Selasa, 22 September 2015

Rokok yang Menggoda

Ngomongin masalah rokok emang (jika mau) akan memakan waktu yang banyak. Membahasnya akan bersinggungan dengan banyak aspek dan berbagai kepentingan. Sejarah, ekonomi, sosial, gaya hidup dan kesehatan, bahkan masalah moral bisa kita kaitkan dengan urusan hisab-menghisab ini.
 
Di balik banyaknya pengaruh negatif yang disebabkan oleh rokok, dan dibalik berbagai cara pembelaan oleh para pemilik bisnis ini, ada hal yang membuat saya pribadi sangat merasa prihatin. Yakni masalah anak-anak muda dan remaja yang sudah merokok sejak dini. Bahkan anak-anak yang masih menduduki Sekolah Dasar sudah mencoba-coba merokok meski masih dalam taraf main-main atau iseng. Wajar jika sampai timbul istilah "Indonesian's Smoking Generation" pada salah satu artikel yang pernah saya baca. Yang menggambarkan betapa memprihatinkannya perilaku merokok di kalangan kaum belia di Indonesia.

Saya yakin secara umum anak-anak muda/remaja kita yang baru mulai merokok setidaknya tahu bahaya rokok. Apalagi setiap bungkusan rokok memiliki sejenis peringatan efek dari perbuatan tersebut, bahkan disertai gambar-gambar horor. Namun jika kita perhatikan, gambar-gambar yang menakutkan di bungkusan tersebut seolah tidak memberikan pengaruh yang berarti bagi para remaja kita. Mereka juga tidak peduli bahwa jumlah kematian akibat asap rokok bahkan melampui kematian akibat AIDS. Yang menyebabkan 3 juta kematian pertahun pada 1990-an. Bahkan menurut harian Kompas (31 Mei 1996) diperkirakan antara tahun 1995 hingga tahun 2000-an akan terdapat 15 juta kematian karena asap rokok. Belum lagi kita uraikan efek-efek mengerikan yang lain yang memicu penyakit seperti kanker pada saluran pernafasan, diabetes, jantung koroner, gangguan pada paru-paru dan lain-lain. Para remaja tetap saja tak berdaya dihadapan adiksi nikotin dan gencarnya mitos-mitos kehebatan rokok pada iklan-iklan di berbagai media.

Di sisi yang lain perusahaan-perusahaan rokok kok rasanya 'pede' saja membubuhi peringatan-peringatan (berserta gambar) dari efek merokok tersebut. Seolah memang tak akan menggangu bisnis mereka. Namun fakta di lapangan memang berbicara demikian, peminatnya malah bukannya berkurang, tetapi terus bertambah dari hari kehari. Persentase perokok baru, khususnya di negara-negara berkembang terus naik dan menjanjikan.

Perusahan-perusahaan rokok multinasional terlihat betul-betul sedang bersemangat menjadikan negara berkembang di Asia-Afrika, dan secara khusus Indonesia sebagai lahan baru dalam mengeruk keuntungan, mengingat laba yang mereka peroleh dari negara-negara Barat terus berkurang. Melihat Indonesia yang memiliki jumlah manusia yang melimpah, tentu potensial untuk menjadikannya sebagai masa depan bisnis mereka. Sehingga tak berlebihan jika para aktifis anti rokok sampai-sampai mengeluarkan statemen bahwa ekspansi perusahaan rokok saat ini sebagai Perang Candu abad 20.

Dunia periklanan industri rokok memang paling lihai dalam 'merayu' mangsanya agar selalu istiqamah atau memulai menghisap rokok. Pariwara rokok bertubi-tubi merayu dari berbagai arah dan tanpa mengenal waktu dan tempat. Iklan di televisi, radio, billboard-billboard raksasa di jalanan, event-event seni dan kebudayaan. Bahkan pada daerah-daerah yang terpencilpun industri ini menjajakan dagangannya dengan jumawa. Ah iya, saya hampir kelupaan menambahkan, bahkan pada event-event olahragapun iklan rokok menjadi rajanya sponsor. Sebuah ironi bukan?

Karena iklan adalah ujung tombak industri ini maka wajar mereka menghambur-hamburkan uangnya dalam dunia periklanan ini. Dr. Ronald Hutapea Ph.D di bukunya 'Why Rokok?' menyebutkan biaya yang digunakan untuk mempromosikan rokok di seluruh dunia (pada tahun 1993) mencapai 2,5 milyar dolar setara dengan sekitar 5 triliun rupiah dengan kurs saat itu. Jumlah itu cukup untuk memberi imunisasi lengkap pada bayi-bayi yang baru lahir di seluruh dunia untuk melawan penyakit yang masih menghantui seperti polio, difteri, tetanus, campak dan TBC. Dan ternyata hampir di semua negara biaya promosi rokok ini jauh lebih besar daripada dana pemerintah untuk kesehatan. Ironis.

Akhirnya iklan-iklan penjaja nikotin ini sukses besar membujuk perokok-perokok baru yang sebagian besar justru berusia masih muda dan sangat belia. Ditambah lemahnya regulasi masalah rokok ini di negara Indonesia membuat industri ini makin semangat "menipu" anak-anak muda dengan ilusi bahwa merokok adalah lambang kejantanan, kenikmatan, kebebasan, citra dan gengsi.

Semoga berbagai pihak, baik dari kalangan masyarakat, relawan/aktifis, sampai ke Legislatif dan Eksekutif di negara ini lebih menaruh perhatian serius dan saling bekerja sama dalam masalah ini. Jangan sampai terbentuk generasi muda yang lemah secara fisik, tak kritis, dan mudah tergoda oleh hal-hal yang justru merusak masa depan mereka sendiri. Ketegasan Pemerintah sangat kita harapkan, betul jika negara kita memerlukan devisa dan pajak, namun tentu tak bijak jika harus mengorbankan masa depan generasi muda kita. 

Sekian.

Bandung, 22 September 2015
Affif Herman

Tidak ada komentar:

Posting Komentar