omar El Syarif. Ayah tiriku berujar bahwa, dalam kesepiannya Omar pernah berujar perlahan,”Ambillah segenap kekayaan dan popularitasku, tapi berikan aku seorang anak, biarkan tangisnya memecah sunyi dalam jiwaku. Aku ingin jadi ayah!”, ayah tiriku menceritakan hal itu padaku dengan hati yang berkaca-kaca. Beliau tak mau seperti Omar. Oh iya, kalau saudara-saudara juga mau ke Skotlandia jangan lupa mengajak pak Afif, dia pasti senang jika diajak jalan-jalan.,..hehe.
Itulah sebabnya sekarang saya diasuh oleh keluarga kelinci bangsawan ini. Awalnya saya memang mengalami shock culture yang dashyaat. Tiba-tiba saya harus menumbuhkan kumis dan tidur di lubang-lubang. Saya juga tiba-tiba harus doyan makan wortel agar mata bisa sehat dan bulat-bulat mengkilat. Namun setelah lama bergaul dan hidup dengan keluarga tiri saya ini saya juga masih mengalami shock culture. Ada perbedaan-perbedaan prinsip yang tak bisa saya terima, khususnya masalah hidung dan telinga saya yang berbeda dengan mereka. Keluarga tiri saya meminta hidung dan telinga saya diganti agar mirip dengan mereka. Berulang-ulang kali ayah dan ibu tiri saya mengajak saya ke salon untuk memermak perfomance saya, tapi saya menolak. Dan resikonya ya saya sering dikucilkan oleh teman-teman di sekolah. Mereka tak mau bermain dengan saya. Dan saya bersedih-sedan di dalam kesepian pertemanan.
Namun akhirnya keluarga tiri saya yang tidak merokok pasrah, mereka tak mau mempersoalkan masalah performance saya lagi. Mereka menghargai keragaman kami. Saya beruntung mendapatkan keluarga asuh yang baik hati dan berbudi ini. Bahkan kini ibu tiri saya mendukung saya sepenuhnya.
“be yur self, honey,..yu’re my best,..yeah, yu’re my best!!.” Kata ibu tiri saya penuh dengan kelembutan nan kasih sayang seorang ibu. Tak lupa ia suapkan wortel tumis kangkung yang dipadan dengan terasi udang ke mulutku. Ah, Saya bersyukur sekali.
Ibu dan Bapak tiri saya juga sering mengajarkan agar saya harus sering memuji Rabb Penguasa langit dan bumi ini. Yah, tentu kau tahu bahwa kami juga punya cara sendiri bertasbih kepada Rabb kami dengan bahasa yang tak kalian pahami dari dunia manusia (1). Saya juga diminta bersabar menghadapi segala cobaan hidup yang sejatinya cuma sementara ini. Ibu tiri saya juga berpesan, bahwa saya jangan pernah berharap akan menjalani hidup tanpa dihadang oleh ujian-ujian, karena hidup yang tak berhadapan dengan ujian rintangan dan tantangan bukanlah hidup.
“Engkau harus “hidup” anakku!” Aku terharu.
Teman-teman yang budiman, mungkin demikian saja sejarah singkat mengapa saya menjadi kelinci yang sedih. Saya harap teman-teman sudah paham dan juga ikut bersedih. Saya juga berpesan kepada teman-teman yang sepenanggungan dan tidak merokok seperti saya agar tak terlalu terlarut dalam sedih dan duka. Pasti ada hikmah kebaikan dari setiap perkara kehidupan kita. Oh iya, terimakasih special buat Pak Afif yang mau memuat cerita sedih saya di blognya, saya tunggu Bapak di Afrika!! Salam Super...
*Hehe The-End
Meunasah Papeun, Lamreung. 25 Oktober 2010.
Affif Herman bin Herman Hanif bin Hanifuddin Ali bin Teuku Muhammad Ali bin Teuku Muhammad Ali bin Teuku Loen
(1): “ Langit yang tujuh, bumi dan semua yang ada di dalamnya bertasbih kepada Allah. dan tak ada suatupun melainkan bertasbih dengan memuji-Nya, tetapi kamu sekalian tidak mengerti tasbih mereka. Sesungguhnya dia adalah Maha Penyantun lagi Maha Pengampun.” (Al-Isra’; 44)
****
Saya adalah seekor kelinci yang sedih. Setiap hari saya selalu menangis. Alasannya klasik saja, tidak ada yang mengakui saya sebagai seekor kelinci. Mengapa? Sebab, saya sebenarnya merupakan anak tiri. Saya diadopsi dari keluraga gajah di benua yang dianggap sebagai lahan liar raksasa terakhir di planet bumi, Afrika.
Secara di KTP saya berasal dari Negara Kenya, dekat-dekat dengan Ethiopia dan Somalia. Kalau saudara-saudara mau kesana jangan lupa mengajak pak Afif, dia orangnya suka jalan-jalan, dia pasti senang. Saya berdomisili di Taman Nasional yang luasnya minta ampun, nama Tamannya adalah Amboseli, keluarga kandung saya disana. Kalau ada waktu bolehlah singgah barang sehari-dua hari.
Keluarga gajah saya tergolong miskin dan mengkuatirkan pemerintah, jangankan untuk memenuhi kebutuhan sekunder seperti membeli alat-alat kosmetik, modem internet dan hape, untuk kebutuhan sehari-hari saja keluarga saya uring-uringan. Keluarga saya sudah boleh digolongkan kepada kelompok “yang boleh dikasihani”. Maka kasihanilah kami dengan men-infaqkan Hape dan alat-alat kosmetik kalian. Jika masih berat untuk berinfaq maka hadiahkanlah.
Oh iya, dirumah saya di kampung gajah, saya memiliki tetangga yang baik hati. Mereka hobi berbagi jika ada makanan yang mereka dapatkan. Saya dan keluarga tentu sangat senang, ditengah gempuran dunia yang serba individualis speerti saat ini masih ada juga keluarga yang senang berbagi seperti tetangga gajah saya yang dermawan itu. Semoga rejeki mereka semakin dimudahkan oleh Rabb Pencipta kami.
Nah, kira-kira tentu kalian sudah sedikit tahu kondisi keluarga gajah saya yang jarang nonton TV dan tak punya modem internet itu. Oleh karena itu-lah keluarga tercinta saya bersepakat mencoba mencari orang tua asuh untuk saya. Ini bukan berarti keluarga saya tidak sayang, tetapi ini demi perkembangan dan pertumbuhan saya ke depan. Ayah gajah saya ingin saya mendapatkan kehidupan dan pendidikan yang layak dan baik, beliau tak rela saya terus-terusan menderita dan tak sekolah. Saya mencoba memahami dan berusaha menerima keputusan keluarga untuk mau diadopsi.
Saya diadopsi oleh keluarga kelinci yang bijak dan tidak merokok dari Skotlandia. Mereka mengadopsi anak untuk mengobati kesepian mereka karena anak-anaknya telah menjadi (maaf) sate kelinci di beberapa restoran di Korea. Ayah kelinci alias ayah tiri saya pernah berujar mengapa ia mengadopsi anak, sebab ia tak mau seperti seorang aktor besar yang bermukim di Paris dari jenis manusia yang bernama Omar El Syarif. Ayah tiriku berujar bahwa, dalam kesepiannya Omar pernah berujar perlahan,”Ambillah segenap kekayaan dan popularitasku, tapi berikan aku seorang anak, biarkan tangisnya memecah sunyi dalam jiwaku. Aku ingin jadi ayah!”, ayah tiriku menceritakan hal itu padaku dengan hati yang berkaca-kaca. Beliau tak mau seperti Omar. Oh iya, kalau saudara-saudara juga mau ke Skotlandia jangan lupa mengajak pak Afif, dia pasti senang jika diajak jalan-jalan.,..hehe.
Itulah sebabnya sekarang saya diasuh oleh keluarga kelinci bangsawan ini. Awalnya saya memang mengalami shock culture yang dashyaat. Tiba-tiba saya harus menumbuhkan kumis dan tidur di lubang-lubang. Saya juga tiba-tiba harus doyan makan wortel agar mata bisa sehat dan bulat-bulat mengkilat. Namun setelah lama bergaul dan hidup dengan keluarga tiri saya ini saya juga masih mengalami shock culture. Ada perbedaan-perbedaan prinsip yang tak bisa saya terima, khususnya masalah hidung dan telinga saya yang berbeda dengan mereka. Keluarga tiri saya meminta hidung dan telinga saya diganti agar mirip dengan mereka. Berulang-ulang kali ayah dan ibu tiri saya mengajak saya ke salon untuk memermak perfomance saya, tapi saya menolak. Dan resikonya ya saya sering dikucilkan oleh teman-teman di sekolah. Mereka tak mau bermain dengan saya. Dan saya bersedih-sedan di dalam kesepian pertemanan.
Namun akhirnya keluarga tiri saya yang tidak merokok pasrah, mereka tak mau mempersoalkan masalah performance saya lagi. Mereka menghargai keragaman kami. Saya beruntung mendapatkan keluarga asuh yang baik hati dan berbudi ini. Bahkan kini ibu tiri saya mendukung saya sepenuhnya.
“be yur self, honey,..yu’re my best,..yeah, yu’re my best!!.” Kata ibu tiri saya penuh dengan kelembutan nan kasih sayang seorang ibu. Tak lupa ia suapkan wortel tumis kangkung yang dipadan dengan terasi udang ke mulutku. Ah, Saya bersyukur sekali.
Ibu dan Bapak tiri saya juga sering mengajarkan agar saya harus sering memuji Rabb Penguasa langit dan bumi ini. Yah, tentu kau tahu bahwa kami juga punya cara sendiri bertasbih kepada Rabb kami dengan bahasa yang tak kalian pahami dari dunia manusia (1). Saya juga diminta bersabar menghadapi segala cobaan hidup yang sejatinya cuma sementara ini. Ibu tiri saya juga berpesan, bahwa saya jangan pernah berharap akan menjalani hidup tanpa dihadang oleh ujian-ujian, karena hidup yang tak berhadapan dengan ujian rintangan dan tantangan bukanlah hidup.
“Engkau harus “hidup” anakku!” Aku terharu.
Teman-teman yang budiman, mungkin demikian saja sejarah singkat mengapa saya menjadi kelinci yang sedih. Saya harap teman-teman sudah paham dan juga ikut bersedih. Saya juga berpesan kepada teman-teman yang sepenanggungan dan tidak merokok seperti saya agar tak terlalu terlarut dalam sedih dan duka. Pasti ada hikmah kebaikan dari setiap perkara kehidupan kita. Oh iya, terimakasih special buat Pak Afif yang mau memuat cerita sedih saya di blognya, saya tunggu Bapak di Afrika!! Salam Super...
*Hehe The-End
Meunasah Papeun, Lamreung. 25 Oktober 2010.
Affif Herman bin Herman Hanif bin Hanifuddin Ali bin Teuku Muhammad Ali bin Teuku Muhammad Ali bin Teuku Loen
(1): “ Langit yang tujuh, bumi dan semua yang ada di dalamnya bertasbih kepada Allah. dan tak ada suatupun melainkan bertasbih dengan memuji-Nya, tetapi kamu sekalian tidak mengerti tasbih mereka. Sesungguhnya dia adalah Maha Penyantun lagi Maha Pengampun.” (Al-Isra’; 44)
Selasa, 19 Oktober 2010
Spaiydermeen…
(tulisan ni akhirnya bertunas dgn selamat stlah jungkir balik coba2 mbuat cerpen,..ugghh, entah brpa bayk janin cerpen yg udah almarhum berantakan di tempat sampahy laptop,..huh, klo gini cam gk lulus2 awak di FLP,,..but yo wess-lah,…buah mengkudu di makan Rembo, pasti si Rembo lagi kelaparan…hehe lanjoott…)
****
Siang. Sedari pagi tadi tiba-tiba saja desa Kajhu yang terserak dipinggir pantai ini dihamburkan hujan oleh malaikat yang diperintahkan oleh Rabb-nya. Biasanya Banda Aceh dan sekitarnya -termasuk Kajhu- dihuni oleh cuaca yang panas membara-ria. Tetapi kali ini terasa sejuk asbab kunjungan si-hujan.
Suasana Kajhu yang nyaman dan jauh dari orang-orang yang sok-sok sibuk ini kumanfaatkan untuk melamun-lamunkan hidup. Aku bertengger didepan meja yang di semaki buku-buku teknik dan setangkai laptop mekar. Meja ini berada tepat benar dipinggir jendela, jadi aku sangat merasakan “siip”nya udara sejuk akibat perangai si-hujan. Aku bersyukur.
Namun, tak ada angin, tak ada Jaka sembung, tiba-tiba ada yang begitu edan menjambak rambutku dari belakang, mulutku sigap dibekapnya keras dan disumpal dengan donat. Lebih tepatnya donat dengan selai rasa nenas spesial. Rasanya lumayan.
Nafasku tertahan, dan aku meronta-memberontak keras!! Susah lepas, karena kakiku juga terhalang meja sehingga nggak bisa salto. Huh, jika saja meja tak ada, pasti, pastinya aku juga tetap tak bisa salto,..*hehe.
Aku semakin menggelepar bak ikan lele yang di jemur di aspal panas, diapit diantara kehabisan nafas dan berjuang melepaskan cekikan di leherku. Ingin kuteriak keras, “mamaaaakkkk!!”, tapi tak bisa. Ia tak memberiku kesempatan untuk membuka mulut. Donat selai rasa nenas spesial yang enak itupun cukup mengganggu.
Penasaran, kulirik cepat, siapa gerangan pemuda biadab ini. Apakah ia mafia penculik lelaki bujang dengan tujuannya para bujang-bujang ini dibawa keluar negeri untuk menjadi TKI?? Ataukah ia merupakan salahsatu crew Indonesia Mencari Bakat yang sedang mencari talenta seorang lelaki yang mabok akibat kehabisan nafas oleh sebuah Donat selai rasa nenas spesial?? Entahlah,.
Dan saat kulirik.
"Whhaaaaddd!! s-spidermaaan??!!!”, aaarrgh, ngapain si-bego ini ke Kajhu?!!" Apakah dia terinfeksi rabies sehingga dibuang ke Kajhu?? Ataukah dia sedang mencari ibu kandungnya karena telah terpisah 20 tahun yang lalu?? Aku bingung untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan cerdas dibenakku itu (pertanyaan cerdas dari hongkong!! hehe). Tapi, aku urung mencari jawaban, karena ada yang lebih penting, yaitu; nafasku makin pendek-tersengal, sesak. Hampir teler.
Kuraih-raih apa yang bisa dijangkau tangan. "Ahaa!! tanganku menggenggam sesuatu. Bagus!". Tanpa pikir panjang langsung kubanting benda ditanganku itu kekepalanya, maaf, lebih tepatnya ke jidatnya. Spider terhuyung sambil megang-megang kepalanya, cekikannya terlepas. Ia teler seketika, dan telinganya berbusa-busa. Huff aku selamat. Benda sakti ditanganku itu hancur berkeping-keping. Donat rasa nenaspun kuhancurkan berkeping-keping di dalam mulut. Enak memang. Tapi,..
“Wwwaaaaaaahhhh!!” Aku kaget setengah lusin. Aku tak mengira benda yang telah hancur berkeping-keping itu adalah Laptopku!! Buah kelapa dimakan hansib, itulah yang namanya nasib. Aku histeris layaknya artis-artis di sinetron yang mendapati kekasihnya ditengah hujan deras berdarah-darah tergeletak dipinggir jalan dan si-artis teriak, “tidaaaaaakkk!!,..sa-sayang,..s-sayang,..Kamu tidak apa-apa??!!” (Yaaaah,… udah tau kekasihnya berdarah- hampir mampus, eh, malah ditanya-tanyain, bukannya langsung dibawain ke RS). Huff sinetron lebay Indonesia memang selalu bikin gemeysss. Dan membodohkan.
Kulihat si-spider tergeletak di lantai seperti kain pel. Kusut tak berdaya. Karena mengganggu pemandangan rumah dan membuat orang susah lalu lalang maka si-Spider yang masih teler kuseret kesudut dapur (lha, ini hero atau kompor??). Dia masih teler dengan nyenyak. Kuselimuti dia dengan kain lap agar tak diganggu lalat. Oh betapa care dan romantis-nya aku bukan?? ...=))
Di jidatnya yang ditutupi topeng terlihat tonjolan bekas belaian almarhum laptopku tadi. Sebagai anak teknik aku kuatir benjolan itu bisa membusuk akibat infeksi dan menyebar hingga ke ujung kaki, maka akupun berinisiatif meminumkannya obat Diare agar benjol itu hilang (!!). Ku kompres juga dengan air bekas cucian. Ia tersenyum dalam telernya. Aku lega,.huff.
Setahun kemudian dia bangun (haha nggak-lah), maksudku sekitar se-jam kemudian ia siuman. Tadi sebelumnya tangan dan kakinya telah kuikat di kompor agar tak terjadi hal-hal diluar kewajaran. Lubang tempat keluar senjata jaring ditangannya telah kututup dengan tetesan plastik yang dibakar. Kostumnya pun ku coret dan kusobek-sobek sehingga ia berpikir 10 kali klo mau kabur, karena bisa-bisa citranya jatuh akibat ketahuan nggak bersih dan mirip gelandangan sukses.
“Huaaahh”. Ia menggonggong, eh, menguap. Belum sepenuhnya sadar. Ia melihatku, lihat kiri-kanan.
“w-whad’s going on??!” Terbata-bata.
Aku duduk sekitar 3 meter di depannya. Ia menatapku. Kutarik topengnya, dan ia menunduk. Kulihat wajahnya plus benjolan merah eksotik di jidat itu sedang dilamar kesedihan dan kelelahan. Muram. Tatapan sendunya seolah mengirimkan SMS kepadaku bahwa ia sedang berusaha lari dari sesuatu. Dan sepertinya ia belum mau untuk berbagi cerita, dan menjelaskan mengapa ia bisa sampai di Kajhu ini. Akupun tak ingin memaksanya untuk bercerita saat ini. Kubiarkan saja ia tenang dulu. Ku kompres lagi benjolan merah di jidatnya dengan air cucian. Ia menatapku curiga melihat air kompres yang agak keruh dan berbusa. Aku tak peduli.
“mau rokok?” aku membuka percakapan sok akrab. Ia mengangguk iya.
“maaf aku tak ada rokok, lagipun aku tak merokok”. Ia bingung.
“mau soto ayam nggak??” aku mengajaknya ngobrol dengan topik yang lain. Ia mengangguk kuat pertanda ia sangat kelaparan.
“maaf spider, dirumahku nggak ada soto, emangnya aku terlihat buka warung soto disini,..’. Kujawab santai. Ia kaget. Makin bingung.
“mau jalan-jalan keliling Banda Aceh?” aku kembali sok kenal sok dekat. Ia menatapku lamat-lamat. Ia bingung apa harus mengangguk lagi atau cukup diam saja. Ia takut dikerjai lagi dan lagi…hehehe.
***
Bla,.bla,..bla,..bla,…cerita disingkat se-singkat-singkatnya…
3 minggu sudah ia tinggal di Kajhu. Sementara ini kuijinkan ia tinggal bersamaku, tapi kuberi beberapa syarat, diantaranya; Ia harus menyapu lantai tiap hari, beli sayur di pasar, mencuci baju, dan tidur di dapur (hehe).
Kini ia terlihat sangat berbeda. Bahagia. Muram di wajahnya telah ditenggelamkan oleh senyum dan tawa. Pagi-pagi ba’da Shubuh ia sangat senang jalan-jalan menyisiri pantai Kajhu, Spider juga rajin menanam sayur kangkung di belakang rumah, terkadang bermain kejar-kejaran dengan kucing pemalas di rumahku yang bernama Wandi. Mereka cocok. Dan Wandipun kini mulai menerima spaidermen apa adanya.
Jika hari libur ia kuajak untuk snorkeling dibukit Soeharto, atau ngopi diatas perumahan Jackie Chan untuk melihat indahnya kota Banda Aceh dari atas di malam hari, kadang-kadang kami makan jagong bakar di Ulelheu sekalian melihat-lihat PLTD Apung di Punge, trus ke Mesjid Raya Baiturrahman, makan nasi bebek di Lambaro, Berenang di Mata Ie, Ngopi di Solong, ke Lhoknga, ke gunung Geureutee, dan lain-lain. Ia begitu gembira-ria. Spider berkata bahwa ia tak pernah seperti ini sebelumnya. Ia merasa hidup kembali. Ia mengatakannya dengan mata yang berkaca-kaca. Bahkan kini ia begitu menikmati hirupan nafasnya sendiri. Ia seolah menemukan sesuatu yang telah hilang dari hidupnya. Oh iya, kuberitahukan kau, ternyata ia begitu menyukai Pecel lele dan Sambal Udang sabu. *Aiihh,..=))
***
Sore itu terletak pada hari Jum’at , Spider mengajakku melihat Sunset di Alue Naga. Katanya ada yang ingin ia kabarkan. Aku meng-iyakan. Sebelum kesana kami ke Dekmi Darussalam membeli kopi. Dibungkus.
Sesampai di bebatuan di ujung Pantai Alue Naga kami mengambil posisi yang pas menghadap ke laut. Di lokasi itu kami tak sendiri tentunya, karena banyak para pemancing ikan bergentayangan jika sore telah datang. Dari wajahnya dapat kuterka beberapa pemancing ini kabur dari rumah karena diomelin istri. Sebagian diantaranya malah terlihat gusar, seperti sedang mencari-cari alasan untuk istri pertama dan keduanya bahwa ia mau nikah lagi. Dan kami menikmati semuanya dengan segelas kopi. Ah siipp...
Setelah berbincang ringan, Spider terdiam. Ia menatap jauh lautan di depannya. Aku tak terlalu ambil pusing, para pemancing juga tak ambil pusing, kepiting-kepiting yang lalu-lalang didepan kamipun juga tak ambil pusing. Kupikir ia sedang sok-sok bergaya melankolis gitu, biasalah artis. Serasa ada kamera dimana-mana.
“fif,,..” tiba-tiba
“iya,.”
“fif,.”
“iya,..?”. Aku mulai dibelai emosi.
“fif”.
“iyaaa, apaaa hai?!!!”
“hehe,..” Spider tertawa. Emosi menciumku, kuminum kopi pake mata!.
“Fif,… Aku udah capek terus-terusan membunuh, berkelahi, menipu anak-anak, diperintah-perintah Zionis, memakai baju ketat spider itu terus,..aku capek, fif. Makanya aku kemari.” Ow, Spider mau curhat mentel rupanya. Aku diam saja mendengarnya. Sok-sok care gitu-lah. Kupasang muka sendu-merana sebagai bentuk ekspresi wajah bahwa aku paham atas kelelahannya karena tidak bisa hidup menjadi diri sendiri.
“Aku mau menjadi “manusia”.. Ia tertunduk.
“a-aku, aku mau masuk Islam, fif”.
Aku tercekat. *Haaaahh, si-Spider dapat hidayah ni ceritanyaa?!kok bisa?!! Jeh, yang buat cerita siapa seeh??! Hehe*
“Sudah cukup aku diperalat oleh kapitalis hiburan di kampungku sana. Aku mau seperti Fudhail bin Iyadh, yang tobat dari kejahatan-kejahatannya, fif. Bukankah aku juga punya hak untuk berhenti dari masa lalu dan belajar untuk mengenal Tuhan??..dan rencananya aku akan menetap di Koeta Batee (Blangpidie) dan bekerja disana. Aku akan buka toko buku dan menjual baju koko”. Ia bertutur yakin.
Aku masih melongo dashyat. Membayangkan Spider jualan baju koko di Pasar Blangpidie!!. *Aiiihhh,..
Kucubit-cubit batu karang di Alue Naga untuk memastikan ini bukan mimpi. Batu karangnya tak menjerit. Kucoba lagi dengan mencubit-cubit kepiting yang sok-sok mendengar di depan kami. Mereka kabur pontang-panting. Kulempar salahsatu kepala pemancing dengan batu karang, dan pemancing itu membalas lemparanku plus kata-kata mutiara caci-maki berantai. Oh, berarti ini bukan mimpi.
“Aku ingin berkeluarga dengan muslimah baik-baik, menjadi Ayah dari keturunan yang baik-baik,.. dan,..dan a-aku tertarik dengan yang namanya Surga, fif…a-aku ingin kesana.” Ia semakin fasih berbicara tentang hidupnya. Ia menatapku penuh harap menanti bagaimana tanggapanku. Aku menepuk-nepuk pundaknya dengan senyum bukan sembarang senyum. Kupasang senyum manis merayu untuknya (jeeehhh???hehe nggak hai,..)
“Do az you wizh, bro,.. i have faith in you!!.” Kataku dengan sok-sok memakai bahasa bule.
Ia senang bukan main. Ingin kupeluk ia manja, tapi aku kuatir terlihat pemandangan “ganjil” yang dilarang oleh agama. Aku juga kuatir nanti tertangkap basah oleh muslimah beriman yang ingin kubawa pulang sesuai dengan tuntunan agama, takut ia salah paham dan cemburu buta. Maka kuurungkan pelukan manja itu.
Namun, entah karena pernyataan ingin “beriman” dari Spider tadi, Sunset sore itu menjadi terasa berbeda dari biasanya. Ya, sangat berbeda. Indah sekali. Aku tersenyum. Para pemancing dan kepiting-kepiting juga sok-sok ikut tersenyum. Ah, sepertinya sore ikut berbahagia pada saat itu.
***
Dua minggu kemudian aku kembali hidup sendiri di Kajhu, seperti biasanya. Spider telah tobat dan memilih Koeta Batee, Abdya, sebagai tempatnya melanjutkan hidup. Ia rajin ikut pengajian untuk memperbaiki bacaan Qur’an dan ibadah-ibadahnya. Ia pun sedang berancang-ancang membuka usaha dan katanya iapun sedang berta’aruf dengan seorang muslimah. Wow. (haha apa-apaan ini?!!)
Lagi, hujan berkunjung ke Kajhu. Lagi, aku melamun-melamunkan hidup, mengukir-ngukir rencana demi rencana. Dan lagi, dengan tiba-tiba, se-tumpuk pemuda menyerangku dari berbagai arah. Aku terkejut setengah mangkok mie pangsit!! Entah darimana datangnya berandal-berandal bego ini!.
“Huuppp,..ciiaattt,..jreeeng!!” aku menghidar dari cekikan dan langsung memasang gajah-gajah! eh, kuda-kuda! Kali ini aku lumayan siap tempur. Tak akan kubiarkan satu buah donatpun menyerangku.
Kutatap tajam pemuda-pemuda penyerangku itu satu-persatu.
” Wwhhaaaddd, bukankah kaliaaan??kauuuu?!! Batman?!! Roronoa Zoro!! Kurosaki Ichigooo?!!,..hai hai hai,.ngapain kalian kesini?!!”
Uuughh, kalo keroyokan begini terpaksa aku harus,…
“...ma,….mammmaaaaaakkkk!!”
*Hehe,..The End*
Lelaki-boemi/Affif Herman bin Herman hanif bin Hanifuddin Ali
Kajhu, 14 Oktober 2010/1431 H
****
Siang. Sedari pagi tadi tiba-tiba saja desa Kajhu yang terserak dipinggir pantai ini dihamburkan hujan oleh malaikat yang diperintahkan oleh Rabb-nya. Biasanya Banda Aceh dan sekitarnya -termasuk Kajhu- dihuni oleh cuaca yang panas membara-ria. Tetapi kali ini terasa sejuk asbab kunjungan si-hujan.
Suasana Kajhu yang nyaman dan jauh dari orang-orang yang sok-sok sibuk ini kumanfaatkan untuk melamun-lamunkan hidup. Aku bertengger didepan meja yang di semaki buku-buku teknik dan setangkai laptop mekar. Meja ini berada tepat benar dipinggir jendela, jadi aku sangat merasakan “siip”nya udara sejuk akibat perangai si-hujan. Aku bersyukur.
Namun, tak ada angin, tak ada Jaka sembung, tiba-tiba ada yang begitu edan menjambak rambutku dari belakang, mulutku sigap dibekapnya keras dan disumpal dengan donat. Lebih tepatnya donat dengan selai rasa nenas spesial. Rasanya lumayan.
Nafasku tertahan, dan aku meronta-memberontak keras!! Susah lepas, karena kakiku juga terhalang meja sehingga nggak bisa salto. Huh, jika saja meja tak ada, pasti, pastinya aku juga tetap tak bisa salto,..*hehe.
Aku semakin menggelepar bak ikan lele yang di jemur di aspal panas, diapit diantara kehabisan nafas dan berjuang melepaskan cekikan di leherku. Ingin kuteriak keras, “mamaaaakkkk!!”, tapi tak bisa. Ia tak memberiku kesempatan untuk membuka mulut. Donat selai rasa nenas spesial yang enak itupun cukup mengganggu.
Penasaran, kulirik cepat, siapa gerangan pemuda biadab ini. Apakah ia mafia penculik lelaki bujang dengan tujuannya para bujang-bujang ini dibawa keluar negeri untuk menjadi TKI?? Ataukah ia merupakan salahsatu crew Indonesia Mencari Bakat yang sedang mencari talenta seorang lelaki yang mabok akibat kehabisan nafas oleh sebuah Donat selai rasa nenas spesial?? Entahlah,.
Dan saat kulirik.
"Whhaaaaddd!! s-spidermaaan??!!!”, aaarrgh, ngapain si-bego ini ke Kajhu?!!" Apakah dia terinfeksi rabies sehingga dibuang ke Kajhu?? Ataukah dia sedang mencari ibu kandungnya karena telah terpisah 20 tahun yang lalu?? Aku bingung untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan cerdas dibenakku itu (pertanyaan cerdas dari hongkong!! hehe). Tapi, aku urung mencari jawaban, karena ada yang lebih penting, yaitu; nafasku makin pendek-tersengal, sesak. Hampir teler.
Kuraih-raih apa yang bisa dijangkau tangan. "Ahaa!! tanganku menggenggam sesuatu. Bagus!". Tanpa pikir panjang langsung kubanting benda ditanganku itu kekepalanya, maaf, lebih tepatnya ke jidatnya. Spider terhuyung sambil megang-megang kepalanya, cekikannya terlepas. Ia teler seketika, dan telinganya berbusa-busa. Huff aku selamat. Benda sakti ditanganku itu hancur berkeping-keping. Donat rasa nenaspun kuhancurkan berkeping-keping di dalam mulut. Enak memang. Tapi,..
“Wwwaaaaaaahhhh!!” Aku kaget setengah lusin. Aku tak mengira benda yang telah hancur berkeping-keping itu adalah Laptopku!! Buah kelapa dimakan hansib, itulah yang namanya nasib. Aku histeris layaknya artis-artis di sinetron yang mendapati kekasihnya ditengah hujan deras berdarah-darah tergeletak dipinggir jalan dan si-artis teriak, “tidaaaaaakkk!!,..sa-sayang,..s-sayang,..Kamu tidak apa-apa??!!” (Yaaaah,… udah tau kekasihnya berdarah- hampir mampus, eh, malah ditanya-tanyain, bukannya langsung dibawain ke RS). Huff sinetron lebay Indonesia memang selalu bikin gemeysss. Dan membodohkan.
Kulihat si-spider tergeletak di lantai seperti kain pel. Kusut tak berdaya. Karena mengganggu pemandangan rumah dan membuat orang susah lalu lalang maka si-Spider yang masih teler kuseret kesudut dapur (lha, ini hero atau kompor??). Dia masih teler dengan nyenyak. Kuselimuti dia dengan kain lap agar tak diganggu lalat. Oh betapa care dan romantis-nya aku bukan?? ...=))
Di jidatnya yang ditutupi topeng terlihat tonjolan bekas belaian almarhum laptopku tadi. Sebagai anak teknik aku kuatir benjolan itu bisa membusuk akibat infeksi dan menyebar hingga ke ujung kaki, maka akupun berinisiatif meminumkannya obat Diare agar benjol itu hilang (!!). Ku kompres juga dengan air bekas cucian. Ia tersenyum dalam telernya. Aku lega,.huff.
Setahun kemudian dia bangun (haha nggak-lah), maksudku sekitar se-jam kemudian ia siuman. Tadi sebelumnya tangan dan kakinya telah kuikat di kompor agar tak terjadi hal-hal diluar kewajaran. Lubang tempat keluar senjata jaring ditangannya telah kututup dengan tetesan plastik yang dibakar. Kostumnya pun ku coret dan kusobek-sobek sehingga ia berpikir 10 kali klo mau kabur, karena bisa-bisa citranya jatuh akibat ketahuan nggak bersih dan mirip gelandangan sukses.
“Huaaahh”. Ia menggonggong, eh, menguap. Belum sepenuhnya sadar. Ia melihatku, lihat kiri-kanan.
“w-whad’s going on??!” Terbata-bata.
Aku duduk sekitar 3 meter di depannya. Ia menatapku. Kutarik topengnya, dan ia menunduk. Kulihat wajahnya plus benjolan merah eksotik di jidat itu sedang dilamar kesedihan dan kelelahan. Muram. Tatapan sendunya seolah mengirimkan SMS kepadaku bahwa ia sedang berusaha lari dari sesuatu. Dan sepertinya ia belum mau untuk berbagi cerita, dan menjelaskan mengapa ia bisa sampai di Kajhu ini. Akupun tak ingin memaksanya untuk bercerita saat ini. Kubiarkan saja ia tenang dulu. Ku kompres lagi benjolan merah di jidatnya dengan air cucian. Ia menatapku curiga melihat air kompres yang agak keruh dan berbusa. Aku tak peduli.
“mau rokok?” aku membuka percakapan sok akrab. Ia mengangguk iya.
“maaf aku tak ada rokok, lagipun aku tak merokok”. Ia bingung.
“mau soto ayam nggak??” aku mengajaknya ngobrol dengan topik yang lain. Ia mengangguk kuat pertanda ia sangat kelaparan.
“maaf spider, dirumahku nggak ada soto, emangnya aku terlihat buka warung soto disini,..’. Kujawab santai. Ia kaget. Makin bingung.
“mau jalan-jalan keliling Banda Aceh?” aku kembali sok kenal sok dekat. Ia menatapku lamat-lamat. Ia bingung apa harus mengangguk lagi atau cukup diam saja. Ia takut dikerjai lagi dan lagi…hehehe.
***
Bla,.bla,..bla,..bla,…cerita disingkat se-singkat-singkatnya…
3 minggu sudah ia tinggal di Kajhu. Sementara ini kuijinkan ia tinggal bersamaku, tapi kuberi beberapa syarat, diantaranya; Ia harus menyapu lantai tiap hari, beli sayur di pasar, mencuci baju, dan tidur di dapur (hehe).
Kini ia terlihat sangat berbeda. Bahagia. Muram di wajahnya telah ditenggelamkan oleh senyum dan tawa. Pagi-pagi ba’da Shubuh ia sangat senang jalan-jalan menyisiri pantai Kajhu, Spider juga rajin menanam sayur kangkung di belakang rumah, terkadang bermain kejar-kejaran dengan kucing pemalas di rumahku yang bernama Wandi. Mereka cocok. Dan Wandipun kini mulai menerima spaidermen apa adanya.
Jika hari libur ia kuajak untuk snorkeling dibukit Soeharto, atau ngopi diatas perumahan Jackie Chan untuk melihat indahnya kota Banda Aceh dari atas di malam hari, kadang-kadang kami makan jagong bakar di Ulelheu sekalian melihat-lihat PLTD Apung di Punge, trus ke Mesjid Raya Baiturrahman, makan nasi bebek di Lambaro, Berenang di Mata Ie, Ngopi di Solong, ke Lhoknga, ke gunung Geureutee, dan lain-lain. Ia begitu gembira-ria. Spider berkata bahwa ia tak pernah seperti ini sebelumnya. Ia merasa hidup kembali. Ia mengatakannya dengan mata yang berkaca-kaca. Bahkan kini ia begitu menikmati hirupan nafasnya sendiri. Ia seolah menemukan sesuatu yang telah hilang dari hidupnya. Oh iya, kuberitahukan kau, ternyata ia begitu menyukai Pecel lele dan Sambal Udang sabu. *Aiihh,..=))
***
Sore itu terletak pada hari Jum’at , Spider mengajakku melihat Sunset di Alue Naga. Katanya ada yang ingin ia kabarkan. Aku meng-iyakan. Sebelum kesana kami ke Dekmi Darussalam membeli kopi. Dibungkus.
Sesampai di bebatuan di ujung Pantai Alue Naga kami mengambil posisi yang pas menghadap ke laut. Di lokasi itu kami tak sendiri tentunya, karena banyak para pemancing ikan bergentayangan jika sore telah datang. Dari wajahnya dapat kuterka beberapa pemancing ini kabur dari rumah karena diomelin istri. Sebagian diantaranya malah terlihat gusar, seperti sedang mencari-cari alasan untuk istri pertama dan keduanya bahwa ia mau nikah lagi. Dan kami menikmati semuanya dengan segelas kopi. Ah siipp...
Setelah berbincang ringan, Spider terdiam. Ia menatap jauh lautan di depannya. Aku tak terlalu ambil pusing, para pemancing juga tak ambil pusing, kepiting-kepiting yang lalu-lalang didepan kamipun juga tak ambil pusing. Kupikir ia sedang sok-sok bergaya melankolis gitu, biasalah artis. Serasa ada kamera dimana-mana.
“fif,,..” tiba-tiba
“iya,.”
“fif,.”
“iya,..?”. Aku mulai dibelai emosi.
“fif”.
“iyaaa, apaaa hai?!!!”
“hehe,..” Spider tertawa. Emosi menciumku, kuminum kopi pake mata!.
“Fif,… Aku udah capek terus-terusan membunuh, berkelahi, menipu anak-anak, diperintah-perintah Zionis, memakai baju ketat spider itu terus,..aku capek, fif. Makanya aku kemari.” Ow, Spider mau curhat mentel rupanya. Aku diam saja mendengarnya. Sok-sok care gitu-lah. Kupasang muka sendu-merana sebagai bentuk ekspresi wajah bahwa aku paham atas kelelahannya karena tidak bisa hidup menjadi diri sendiri.
“Aku mau menjadi “manusia”.. Ia tertunduk.
“a-aku, aku mau masuk Islam, fif”.
Aku tercekat. *Haaaahh, si-Spider dapat hidayah ni ceritanyaa?!kok bisa?!! Jeh, yang buat cerita siapa seeh??! Hehe*
“Sudah cukup aku diperalat oleh kapitalis hiburan di kampungku sana. Aku mau seperti Fudhail bin Iyadh, yang tobat dari kejahatan-kejahatannya, fif. Bukankah aku juga punya hak untuk berhenti dari masa lalu dan belajar untuk mengenal Tuhan??..dan rencananya aku akan menetap di Koeta Batee (Blangpidie) dan bekerja disana. Aku akan buka toko buku dan menjual baju koko”. Ia bertutur yakin.
Aku masih melongo dashyat. Membayangkan Spider jualan baju koko di Pasar Blangpidie!!. *Aiiihhh,..
Kucubit-cubit batu karang di Alue Naga untuk memastikan ini bukan mimpi. Batu karangnya tak menjerit. Kucoba lagi dengan mencubit-cubit kepiting yang sok-sok mendengar di depan kami. Mereka kabur pontang-panting. Kulempar salahsatu kepala pemancing dengan batu karang, dan pemancing itu membalas lemparanku plus kata-kata mutiara caci-maki berantai. Oh, berarti ini bukan mimpi.
“Aku ingin berkeluarga dengan muslimah baik-baik, menjadi Ayah dari keturunan yang baik-baik,.. dan,..dan a-aku tertarik dengan yang namanya Surga, fif…a-aku ingin kesana.” Ia semakin fasih berbicara tentang hidupnya. Ia menatapku penuh harap menanti bagaimana tanggapanku. Aku menepuk-nepuk pundaknya dengan senyum bukan sembarang senyum. Kupasang senyum manis merayu untuknya (jeeehhh???hehe nggak hai,..)
“Do az you wizh, bro,.. i have faith in you!!.” Kataku dengan sok-sok memakai bahasa bule.
Ia senang bukan main. Ingin kupeluk ia manja, tapi aku kuatir terlihat pemandangan “ganjil” yang dilarang oleh agama. Aku juga kuatir nanti tertangkap basah oleh muslimah beriman yang ingin kubawa pulang sesuai dengan tuntunan agama, takut ia salah paham dan cemburu buta. Maka kuurungkan pelukan manja itu.
Namun, entah karena pernyataan ingin “beriman” dari Spider tadi, Sunset sore itu menjadi terasa berbeda dari biasanya. Ya, sangat berbeda. Indah sekali. Aku tersenyum. Para pemancing dan kepiting-kepiting juga sok-sok ikut tersenyum. Ah, sepertinya sore ikut berbahagia pada saat itu.
***
Dua minggu kemudian aku kembali hidup sendiri di Kajhu, seperti biasanya. Spider telah tobat dan memilih Koeta Batee, Abdya, sebagai tempatnya melanjutkan hidup. Ia rajin ikut pengajian untuk memperbaiki bacaan Qur’an dan ibadah-ibadahnya. Ia pun sedang berancang-ancang membuka usaha dan katanya iapun sedang berta’aruf dengan seorang muslimah. Wow. (haha apa-apaan ini?!!)
Lagi, hujan berkunjung ke Kajhu. Lagi, aku melamun-melamunkan hidup, mengukir-ngukir rencana demi rencana. Dan lagi, dengan tiba-tiba, se-tumpuk pemuda menyerangku dari berbagai arah. Aku terkejut setengah mangkok mie pangsit!! Entah darimana datangnya berandal-berandal bego ini!.
“Huuppp,..ciiaattt,..jreeeng!!” aku menghidar dari cekikan dan langsung memasang gajah-gajah! eh, kuda-kuda! Kali ini aku lumayan siap tempur. Tak akan kubiarkan satu buah donatpun menyerangku.
Kutatap tajam pemuda-pemuda penyerangku itu satu-persatu.
” Wwhhaaaddd, bukankah kaliaaan??kauuuu?!! Batman?!! Roronoa Zoro!! Kurosaki Ichigooo?!!,..hai hai hai,.ngapain kalian kesini?!!”
Uuughh, kalo keroyokan begini terpaksa aku harus,…
“...ma,….mammmaaaaaakkkk!!”
*Hehe,..The End*
Lelaki-boemi/Affif Herman bin Herman hanif bin Hanifuddin Ali
Kajhu, 14 Oktober 2010/1431 H
Sabtu, 09 Oktober 2010
PROSA LIRIK TAUFIK ISMAIL
Kita hampir paripurna menjadi bangsa porak-poranda,
terbungkuk dibebani hutang dan merayap melata sengsara di dunia.
Penganggur 40 juta orang,
anak-anak tak bisa bersekolah 11 juta murid,
pecandu narkoba 6 juta anak muda,
pengungsi perang saudara 1 juta orang,
VCD koitus beredar 20 juta keping,
kriminalitas merebat disetiap tikungan jalan
dan beban hutang di bahu 1600 trilyun rupiahnya.
Pergelangan tangan dan kaki Indonesia diborgol
diruang tamu Kantor Pegadaian Jagat Raya,
dan dipunggung kita dicap sablon besar-besar:
Tahanan IMF dan Penunggak Bank Dunia.
Kita sudah jadi bangsa kuli dan babu,
menjual tenaga dengan upah paling murah sejagat raya.
Ketika TKW-TKI itu pergi
lihatlah mereka bersukacita antri penuh harapan dan angan-angan
di pelabuhan dan bandara,
ketika pulang lihat mereka berdukacita
karena majikan mungkir tidak membayar gaji,
banyak yang disiksa malah diperkosa
dan pada jam pertama mendarat di negeri sendiri diperas pula.
Negeri kita tidak merdeka lagi,
kita sudah jadi negeri jajahan kembali.
Selamat datang dalam zaman kolonialisme baru, saudaraku.
Dulu penjajah kita satu negara,
kini penjajah multi kolonialis banyak bangsa.
Mereka berdasi sutra,
ramah-tamah luar biasa dan banyak senyumnya.
Makin banyak kita meminjam uang,
makin gembira karena leher kita makin
mudah dipatahkannya.
Di negeri kita ini, prospek industri bagus sekali.
Berbagai format perindustrian, sangat menjanjikan,
begitu laporan penelitian.
Nomor satu paling wahid, sangat tinggi dalam evaluasi,
dari depannya penuh janji, adalah industri korupsi.
Apalagi di negeri kita lama sudah tidak jelas batas halal dan haram,
ibarat membentang benang hitam di hutan kelam jam satu malam.
Bergerak ke kiri ketabrak copet,
bergerak ke kanan kesenggol jambret,
jalan di depan dikuasai maling,
jalan di belakang penuh tukang peras,
yang di atas tukang tindas.
Untuk bisa bertahan berakal waras saja di Indonesia, sudah untung.
Lihatlah para maling itu kini mencuri secara berjamaah.
Mereka bersaf-saf berdiri rapat, teratur berdisiplin dan betapa khusyu’.
Begitu rapatnya mereka berdiri susah engkau menembusnya.
Begitu sistematiknya prosedurnya tak mungkin engkau menyabotnya.
Begitu khusyu’nya, engkau kira mereka beribadah.
Kemudian kita bertanya, mungkinkah ada maling yang istiqamah?
Lihatlah jumlah mereka, berpuluh tahun lamanya,
membentang dari depan sampai ke belakang,
melimpah dari atas sampai ke bawah,
tambah merambah panjang deretan saf jamaah.
Jamaah ini lintas agama, lintas suku dan lintas jenis kelamin.
Bagaimana melawan maling yang mencuri secara berjamaah?
Bagaimana menangkap maling
yang prosedur pencuriannya malah dilindungi dari atas sampai ke bawah?
Dan yang melindungi mereka, ternyata,
bagian juga dari yang pegang senjata dan yang memerintah.
Bagaimana ini?
Tangan kiri jamaah ini menandatangani disposisi MOU dan MUO (Mark Up
Operation),
tangan kanannya membuat yayasan beasiswa,
asrama yatim piatu dan sekolahan.
Kaki kiri jamaah ini mengais-ngais upeti ke sana kemari,
kaki kanannya bersedekah, pergi umrah dan naik haji.
Otak kirinya merancang prosentasi komisi dan pemotongan anggaran,
otak kanannya berzakat harta,
bertaubat nasuha
dan memohon ampunan Tuhan.
Bagaimana caranya melawan maling begini yang mencuri secara berjamaah?
Jamaahnya kukuh seperti diding keraton,
tak mempan dihantam gempa dan banjir bandang,
malahan mereka juru tafsir peraturan
dan merancang undang-undang,
penegak hukum sekaligus penggoyang hukum,
berfungsi bergantian.
Bagaimana caranya memroses hukum maling-maling yang jumlahnya ratusan ribu,
barangkali sekitar satu juta orang ini,
cukup jadi sebuah negara mini,
meliputi mereka yang pegang kendali perintah,
eksekutif, legislatif, yudikatif dan dunia bisnis,
yang pegang pestol dan
mengendalikan meriam,
yang berjas dan berdasi.
Bagaimana caranya?
Mau diperiksa dan diusut secara hukum?
Mau didudukkan di kursi tertuduh sidang pengadilan?
Mau didatangkan saksi-saksi yang bebas dari ancaman?
Hakim dan jaksa yang bersih dari penyuapan?
Percuma
Seratus tahun pengadilan, setiap hari 8 jam dijadwalkan
Insya Allah tak akan terselesaikan.
Jadi, saudaraku, bagaimana caranya?
Bagaimana caranya supaya mereka mau dibujuk, dibujuk, dibujuk agar bersedia
mengembalikan jarahan yang berpuluh tahun
dan turun-temurun sudah mereka kumpulkan.
Kita doakan Allah membuka hati mereka, terutama karena terbanyak dari mereka
orang yang shalat juga, orang yang berpuasa juga, orang yang berhaji juga.
Kita bujuk baik-baik dan kita doakan mereka.
Celakanya,
jika di antara jamaah maling itu ada keluarga kita,
ada hubungan darah atau teman sekolah,
maka kita cenderung tutup mata,
tak sampai hati menegurnya.
Celakanya,
bila di antara jamaah maling itu ada orang partai kita,
orang seagama atau sedaerah,
Kita cenderung menutup-nutupi fakta,
lalu dimakruh-makruhkan
dan diam-diam berharap
semoga kita mendapatkan cipratan harta tanpa ketahuan.
Maling-maling ini adalah kawanan anai-anai dan rayap sejati.
Dan lihat kini jendela dan pintu Rumah Indonesia dimakan rayap.
Kayu kosen, tiang,kasau, jeriau rumah Indonesia dimakan anai-anai.
Dinding dan langit-langit, lantai rumah Indonesia digerogoti rayap.
Tempat tidur dan lemari, meja kursi dan sofa, televisi rumah Indonesia
dijarah anai-anai.
Pagar pekarangan, bahkan fondasi dan atap rumah
Indonesia sudah mulai habis dikunyah-kunyah rayap.
Rumah Indonesia menunggu waktu, masa rubuhnya yang sempurna.
Aku berdiri di pekarangan, terpana menyaksikannya.
Tiba-tiba datang serombongan anak muda dari kampung sekitar.
“Ini dia rayapnya! Ini dia Anai-anainya! ” teriak mereka.
“Bukan. Saya bukan Rayap, bukan!” bantahku.
Mereka berteriak terus dan mendekatiku dengan sikap mengancam.
Aku melarikan diri kencang-kencang.
Mereka mengejarkan lebih kenjang lagi.
Mereka menangkapku.
“Ambil bensin!” teriak seseorang.
“Bakar Rayap,” teriak mereka bersama.
Bensin berserakan dituangkan ke kepala dan badanku.
Seseorang memantik korek api.
Aku dibakar.
Bau kawanan rayap hangus.
Membubung Ke udara.
Jakarta, 2008
lelaki-boemi.
terbungkuk dibebani hutang dan merayap melata sengsara di dunia.
Penganggur 40 juta orang,
anak-anak tak bisa bersekolah 11 juta murid,
pecandu narkoba 6 juta anak muda,
pengungsi perang saudara 1 juta orang,
VCD koitus beredar 20 juta keping,
kriminalitas merebat disetiap tikungan jalan
dan beban hutang di bahu 1600 trilyun rupiahnya.
Pergelangan tangan dan kaki Indonesia diborgol
diruang tamu Kantor Pegadaian Jagat Raya,
dan dipunggung kita dicap sablon besar-besar:
Tahanan IMF dan Penunggak Bank Dunia.
Kita sudah jadi bangsa kuli dan babu,
menjual tenaga dengan upah paling murah sejagat raya.
Ketika TKW-TKI itu pergi
lihatlah mereka bersukacita antri penuh harapan dan angan-angan
di pelabuhan dan bandara,
ketika pulang lihat mereka berdukacita
karena majikan mungkir tidak membayar gaji,
banyak yang disiksa malah diperkosa
dan pada jam pertama mendarat di negeri sendiri diperas pula.
Negeri kita tidak merdeka lagi,
kita sudah jadi negeri jajahan kembali.
Selamat datang dalam zaman kolonialisme baru, saudaraku.
Dulu penjajah kita satu negara,
kini penjajah multi kolonialis banyak bangsa.
Mereka berdasi sutra,
ramah-tamah luar biasa dan banyak senyumnya.
Makin banyak kita meminjam uang,
makin gembira karena leher kita makin
mudah dipatahkannya.
Di negeri kita ini, prospek industri bagus sekali.
Berbagai format perindustrian, sangat menjanjikan,
begitu laporan penelitian.
Nomor satu paling wahid, sangat tinggi dalam evaluasi,
dari depannya penuh janji, adalah industri korupsi.
Apalagi di negeri kita lama sudah tidak jelas batas halal dan haram,
ibarat membentang benang hitam di hutan kelam jam satu malam.
Bergerak ke kiri ketabrak copet,
bergerak ke kanan kesenggol jambret,
jalan di depan dikuasai maling,
jalan di belakang penuh tukang peras,
yang di atas tukang tindas.
Untuk bisa bertahan berakal waras saja di Indonesia, sudah untung.
Lihatlah para maling itu kini mencuri secara berjamaah.
Mereka bersaf-saf berdiri rapat, teratur berdisiplin dan betapa khusyu’.
Begitu rapatnya mereka berdiri susah engkau menembusnya.
Begitu sistematiknya prosedurnya tak mungkin engkau menyabotnya.
Begitu khusyu’nya, engkau kira mereka beribadah.
Kemudian kita bertanya, mungkinkah ada maling yang istiqamah?
Lihatlah jumlah mereka, berpuluh tahun lamanya,
membentang dari depan sampai ke belakang,
melimpah dari atas sampai ke bawah,
tambah merambah panjang deretan saf jamaah.
Jamaah ini lintas agama, lintas suku dan lintas jenis kelamin.
Bagaimana melawan maling yang mencuri secara berjamaah?
Bagaimana menangkap maling
yang prosedur pencuriannya malah dilindungi dari atas sampai ke bawah?
Dan yang melindungi mereka, ternyata,
bagian juga dari yang pegang senjata dan yang memerintah.
Bagaimana ini?
Tangan kiri jamaah ini menandatangani disposisi MOU dan MUO (Mark Up
Operation),
tangan kanannya membuat yayasan beasiswa,
asrama yatim piatu dan sekolahan.
Kaki kiri jamaah ini mengais-ngais upeti ke sana kemari,
kaki kanannya bersedekah, pergi umrah dan naik haji.
Otak kirinya merancang prosentasi komisi dan pemotongan anggaran,
otak kanannya berzakat harta,
bertaubat nasuha
dan memohon ampunan Tuhan.
Bagaimana caranya melawan maling begini yang mencuri secara berjamaah?
Jamaahnya kukuh seperti diding keraton,
tak mempan dihantam gempa dan banjir bandang,
malahan mereka juru tafsir peraturan
dan merancang undang-undang,
penegak hukum sekaligus penggoyang hukum,
berfungsi bergantian.
Bagaimana caranya memroses hukum maling-maling yang jumlahnya ratusan ribu,
barangkali sekitar satu juta orang ini,
cukup jadi sebuah negara mini,
meliputi mereka yang pegang kendali perintah,
eksekutif, legislatif, yudikatif dan dunia bisnis,
yang pegang pestol dan
mengendalikan meriam,
yang berjas dan berdasi.
Bagaimana caranya?
Mau diperiksa dan diusut secara hukum?
Mau didudukkan di kursi tertuduh sidang pengadilan?
Mau didatangkan saksi-saksi yang bebas dari ancaman?
Hakim dan jaksa yang bersih dari penyuapan?
Percuma
Seratus tahun pengadilan, setiap hari 8 jam dijadwalkan
Insya Allah tak akan terselesaikan.
Jadi, saudaraku, bagaimana caranya?
Bagaimana caranya supaya mereka mau dibujuk, dibujuk, dibujuk agar bersedia
mengembalikan jarahan yang berpuluh tahun
dan turun-temurun sudah mereka kumpulkan.
Kita doakan Allah membuka hati mereka, terutama karena terbanyak dari mereka
orang yang shalat juga, orang yang berpuasa juga, orang yang berhaji juga.
Kita bujuk baik-baik dan kita doakan mereka.
Celakanya,
jika di antara jamaah maling itu ada keluarga kita,
ada hubungan darah atau teman sekolah,
maka kita cenderung tutup mata,
tak sampai hati menegurnya.
Celakanya,
bila di antara jamaah maling itu ada orang partai kita,
orang seagama atau sedaerah,
Kita cenderung menutup-nutupi fakta,
lalu dimakruh-makruhkan
dan diam-diam berharap
semoga kita mendapatkan cipratan harta tanpa ketahuan.
Maling-maling ini adalah kawanan anai-anai dan rayap sejati.
Dan lihat kini jendela dan pintu Rumah Indonesia dimakan rayap.
Kayu kosen, tiang,kasau, jeriau rumah Indonesia dimakan anai-anai.
Dinding dan langit-langit, lantai rumah Indonesia digerogoti rayap.
Tempat tidur dan lemari, meja kursi dan sofa, televisi rumah Indonesia
dijarah anai-anai.
Pagar pekarangan, bahkan fondasi dan atap rumah
Indonesia sudah mulai habis dikunyah-kunyah rayap.
Rumah Indonesia menunggu waktu, masa rubuhnya yang sempurna.
Aku berdiri di pekarangan, terpana menyaksikannya.
Tiba-tiba datang serombongan anak muda dari kampung sekitar.
“Ini dia rayapnya! Ini dia Anai-anainya! ” teriak mereka.
“Bukan. Saya bukan Rayap, bukan!” bantahku.
Mereka berteriak terus dan mendekatiku dengan sikap mengancam.
Aku melarikan diri kencang-kencang.
Mereka mengejarkan lebih kenjang lagi.
Mereka menangkapku.
“Ambil bensin!” teriak seseorang.
“Bakar Rayap,” teriak mereka bersama.
Bensin berserakan dituangkan ke kepala dan badanku.
Seseorang memantik korek api.
Aku dibakar.
Bau kawanan rayap hangus.
Membubung Ke udara.
Jakarta, 2008
lelaki-boemi.
Senin, 04 Oktober 2010
Hadits Session: Istilah-istilah Kumpulan Periwayat.
Kutitipkan sedikit ilmu hadits ini padamu, agar perut dan hati tak jenuh akibat tiap hari terlalu banyak ketawa-ketiwi…=))
Siiippp. Mari-mari, kuriwayatkan bahwa;
Untuk menunjukkan para perawi yang meriwayatkan suatu hadits, para ulama meringkasnya dengan menggunakan istilah-istilah tertentu. As-Sam’ani misalnya dalam kitabnya Subul as-Salam memakai istilah-istilah untuk menunjuk para perawinya seperti dibawah ini.
1. Akhrajah as-sab’ah adalah istilah untuk menunjukkan bahwa hadits itu diriwayatkan oleh tujuh orang perawi, yaitu al-Bukhari, Muslim, Ahmad bin Hanbal, Abu Dawud, At-Tirmidzi, an-Nasai, dan Ibn Majah.
2. Akhrajah as-sittah adalah menunjukkan bahwa hadits itu diriwayatkan oleh enam orang perawi seperti tersebut di atas dengan pengecualian Imam Ahmad.
3. Akhrajah al-Khamsah berarti hadits itu diriwayatkan oleh lima orang perawi yang tujuh diatas dengan pengecualian al-Bukhari dan Muslim.
4. Akhrajah al-arba’h berarti hadits itu diriwayatkan oleh empat orang perawi (periwayat) yang disebutkan juga Imam-imam Ashab as-Sunnan, yaitu Abu Dawud, at-Tirmidzi, an-Nasai, dan Ibn Majah.
5. Akhrajah ats-tsalasah berarti hadits itu diriwayatkan oleh tiga orang perawi, yaitu Abu Dawud, at-Tirmidzi, dan Ibn Majah.
6. Akhrajah asy-syaikhan berarti hadits itu diriwayatkan oleh dua imam besar yaitu al-Bukhari dan Muslim, perlu dicatat bahwa istilah akhrajah asy-syaikhani belum tentu hadits tersebut diriwayatkan di dalam kedua kitab Shahih keduanya. Mungkin saja diriwayatkan di dalam kitab mereka yang lain. Adapun istilah muttafaq ‘alaih jelas menunjukkan bahwa hadits tersebut diriwayatkan di dalam kitab Shahih keduanya.
7. Akhrajah al-Jama’ah berarti hadits itu diriwayatkan oleh banyak perawi. Ini berarti bukan saja perawi-perawi seperti yang disebutkan di atas, tapi juga oleh perawi-perawi lainnya. (Ash-Shan’ani, Subul as-Salam, Jilid I, Dar al-Fikr, Beirut, 1991, hlm. 10-13)
Selain itu, dijumpai juga istilah lain, yaitu muttafaq ‘alaih dalam pengertian khusus. Istilah ini dikemukakan oleh Mansur ‘Ali Nasif dalam kitabnya at-Taj al-Jami’ li al-Ushul.
Menurutnya, muttafaq ‘alaih berarti Hadits dimaksud diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari, Imam Muslim dan Imam Ahmad ibn Hanbal.
kerjaan by: Lelaki-Boemi/Syawal 1431 H/Oktober 2010
Diriwayatkan dari Dr. H. Ramli Abdul wahid, MA/ Studi Ilmu Hadits/2005, oleh Affif Herman bin Herman Hanif bin Hanifuddin Ali bin Teuku Muhammad Ali bin Teuku Muhammad Din bin Teuku Loen.
Langganan:
Postingan (Atom)