Rabu, 02 Maret 2011
Kepiting Menggoreng..
Ini langsung sajalah ya. Lagi sibuk soalnya, lagi buru-buru, yaa biar kelihatan gaya sok penting gitu-lah. Hari rabu siang itu, lihatlah aku itu sedang tergopoh buru-buru baru saja mendarat di rumah milik orang lain yang kusewa, “rumah kost” panggilan manjanya. Karena telah kusewa maka rumah itu sudah diizinkan oleh pemiliknya untuk kupanggil dengan “rumah kostku” sampai batas waktu sewa habis. Jika waktu sewa habis maka panggilan manjanya berubah menjadi “bukan rumah kostku”, hehehe. Karena telah kusewa juga, maka tanpa diperintahkan oleh pemilik rumah maka aku boleh nyuci dikamar mandinya, boleh juga menyapu rumah itu, boleh juga tidur-tiduran dirumah itu, boleh ngambil poto sambil bergaya di rumah itu, kecuali boleh membakar rumah itu. Oh bahagianya, oh senangnya, oh bersyukurnya …tralala..tralala..
Oh lihatlah matahari itu disana. Mentang-mentang siang, ia bersinar terang dan gagah gayanya, padahal yang bikin dia gagah begitu kan Allah, yang bikin dia terang kan Allah juga, yang bikin dia bermanfaat bagi makhluk lain kan Allah juga, ah mudah-mudahan ia tidak menjadi matahari yang besar kepala lagi sombong. Sehingga panaslah sekali hari itu, hari Rabu itu, hari yang aku sok sibuk itu. Gerah sekali. Jika saja aku mau, aku akan buka baju dan pake celana pendek untuk duduk-duduk di teras rumah ‘nyari’ angin, namun anehnya aku nggak mau begitu.
Rencananya mau mandi dikit, biar jadi segar lagi kayak ikan segar, terus keluar rumah lagi, sok sibuk lagi. Kuberitahu ya, lagi-lagi jika saja aku mau, maka aku akan mandi di kolamnya mesjid Raya Baiturrahman biar segar, namun lagi-lagi anehnya aku nggak mau mandi disitu. Hehe.
Nggak shalat? Udah tadi di mesjid Kajhu sebelum sampai ke rumah, dapat berjamaah, alhamdulillah. Makan siang? Ntar-lah, siap mandi sekalian makan di luar, di warung yang dengan tega dan ikhlas menjual nasi dan kawan-kawannya demi rupiah. Oh mengapa dunia harus takluk oleh beberapa lembar rupiah saja. Tapi yaudah-lah, seluruh anggota badan termasuk kaki, tangan, kaki, rambut, dompet dan hati pun udah sepakat dengan rencana ini.
Eh dirumah rupanya ada Yanwar si-pemilik rumah dan bang Hendra yang adalah kawan se-rumah yang sama-sama numpang di rumah Yanwar dengan alasan sewa rumah, sama sepertiku. Oh meski panas dan sibuk namun rumah nggak sepi, siipp-siip, alhamdulillah. Aku masuk ke dalam tubuh rumah. Assalamu’alaikum…
Langsung ke kamar lemparin tas dengan anggun, trus ngecek air di bak kamar mandi. Kuluruskan sedikit ya, “kamar mandi” itu maksudnya bukan “kamar” yang lagi mandi, namun itu cuma nama ruangan yang dulu iseng-iseng ditemukan oleh nenek monyangku. Udah paham kan? Oke. Oh lihat itu bak airnya, airnya cukup buat mandi, jernih lagi.
Namun tiba-tiba hati memberi usulan tambahan sebelum mandi. Hati ngasih saran untuk kesana membuka tubuh kulkas yang berkepribadian cool itu. Mata sih sepakat dan melirik dengan sok anggun ke kulkas, diikuti kepala yang juga kelihatannya mulai sejalan dengan usulan hati tadi. Sedangkan rambut selalu ikut apa kata kepala, ia tipe penurut. Awalnya kaki masih ragu untuk ikut, namun ia-pun tak berdaya setelah di bujuk hati agar segeralah ke kulkas sebentar saja, takkan lama, mana tahu ada Es Teler Spesial pake kelapa muda kerok bertabur jagung muda manis di dalam badan kulkas itu. Kaki pun tergoda Es Teler karangan si-hati itu dan meluncur dengan sigap ke kulkas yang selalu dingin dan selalu kaku, dan malas jalan-jalan itu. Oh mengapa aku selalu memakai kata “itu”? Ah jangan dibahas disini, nggak enak ntar dilihat orang-orang yang sedang membaca itu. Hehe
Ce-klek. Suara kulkas kalo lagi dibuka.
Dan….
Wooww!! Jikalah saja kau ada disampingku sambil berpegangan tangan untuk sama-sama membelah badan kulkas dan melihat isi di dalam perutnya, ternyata oh ternyata, es teler spesial kelapa muda kerok bertabur potongan jagung manis yang dingin itu-demi Allah- benar-benar tidak ada sama sekali!! Hehe. Ah aku dijebak oleh hatiku sendiri. Yaahh, si-matapun jadi lesu, kepala sedih, rambut juga sedih ikut kepala, dan kaki kecewa karena merasa tertipu mentah-mentah. Si-hati-pun pura-pura dalam perahu, kura-kura tak tahu. Bah!.
Namun, lihatlah apa yang ada didalam kulkas. Ah jika saja kau berada disampingku sambil berpelukan dan bersama-sama menyaksikan apa yang ada di dalam sana, pasti kau melihat sebagaimana mataku melihat, berbinar-binar tak percaya. Wow, aku melihat dengan mataku sendiri yang dikasih pinjam Allah, disana terpampang dengan jelas, dan ini tak bisa disembunyikan lagi!!
“I-ini…ini pasti je-jenazah ke-kepiting yang telah dimutilasi dan dibersihkan!!” pekikku yakin se-yakin-yakinnya sambil menutup mata dengan kedua telapak tangan, seolah kaget. Berlebihan sekali ekspresiku, padahal tak perlu segitunya, halah, namanya juga akting.
Si..si-siapaaa??! Siapa pelakunyaaa?! Me-mengapaaa ini terjadiii??! Aku melihat kiri-kanan seolah-olah ecek-eceknya panik dan mencari jawaban atas kegalauan hati ini. Oh malangnya. Namun apa hal, kepiting tetap diam membisu dan tak menanggapi pertanyaan-pertanyaan lebaiku.
“Ti-tidaaakkk...tidak akan kubiarkan!! Tidak akan kubiarkan jenazah mereka cuma terdiam tak berdaya dan hanya menjadi tontonan orang-orang yang tak berhati!” Hehe.
Setelah wawancara sana-sini ternyata ini kepitingnya si-Yanwar, dan dia dengan tulus serta jujur mengaku bahwa dia-lah pelaku mutilasi yang berdarah tak dingin itu. Bahkan kuperhatikan tak ada raut penyesalan di wajah Yanwar. Dengan santai dia bilang bahwa dia belum sempat dan nggak tahu mau dimasak apa itu kepiting yang tak lagi bernyawa. Ah tega betul Yanwar membiarkan tubuh-tubuh mereka tertindih-tindih di dalam kulkas tanpa perlakuan yang hewani. Kutanya ada nasi nggak? Eh Alhmdulillah, rupanya ada yang udah masak nasi di Rice Cooker canggih buatan dalam negeri, Cosmos nama mereknya!! Mantrap.
Dan lihatlah aku itu tiba-tiba mulai disuap bimbang, rencana awal tadi mulai diterpa keraguan, goyah. Gimana ini ya, aku sedang buru-buru, mungkin baiknya makan di luar saja. Namun, kepiting yang pasrah itu juga tak bisa dibiarkan terus begitu saja. Aku tak mau menjadi lelaki yang tak berhati seperti yang lain, yang tak berbuat apa-apa setelah melihat fakta potongan-potongan tubuh kepiting itu. Begini-begini aku lelaki yang masih memiliki hati dan perasaan yang luhur berbudi. Huff, ini pilihan yang sangat menyesakkan, aku memandang langit yang tenang untuk menguatkan bathin. Oh sungguh pasti kau berpikir lagi betapa berlebihannya gayaku, namun memang demikianlah, karena akupun berpikir demikian…hehehe.
Bismillah, akhirnya kuputuskan untuk makan dirumah saja, hitung-hitung juga untuk memberdayakan dan sesekali bercengkarama dengan piring, sendok dan kompor yang telah lama bersamaku tinggal se-rumah dalam susah lagi suka. Oke baiklah, kali ini rencana awal tadi harus mengalah. Pun semua anggota tubuh juga udah sepakat mengubah rencana, tapi dengan syarat hal ini harus segera kuselesaikan dengan cepat karena aku juga sedang sok buru-buru.
Segera otak melahirkan usulan nama masakan yang akan kami racik sambil buru-buru. Maka terlahirlah nama KEPITING TUMIS TOMAT PEDAS BURU-BURU ala Chef sempalan lulusan teknik sipil!! Ah mantap bukan main, sebuah menu yang akan menjadi masterpiece di dunia perkulineran anak-anak kost nusantara!.
Otak dan hatiku langsung berkoordinasi aktif membuat list bumbu yang dibutuhkan dalam keadaan buru-buru. Daun bawang prey setengah batang cukup, bawang merah 1 siung, bawang putih untuk menambah aroma 1,2 siung, merica -biar pedas gurih- secukupnya, 1,5 tomat segar, cabe rawit sesuai selera untuk diiris-iris, jeruk nipis untuk penghilang bau amis, kecap manis merek apapun secukupnya, minyak goreng sesuai selera, garam dan gula sebagai pengganti penyedap rasa. Woooww…mantrraaaaaaaaappp!! List kebutuhan telah disusun dengan gagah dan sigap, chef jadi-jadian memang tak oke punya. Hehe.
Ce-klek. Kulkas dibuka lagi untuk ngumpulin bahan-bahan di list tadi.
Namun,
Hening.
*Apa yang terjadi sodara-sodara??
Hening.
*Hm..apakah kiranya yang terjadi sodara-sodara??
Hening.
*Wooooiii...apa yang terjadi?!!
Mati kita! Aku tak percaya, sungguh cobaan ini menjadi begitu berat. Ternyata, kulkas mengaku tak memiliki bumbu-bumbu diatas!! Dan nggak mungkin aku harus ke kios lagi untuk belanja bumbu-bumbu, karena aku ini sedang sok buru-buru! Sedang sok sibuk. Dan lebih nggak mungkin lagi jika aku menyuruh kulkas yang belanja ke warung, karena dia pemalas, karena dia dingin, taunya cuma mojok di sudut ruangan. Oh.
Di dapur cuma ada sedikit merica, garam beryodium buatan dalam negeri dan minyak goreng tanpa merek entah buatan mana. Dan di kulkas cuma ada kecap dan gula yang rasanya manis. Aiiihh!!
Aku hening di depan kulkas yang terbuka, terpaku lesu. Kepiting juga diam melihatku, mungkin ia turut prihatin. KEPITING TUMIS TOMAT PEDAS BURU-BURU tinggal kenangan, hilang di telan ombak, lenyap dihembus badai. Kawan-kawan kost pecinta kuliner se-nusantara juga pasti sedih kecewa. Aku jadi hilang semangat, seolah bertepuk sebelah tangan jiwaku ini. Perih. Anang pasti mengerti perasaan yang sedang kurasakan.
Namun apa hal, demi melihat kepiting-kepiting yang hampir membeku kedinginan di kulkas. Aku pun mulai mencoba memahami dan kembali mengumpulkan serpihan-serpihan harapan yang tadi sudah terserak. Aku boleh kecewa, namun aku tak boleh pula mengecewakan kepiting-kepiting yang telah menitipkan harapnya padaku. Kepiting-kepiting itu tak boleh lagi bersedih tak diabaikan. Tak boleh lagi ada yang patah hati akibat perangai satu-dua orang yang tak peduli, tak berhati. Oh tugasku ini sungguh tidak mulia, biasa-biasa saja.
Segera dengan syahdu kubakar kompor sehingga keluarlah api dari dalamnya. Kuberi kompor tugas untuk memanaskan minyak goreng yang telah berlindung dalam dekapan kuali buatan dalam negeri entah bermerek apa. Kuambil kepiting tanpa dipaksa, karena kutahu mereka telah rela dan mempercayai aku sepenuhnya. Ku make-up mereka dengan merica, garam, sedikit gula, dan kudiamkan beberapa waktu agar bumbunya meresap sambil nungguin minyak goreng bilang “OK!”.
Ringkas hikayat, dan kugorenglah mereka dengan hati yang suka lagi cita. Sabar-sabar kutunggu hingga cangkangnya merah merona menggoda, dan dagingnya putih sedikit kecoklatan sebagai petunjuk ia telah renyah lagi gurih akibat di goreng dengan sepenuh hati, sepenuh cinta.
Jreeengg,..dan jadilah itu dia, Kepiting Goreng Merica Pedas sepenuh cinta untuk makan siang buru-buruku. Tak mewah memang, namun percaya-lah, kepiting goreng yang di goreng dengan hati yang rela-lapang adalah kepiting goreng yang nikmat sekali. Gurihnya sepenuh lidah, asinnya tak menyakiti dan pedasnyapun nyaman di hati. Hmm..ampun dah.
Sederhana sekali, namun aku makan dengan sangat senang gembira-gempita, demikian pula kuyakin ia (kepiting_red) demikian. Bukankah kerelaan diantara kami ini lahir dari kesyukuran karena Rabb kami telah menghalalkan hubungan kami? Bahwasanya aku boleh memakannya dan ia-pun telah menyerahkan dirinya untuk boleh dimakan olehku sebagaimana hukum Rabb kami yang berlaku. Ah hubungan kami sebegitu sederhana dan indahnya bukan? Ah semoga kami –dengan segala kelemahan diri- ditolong Allah untuk berusaha menyandarkan segala alasan hubungan kami kepada Rabb kami saja. Sehingga mudah-mudahan Allah beri keberkahan-lah atas semua yang baik-baik itu, meski sederhana, meski kecil tak dipandang manusia.
---&&&---
*Hehe, tinggal di Kajhu membuat intensitas pertemuan saya dan kepiting menjadi sedemikian besar…Oh kepiting, akan rindukah engkau kugoreng jika suatu saat nanti aku pindah dari Kajhu?? Hehehe*
Kajhu, setelah waktu dhuha, setelah gosok baju.
17 Rabiul Awwal 1432 H/Senin, 21 February 2011
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
hehheheee...........tulisannya kerennnnnn...hmmm mantrap...jempol buat akhi...
BalasHapushehe makasih2,,,
BalasHapushuehuehue..
BalasHapusngakak bacanya, bang.. =))
btw, boleh juga tuh coba rasa kepiting, hhe
tika: ..hehe2 cobalah, insyaAllah rasanya gurrihhhh....hehe
BalasHapus