(ehem,..ini tulisan norak-menggemaskan perdanaku yang pernah di posting di blog komunitas menulis Ababil sekitar setahun yang lalu. Dulunya aku sempat ragu untuk mengirimkan karya pertamaku ini karena nggak pede. Aku tak pernah menulis beginian...tapi akhirnya kukirim jg ke yang ngurus blog dan di posting!! Woooowww dipostiiiiiinnnnggg!!! *lebay hehe*. Aku terharu-biru saat itu. Aku tak menyangka. Ingin kuselami laut dan kuminum airnya. Meski tulisan norak ini nggak sepaten karya2 Buya Hamka tapi aku gk ambil open/pusing saat itu. Aku berbahagia aku mau menulis…ah, maaf, klo aku banyak bacot alias curhat dikit,..hehehe. Selamat membaca ya, biar mudah, sudah kuperbaiki dikit tanda2 bacanya…3…2…1…saaaddaaafff!)
---00---
Aku akan mengutip kembali sebuah syair penomenal (kalau memang pantas disebut syair sih), yang merupakan komentarku terhadap sebuah status di FaceBook-nya seniorku. Sebut saja namanya bang Alex (mudah-mudahan bukan nama sebenarnya,.hehe). Kalau nggak salah ya status di seputaran awal bulan Syawal 1430 Hijriah.
Ketika itu dia mengeluarkan statemen untukku yang isinya kurang lebih begini “…aneh kali seleramu, gadis beringus..”. Mendadak aku pun kaget, dan merasa ada gemuruh panas mengalir di kepalaku saat membaca komen tersebut. Terbakar emosi. Remuk redam. Layaknya kuah mie pangsit yang dituangkan bulat2 ke kakiku pada saat tidur siang. Zhalim.
Apakah ini sebuah rekayasa untuk mengkriminalisasikan kekasihku itu? Sebagai sebuah pembelaan, saat itu aku menjelaskan keindahan ingus dengan komen syair di bawah ini. Ini pembelaan yang tulus terhadap kekasih beringusku semata wayang 20-an tahun yang lalu itu. isinya:
ingus menunjukkan status sosial kematangan si perempuan pada saat itu,...
ingus yang berlarian diantara bibir pun adalah sebuah sensasi keindahan yang tak terlupakan,..
ingusnya pun terasa amat sangat sepadan dengan rambut poninya yang cuma se-alis,...
maka, ingus adalah anugerah Tuhan yang tak boleh aku ingkari pada saat itu,....
ia adalah kesempurnaan........
Syair ini sebagai penjelasan yang shahih atas keheranan bang Alex terhadap seleraku terhadap gadis beringus cerdas yang punya sepeda baru dua-puluhan tahun yang lalu itu. Pada tahap ini aku mengklaim dengan serius, se-serius Imam mesjid At Taqwa Blangpidie yang tangan kanannya berparang setajam 1000 kali silet itu siap memenggal hewan Qurban sebagai bentuk patuh terhadap perintah Tuhan di hari Aidul Adha, bahwasanya bang Alex belum tahu apa-apa tentang cinta. Bah.
Bagiku, pernyataan bang Alex merupakan sebuah kekejaman terhadap kami yang jatuh cinta. Ia bagaikan pengekangan akan hak-hak berekspresi dan mengekspresikan cinta bagi orang-orang yang kasmaran. Ia bagaikan pemerintah yang sengaja melarikan diri dan menutup mata atas kematian Munir atau bagaikan Lenin yang dengan sengaja membunuh sekitar 4 jutaan petani dan buruh cuma gara-gara sebuah ideologi omong kosong yang dikarang-karang si tua pendendam lagi emosional Marx. Sangat tak berperasaan. Lebih parah lagi ini bagaikan sebuah kebodohan Kemal Attaturk yang mengganti sistem pemerintahan di Turki, yang jelas-jelas ia dibonekakan dan diperbudak oleh Yahudi. Aku tak habis pikir.
Ah, aku malah bertanya-ragu didalam bimbang, apakah bang Alex pernah jatuh cinta??apakah dia tahu bahwa Qais gila gara-gara cintanya terhadap Laila??Tak tahukah bujang pesisir ini gara-gara perkara cinta ulama sekaliber Buya Hamka pun menorehkan fiksi tragedi Zainuddin dan Hayati dalam Tenggelamnya kapal Vanderwijck, yang harus kelelahan dicetak berkali-kali??apakah ia tahu kadang-kadang akal tak berfungsi dalam berhadapan dengan cinta??bagaimana ia tega mengeluarkan pernyataan yang merendahkan selera seorang pecinta seperti itu??ini benar-lah sebuah kekejaman yang berdaki-daki. Tak berhati.
Kuberitahukan kau sedikit pencerahan bang Alex, perhatikan syair diatas,”…ingus menunjukkan status sosial kematangan si perempuan pada saat itu,...”.
Ingus dihasilkan oleh lapisan sel pada saluran sinus, dan ingus dihubungkan dengan kemampuan tubuh untuk melawan iritasi dan infeksi.
Ini membuktikan bahwa gadis tersebut normal dan matang di usianya, tolong jangan kau mengelak dari fakta ini. Sebagai pembuktian kau pun punya hak untuk menanyakan ke dokter-dokter yang didatangkan dari luar Blangpidie tapi gajinya nggak dibayar. Atau kalau kau pun sempat untuk mengecek ke rumah sakit bantuan Korea di Abdya yang dibanggakan dengan manajemen amburadulnya itu.
Lalu,
“ingus yg berlarian diantara bibir pun adalah sebuah sensasi keindahan yang tak terlupakan,..
ingusnya pun terasa amat sangat sepadan dengan rambut poninya yang cuma se-alis,...”
Ah, ini pula penggambaran keindahan fisik gadis beringus itu. Saat cinta adalah saat gila kata Anis matta dalam buku kumpulan essaynya berjudul Serial Cinta. Saat suara tarikan ingus yang keluar masuk tak dianggap oleh orang lain, justru ini merupakan suara terindah bagi orang yang jatuh cinta…” sroott,..sroott…srooottt”. Sempurna.
Bagaikan semilir angin yang menggesek-gesek merdu dawai-dawai tumbuhan padi yang ditanam di Abdya. Harmonis sekali.
Raungan ingus itu juga bagaikan lengkingan melodi Paul Gilbert yang tanpa ragu menjelajahi fet-fet gitarnya, cepat, meliuk liar, mabuk, menggetarkan. Manis tak terperi.
Poni yang cukup menutup keningnya pun menghadirkan gelombang tarikan fisik yang luar biasa, tak terjelaskan. Tak terelakkan. Membuat aku tak perlu tahu-menahu dengan miss Indonesia, miss world dan miss-miss yang lain yang cuma merendahkan dirinya karena mau dinilai dengan angka-angka terbatas. Dan mereka semakin tak dihargai ketika kulit mulai keribut dan rambut rontok memutih. Bagiku cukuplah gadis berponi itu yang tercantik. Aku merasa norak tapi tak peduli. Aku tertawan oleh poninya.
Tak kepalang mabuk aku saat itu, tanpa sadar membuat aku termakan dengan rayuan guru-guru yang baik dan polos dengan mengatakan “,..bangsa ini bangsa kaya raya wahai anak-anak”. Saat itu aku percaya. Bahkan sangat percaya pada perkataan ibu guruku itu.
Dan ketika Negara ini sampai saat ini sudah berhutang hingga 1700 Triliun dengan asset-asset yang dikuasai asing pun dari adikku yang masih kelas 2 SD ternyata masih diberikan wejangan bahwa,.” Negara ini Negara kaya raya anak-anakku,.”. Tak berubah sejak 20 tahun yang lalu. Padahal saat ini aku tidak dalam keadaan mabuk lagi. Tapi wejangan mabuk itu masih saja diumbar2. Kasihan guru2ku, mereka tertipu mentah2 oleh sebagian idiot2 penipu umat yang memimpin bangsa ini.
Tetapi bang Alex, bisakah kau bayangkan pada saat itu anak kelas 4 SD mabuk, hah??inilah kegilaan jiwa karena cinta, apa kau tau itu bang? Ah, pasti kau tak tahu.
maka, ingus adalah anugerah Tuhan yang tak boleh aku ingkari pada saat itu,....
ia adalah kesempurnaan...
Tak salah lagi, inilah baris terakhir syair itu yang menunjukkan bahwa pada saat itu aku sangat bersyukur. Saat-saat mabuk. Saat-saat aku tak bisa mengendalikan akal dengan control 100 persen.
Itulah saat-saat tidur tak melenakan. Saat dimana minum tak menghilangkan dahaga. Saat-saat mandi pun seolah tak basah. Inilah waktu yang menunjukkan bahwa aku benar-benar manusia biasa yang tak mampu berbuat apa-apa.
Ah semoga kau mengerti bang….
*hehe sori beribu sori utk b alex*
Dedicated to All my Friendz; in SD Inpres kampung Pinang, Susoh en SD KutaTuha Blangpidie,..
Affif Herman
Evening, 09 November 09, Kajhu.
hiii...si affif nie jorok x...puisi apaan tuh...mana d penjelasannya ada suara ingus crot...crot..wue...jorok x...klo gadis beringus tu tw ente umbar2 masa kecilnya,yakin ane ga idup ante besok pagi...
BalasHapusrichie sang penguasa bon:
BalasHapusjeh, ini lagi, mirip b alex di atas. tak mngerti bgmn kegilaan jatuh hati...*norak kan,..=D*
,.hehehe mudah2an dia gk baca ci,..cam dhajar ma suaminya ntar,...=))