Selasa, 14 Juni 2011

Ecek-eceknya ini Puisi bagus…



Jelas hari itu saya lupa hari apa gitu, pentingkah bagi kalian untuk saya beri penjelasan kapan hari saya menulis puisi ini? Saya kira tidak usah. Pentingkah bagi kalian mengetahui bahwa yang saya tulis disini adalah hanya puisi yang boleh dikonsumsi oleh umum saja? Saya kira tidak usah. Perlukah saya tampilkan puisi-puisi mesra saya kepada si-istri kepada kalian? Saya kira tidak perlu, bukan urusan kalian.

Hari itu hari yang biasa saja gitu. Hari dimana saya secara status sudah-lah hidup berdua dengan istri, yang perempuan, yang bukan bidadari, yang baik, yang saya suka, yang menutup auratnya, yang rajin mengaji, rajin saya rayu juga, yang saya rindukan juga, yang saya percaya juga, yang jadi kawan saya juga, yang jadi detak jantung saya juga, yang membirukan langit hidup saya, yang menyejukkan mata saya juga... Oh memang-lah dunia serasa milik berdua saja, padahal milik Allah. Dasar pengantin baru!!

Setelah menikahlah saya sudah diberi ijin boleh merayu si-istri. Padahal dulu, sebelum nikah jangan harap saya boleh bikin dia ketawa-ketawa, kalaupun SMS-an maka kami hanya bisa SMS-SMS yang singkat dan penting saja. Oh tapi Alhamdulillah masa-masa sulit itu telah terlewati. Setelah menikah memang terasa lebih baik daripada melajang, Alhamdulillah. Oh, saya bikin diri saya heran dengan lelaki-lelaki yang sudah mampu ini-itu namun masih belum mau menikah. Oh kasihan sekali saya pikir, tapi apa gitu bukan menjadi urusan saya, biarkanlah mereka begitu, toh harga beras juga gak turun kalau mereka menikah.

Setelah hidup berdua dengan si-istri di dalam galaksi Bima Sakti ini akhirnya saya mengetahui dengan benar-sebenar-benarnya, bahwa dia-lah orangnya si-istri saya yang baik itu yang suka dirinya telat makan. Telat makan pagi, telat makan siang, telat makan malam juga. Oh. Si-istri bikin alasan bahwa dia bikin dirinya sibuk Co-ass di RS, sehingga itu katanya dia sering dirinya lupa dan telat makan akhirnya. Oh si-istri, mengapa kamu telat-telat makan, padahal kamu tahu kalau telat makan itu-lah penyebab lapar. Kalau saja dia tahu bahwa sekarang saya adalah lelaki yang itu telah bikin diri begitu kuatir padanya, oh.

Nah, itulah akhirnya ketika pagi itu yang saya lupa harinya, saya bertekad bikin puisi norak tapi mudah-mudahan manis, dan saya kirim ke Hp si-istri, bukan ke Hp orang lain. Agar dengan membaca puisi saya si-istri segera menginsafi diri dan kembali ke jalan yang penuh rahmat dengan tidak telat-telat makan. Puisi yang tidak jelas ini semoga menjadi bahan pengetahuan bagi kalian jika ecek-eceknya mengarungi hidup nanti. Semoga bisa membuat si-istri senyum-senyum senang. Insya Allah kamupun akan senang, insya Allah dapat pahala. Inilah puisi yang saya bikin yang harus si-istri baca akibat masuk ke Handphone-nya saat dulu itu;

Puisi: Memakan Pagi (dikirim di pagi hari)

Makan pagi adalah sebuah panggilan jiwa

Makan pagi adalah pelangi

Makan pagi bagaikan bunga melati yang menebar wangi,

Makan pagi adalah makan di pagi hari,

Makan pagilah yang disebut sarapan

Oh makan pagi,

Janganlah engkau lupa terhadap makan pagi.

------------------------------------------

Puisi: Makan Siang (dikirim setelah shalat zhuhur)

Makan siang adalah sebuah panggilan hati

Makan siang adalah mentari

Makan siang bagaikan bunga matahari yang menebar warna berseri,

Makan siang adalah makan di siang hari,

Makan siang-lah yang disebut lunch.

Oh makan siang, janganlah engkau lupa terhadap makan siang, istriku…

By: Affif

---------------------------------------

Nah, saya hanya mengirim itu saja pada si-istri. Sedangkan untuk makan malam saya kirim yang lain, bukan puisi. Saya tahu, bahwa puisi saya itu bukanlah saingan puisi-puisinya Iqbal, apalagi Rumi. Saya tahu akan lebih manis jika saya kirim dengan amplop berbentuk Love, dengan kertas merah jambu yang wangi bergambar-gambar bunga-bunga. Saya tahu juga akan lebih menyenangkan jika ketika puisi ini dibaca ada musik yang bagus yang mengiringinya. Namun entah bagaimana itu saya menjadi orang yang tak sempat saat itu berpikir begitu-gitu akibat diri saya yang terlalu fokus konsentrasi untuk membuat puisi itu agar si-istri bisa senyum senang. Namun nyatanya memang begitu, nyatanya si-istri membalas SMS saya yang membuat saya yakin bahwa dia sedang senang menerima puisi ini. Alhamdulillah. Dan semoga dia tahu betapa bahagianya saya yang sedang di Bumi saat itu.


Meulaboh, 14-Juni ’11.
Affif Herman
Presiden dan Imam sangat Besar seumur hidup Partai Persatuan Suami Perjuangan Raya.

1 komentar:

  1. benar, puisi ini membuat saya kenyang
    haha... :D

    BalasHapus