Alhamdulillah akhirnya dapat salahsatu bukunya
Mohammad Natsir. Dari para tokoh Islam masa-masa lampau Indonesia -selain
bukunya Buya Hamka- saya termasuk penikmat pemikiran-pemikiran Beliau akan
Islam. Tulisan-tulisan Moh. Natsir betul-betul masih relevan untuk masa kini,
sangat bergizi dan masih sangat kuat nuansa dakwahnya. Membaca
tulisan-tulisannya yang mencerahkan masih ngasih energi kepada kita untuk makin
mencintai dan mengamalkan agama sendiri, bukan malah berbalik menjadi antipati
atau sinis macam kubu liberalis sebelah.
Kukira wajar jika Moh. Natsir ada yang melabeli
sebagai salah satu pembaharu Islam di Tanah Air. Seingatku di salahsatu buku
Adian Husaini, bahwa beliaulah pencetus kurikulum Islam dalam dunia pendidikan kita.
Bahwa ilmu agama dan ilmu dunia di sekolah gak boleh dipisah-pisah. (Kalo gak
salah Adian Husaini nulisnya di buku ‘Virus Liberalisme di Perguruan Tinggi
Islam’. Kalian cek lagi lah ya...hehee)
Padahal dulu kupikir-pikir, jaman dulu kala di
Indonesia mana pulak ada tokoh yang begitu bagus dalam hal pemikiran dan
pergerakan Islam. Ternyata memang saya yang keliru besar. Contoh kecil seperti
Buya Hamka dan Moh. Natsir ini membungkam bulat-bulat ‘prasangka’ saya
sebelumnya. Mereka merupakan ‘hadiah’ yang luar biasa bagi umat muslimin di
Tanah Air. Masya Allah.
Buku “Islam
dan Akal merdeka” ini belum kubaca memang. Kan baru aja dibeli. Hehehe.
Jadi saya belum bisa kasih review perihal isi buku ini. Tapi saya gak sabar mau
‘pamer’ buku keren ini. Hehee, tapi Insya Allah nanti pengen nulis reviewnya
atau minimal copas isinya kemari. Tapi secara umum, buku ini kayaknya berisi
pemikiran-pemikiran Beliau tentang agama (dalam hal ini adalah Islam) dan
negara. Apalagi dibawah judul besarnya ada sub-judul: “Kritik atas pemikiran Soekarno tentang “Islam Sontoloyo” dan seputar
Pembaharuan pemikiran Islam”.
Padahal sebelumnya di buku Capita Selektanya,
Natsir udah pernah “menjewer” si Soekarno. Yang saat itu Soekarno nganggap Turki itu
demokratis pada masa pemerintahan Kemal
Attaturk. Natsir malah berpendapat berbeda, bahwa Turki di bawah si Kemal Attaturk sebagai pemerintahan diktator. Masa pemerintahan Kemal,
tidak ada kemerdekaan pers, kemerdekaan berpikir, dan kebebasan membentuk
partai oposisi. Malah saat itu, Islam sangat dibatasi
dan dicurigai. “Tidak ada kemerdekaan bagi Islam di
tanah Turki merdeka ….” Kata Natsir
lagi.
Wiiih, cakep, kan? Kan? Jadi gak sabaran awak
pengen lihat gimana Natsir “peuteupat” si Soekarno dalam buku ini. Jadi
sementara, sebagai pengantar, sini ku copaskan sepenggal isinya yang tertulis
disampul belakang buku ini untuk kalian...:D
“Menjaga
kebersihan itu diperintah oleh Agama kita. Cara menjaga kebersihan itu
diserahkan kepada kita, sesuai ilmu kesehatan dan dengan alat-alat hasil teknologi
dalam masyarakat kita. Kalau kita dapat tahu bahwa jilatan anjing itu ada
mengandung mikroba, maka akan kita buang mikroba itu dengans abun atau karbol,
atau kita rebus dan kita bakar dengan spiritus sampai steril. Akan tetapi semua
ini tidak menghilangkan bagian ‘ubudiyah dari masalah ini, yakni perintah
mencuci dengan tanah. Demikian juga bila ada orang bisa melihat bahwa dalam
shalat itu ada semacam gerak badan (sport). Dan kita sekarang sudah mendapat
cara sport yang modern dan praktis. Kita boleh kerjakan sport itu, tapi apakah
bisa shalat itu lantas ditukar saja dengan badminton, umpamanya? Tentu saja
tidak bisa.” (Mohammad Natsir)
Affif Herman, Bandung, 23 Maret 2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar