Kamis, 23 Juni 2011

Lanjutan :Episode kawan2 yang berpengaruh terhadap saya itu

Poto si-Adex, hasil nyolonk di FB

2. Indra Satria alias Adex, yang mempengaruhi saya untuk bermain gitar lebih baik.

Ini kisah lama. Kisah dimana saat itu daun-daun yang telah uzur akan turun ke bumi tanpa memakai tangga. Hujan juga selalu begitu. Embun juga turun tidak memakai tangga. Dan lain-lain. Ini cerita jaman dulu yang saya rasanya -setidaknya menurut saya sendiri hehe- masih sangat manis akibat masih SMA, akibat belum ada jerawat, akibat belum banyak tumbuh jenggot yang ternyata nyatanya malah membikin lebih keren. Yang menyedihkan cuma dulu itu saya belum menikah saja. Oh.

Saat ikan-ikan sedang asyik berenang di lautan, saat itu juga saya adalah dia anak SMA yang telah membeli gitar dengan uang jajan yang telah ditabung pada suatu tempat yang rahasia yang tidak mau kuberitahukan padamu agar tentram jiwa ini jadinya. Dan lihatlah bagaimana setelah itu saya menjadi sangat giat dan rajin belajar gitar demi sebuah cita-cita yang mulia, menjadi gitaris yang hebat aduhai. Menjadi gitaris hebat sakti mandraguna yang dapat kiranya mengharumkan nusa, bangsa dan Negara kepulauan nusantara dari Sabang sampai Meurauke, sampai Malaysia juga, Papua Nugini juga iya. Juga agar menjadi gitaris yang populer membanggakan hati keluarga dan handai taulan sanak-saudara sekampung halaman.

Anginpun berhembus menyuruh para rumput agar mau bergoyang. Begitulah, hingga sampai akhirnya waktu mengatakan bahwa saya merasa telah menjadi hebat bermain gitar gitu. Terus merasa begitu saya, sampai kalian melihat saya menjadi seolah-olah tidak terkalahkan di SMA paling ternama di Abdya, ditempat saya menyedot macam-macam ilmu selain ilmu hitam, juga ilmu merah, juga ilmu hijau.

Lihatlah genjrengan gitar saya yang garang. Hentakan kocokan yang juga mantap, disertai permainan melodi-melodi asal cepat saja. Jika memakai distorsi maka saya senang dengan soundnya yang terdengar “kotor”/rusuh, biar terdengar sangat nge-rock begitu padahal tidak. Terus begitu saya, dimana saja. Saya bergitar dimana suka, memperlihatkan kemampuan diri yang terasa ‘wah’. Sehingga tentu saja kepada diri saya didapati puja-puji yang datang bergelimang-geripah membuat hati senang gempita melayang berbunga-bunga adanya. Menjadi gitaris ternama pujaan anak muda nusantara semakin dekat waktunya. Masa depan dunia pergitaran terasa begitu cerah. Aduhai.

Namun adalah begitu selalu Allah membikin sesuatu kepada seseorang yang sudah merasa sombong dirinya, mulai tinggi hatinya, merasa besar kepalanya. Ketika daun-daun melakukan proses fotosintesis, tanpa kuketahui ternyata diam-diam ada orang yang bernama Adex yang edannya merupakan kawan satu kelas saat itu. Yang sehingga tibalah suatu waktu saya pertama kali mendapati mata yang melihat dan mendapati telinga yang mendengar si-Adex yang low profil itu memainkan gitar. Dan jika kamu tega maka lihatlah saya ketika itu yang tiba-tiba terdiam lesu karena melihat Adex memainkan gitar dengan sangat lihai, tentunya melebihi saya yang telah terlebih dahulu bergaya di depannya. Huff. Maka seketika itu juga jatuhlah sudah si-sombong ke dasar jurang, yang dibawah jurangnya kebetulan sekali ada yang sengaja menanam pohon-pohon kaktus yang sedang mekar-mekarnya berduri. Tenggelam juga si-tinggi hati ke dasar palung-palung laut yang gelap tak berujung, habis, dimakan plankton-plankton yang kelaparan. Kempis juga sudah si-besar kepala itu macam balonku ada lima yang diletuskan dengan api rokok murah merek SABAR-SUBUR yang menyala-nyala. Dan suram-lah pula dunia pergitaranku seketika, sangat menyesakkan.

Oh Adex itu adalah dia yang bermain gitar dengan sangat memakai feeling, begitu halus, detail, sederhana dan clean. Wow, terdengar bagus sekali, jauh lebih berkualitas permainannya. Berbeda sekali dengan permainan “kotor” saya yang ternyata hanyalah untuk menutupi kelemahan saya yang sebenarnya tak bisa bermain gitar dengan bersih (clean). Dan kesalnya dulu dia (Adex_red. hehe) hanya diam-diam saja. Seolah-olah dia adalah jagoan pilem India yang selalu datang belakangan untuk kemudian mengalahkan musuh-musuhnya. Amatir. Ya, amatir sekali saya. Sesak. Ya, sangat menyebalkan.

Begitulah akhirnya, ketika ikan-ikan lele bersenang-senang bermandikan lumpur, Adex secara tak langsung telah membuat sayang merenung pada malam-malam yang tak bisa tidur akibat banyak nyamuk. Melihat kembali kedhaifan diri untuk menyadari bahwa di atas langit selalu ada langit lagi yang lebih tinggi. Alhamdulillah, tidak terbersit di dalam sanubari saya yang terdangkal untuk berbuat nekad seperti meminum obat nyamuk semprot akibat kejadian ini. Juga tak terbersit di pikiran saya untuk menangis berhari-hari sambil mengurung diri di dalam kamar berpeluk akan bantal guling akibat kesal dan sakit hati. Juga lagi tak terbersit di pikiran saya untuk menjadi peminta-minta di simpang-simpang jalan akibat putus asa karena cita-cita menjadi gitaris ternama telah lenyap habis dimakan semut-semut merah di dinding. Alhamdulillah hal-hal macam itu tidak terbersit dipikiran saya.

Sejak saat itu-lah, saya-lah orang itu yang mencoba berusaha dalam sepi untuk memperbaiki kualitas diri untuk bisa bermain gitar lebih bagus lagi. Dengan masih menyimpan malu yang pahit, saya kembali coba bikin diri bermain dengan perasaan yang bagus dan senang, meski tanpa niat untuk mengalahkan Adex. Niat untuk mengalahkan kualitas permainan gitar Adex adalah hal yang sia-sia saja saya pikir, hal yang seperti itu malah hanya membuat permainan gitar kita semakin tak bagus. Menurut saya sebuah permainan gitar yang bagus itu lahir dari kenyamanan perasaan ketika memainkannya.

Meski sekarang saya tak lagi aktif bermain gitar dan latihan band seperti dahulu kala namun sebenarnya saya harus berterimakasih kepada Indra Satria alias Adex saat itu, bahwa begitulah saat itu saya menjadi dia yang mau bercermin diri dan membuat diri malu karena sombong hati. Dan sedikit demi sedikit saya belajar menyemangati diri untuk mau belajar lagi, belajar gitar lagi dulu itu. Jangan malu. Jangan lesu. Jangan begitu, belajar-lah lagi. Ah, ini menjadi sebuah pelajaran yang baik untuk saya saat itu. Begitu-lah.


Poto jaman. hehe.

(...hehe Insya Allah masih bersambung ke kawan2 yg lainnya)


Affif Herman
President dan Imam sangat Besar seumur hidup Ikatan Suami Nusantara Pemerhati Istri.
Banda Aceh, 22 Juni 2011, tiba2 jam 18.27 WIB.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar