“Perempuan, sepintar apapun, sekaya apapun, secantik apapun ia tetap akan memasrahkan dirinya pada lelaki yang ia putuskan untuk ia cintai. Ia akan menyandarkan dirinya pada lelakinya saja…maka kawan, berhati-hatilah kau mengutarakan isi hati kepada perempuan manapun, karena ketika ia telah juga memutuskan untuk mencintaimu maka perkaranya menjadi tidak lagi sederhana bagimu….”.
Begitulah kira-kira potongan dialog ngawur di warung kopi bang Syahrul di depan rumah Al Amin di ujung jalan Haji Ilyas pasar Blangpidie, Kabupaten Aceh Barat Daya, Provinsi NAD pada bulan April lalu. Ngopi pagi itu hanya merupakan reuni kecil antara aku, Oji dan Adex (perjaka sekelas yang nggak tau diri semasa SMU di Blangpidie dahulu), sembari kami pun menghitung-hitung kasar kekayaan yang telah diraup bupati “tercinta” di kabupaten hasil pemekaran ini. Dialog interaktif tentang percintaan inipun lahir tak terencana, asbab kerana salah seorang dari kami tadi tertangkap basah telah memutuskan mencintai seorang perempuan yang telah dipilihnya secara acak (eh???,..hehehe).
Nah, atas pesanan itulah aku sedikit tertekan, uring-uringan dan mual-mual karena harus berbual masalah percintaan antara perawan dan perjaka ini. Tulisan inipun merupakan bentuk follow up dari meeting dunia perbujangan nggak berotak pagi itu. Tak pula aku lupa, sebagai bentuk transparansi dan kejujuran, terus terang aku pun sebenarnya berlepas diri dari apa yang kutulis tentang cinta ini. Aku sungguh masih terlalu lugu dan polos untuk membahas masalah ini padamu dan khalayak ramai *hehehe*. Ketika menulispun aku merasa berada diantara sadar dan tidak. Aku betul-betul bingung mengapa perkara ini akhirnya tertulis. Entahlah, kali ini aku merasa menjadi pembual yang tak mengerti mengapa ia dilahirkan. Aku pasrah dan terdesak, aku harap kau mau mengerti keadaanku saat ini,..*hehehe*.
Tetapi bukan salah gula mengapa ia manis, anggap sajalah yang kutulis ini cuma hadiah kecil yang saat ini bisa kuberikan kepada sahabatku itu. Semoga repetanku yang lebai, biadab dan norak-romantis ini bisa sedikit menyemangatinya atau barangkali membuatnya tersenyum-manja bahwa aku berdiri disampingnya. Harap-harap sikapku ini tak pula ia anggap layaknya penjilat-penjilat yang bergelantungan di ketiak bupati “tercinta” tadi, yang tanpa peduli terus memuji-sanjung terhadap benar dan salah si bupati. Bukan kawan, kau tau aku tak demikian adanya. Aku cuma pembual biasa yang sedang dilamun cinta.
Kawan, perkara cinta-mencintai sebenarnya sederhana, setidaknya sementara ini dengkul-ku berpikir seperti itu *sok tau*. Perkara sederhana inilah yang menyebabkan ia menjadi begitu familiar dan mudah untuk dimengerti oleh siapa saja. Seluruh kelas sosial, warna kulit, suku, dari yang katanya puritan sampai yang murtad pun mengenalnya. Mudah saja memang mengenalnya, semudah mengerti bagaimana hedonic gaya hidup cetakan kapitalis ini menelan mentah-mentah anak bangsa yang ingin meraih gelar “gaul” atawa “keren” di negeri ini. Seks bebas, fashion, hiburan, de el el, betul-betul telah membantai kita habis-habisan. Aih, betapa rapuhnya kita kini.
Tak perlu pula kau paham dan bersusah hati ingin menerjemahkan kata cinta, karena sepanjang sejarah yang kutahu tak ada yang dengan mutlak telah mendefinisikan kata tersebut. Mengapa?karena maknanya itu bermain-riang di wilayah hati. Dan apakah kau tahu seberapa luasnya hati?ah, dia bahkan bisa lebih luas dari bumi ini kawan, atau barangkali lebih luas lagi. Sehingga makna dari kata “cinta”pun menjadi semakin tak mudah diidentifikasi dan diartikan begitu saja oleh dengkul kita yang terbatas ini. Maknanya bisa menjadi begitu mistis, atau berbau politis atau terkadang malah sangat lugu. Ia bisa bermakna begitu tinggi dan bisa pula bermakna begitu rendah. Ia bisa menerbangkan seseorang yang memegangnya ketempat yang tinggi mulia, namun sangat mungkin pula menghempaskan orang tersebut ketempat yang paling hina. (Aihh,..apakah cinta ini seperti maen gulat???).
Tetapi kawan, meski dalamnya laut sukar terkira, kau tak usah bimbang-gelisah apalagi bingung-merana memikirkan apa maknanya. Apalagi sampai harus datang ke kost-kost-anku di tengah malam buta sambil membawa gula dan minyak goreng se-kilo hanya untuk menanyakan arti cinta. Tak perlu kau lakukan itu kawan. Karena, sebenarnya cinta itu mudah dikenali dari sikap-perbuatan tersangka. Hanya dengan melihat gerak tangan dan raut wajah maka kaupun akan tahu gejala apa yang menyerang orang tersebut. Nah, untuk info perihal sikap dan perbuatan orang yang jatuh cinta ini kau bisa mengulang-kaji membaca kembali di artikel norak nan keramat bertajuk Risalah Kemelowan edisi yang lalu. Oh, tak apa-apa. Kau tak usah kuatir, aku akan menunggumu membaca Risalah lebai tersebut. Hah, silahkan, tak usah kau sungkan. Sementara itu izinkanlah aku sejenak minum Pepaya kerok dingin pake sirop merah legendaris buatan anak negeri bermerk “Cap Patung”. Ehem….mantap bukan main.
*10 menit kemudian*.
Hah, udah baca kan??,..hm, bagus. Sekarang mari kita lanjutkan lagi.
Dari bisik-bisik tetangga kudengar bahwa, perkara cinta yang katanya sederhana tadi akan berubah menjadi kompleks, serius dan sempurna jika sudah ditujukan pada objek yang kita inginkan. Kata “mencintai” akan menjadi kompleks ketika kita sudah memberikan, mengucapkan, memperdengarkan kepada seseorang atau objek yang kita cenderung gandrung kepadanya. Mengapa? Karena, ketika itu terjadi Anis Matta berkata, “maka kata cinta ini tidak bisa hanya terhenti pada tataran perkataan saja, ia harus secepatnya dilindungi dengan perbuatan nyata mencintai”. Mencintai tak boleh hanya berhenti pada kenyamanan psikologis dan kesenangan jiwa dari kata-kata mellow-manja, manis-merayu dan romantis aza, tetapi ia juga harus dibuktikan dengan kenyamanan fisik dan perbuatan. Makanya kitapun sering mendengar perkataan “mencintai jiwa dan raga”. Tak boleh dipisah-pisah memang, layaknya semut dan gula. Atau seperti Indonesia dan korupsi.
Pun dari kabar burung yang sok sibuk di sore hari aku menguping bahwa, jika ada yang cintanya hanya pada jiwa saja tanpa pertemuan fisik maka itu merupakan cinta yang cacat, tak sempurna, tak memelow-kan, tak melayu, dan jelas tak membahagiakan. Begitu pula jika cintanya hanya sampai pada pertemuan fisik saja tanpa disertai dengan kecocokan jiwa, maka berhati-hatilah, jelas tidak ada keseriusan mencintai disitu. Ibnu Hazm seorang ulama dari Andalusia mengatakan,”…jika cintanya sebatas keindahan fisik semata maka itulah yang disebut syahwat”. Ulama yang lahir di Cordova di kota Az-Zahra’ dan pemilik kitab Al Muhalla ini juga mengatakan, “kalau saja, cinta itu lahir lantaran keindahan fisik semata, niscaya orang yang buruk rupa, tak pernah dicintai sesamanya. Namun kenyataannya, betapa kerap kita jumpai seseorang yang memilih jatuh cinta pada orang lain yang secara fisik tidaklah menawan,…”.
Sebagai contoh jikalah kau pernah melihat di televisi acara Kick Andy beberapa waktu yang lampau. Ada episode yang menghadirkan beberapa pasangan yang saling jatuh cinta dimana salah satu pasangannya secara fisik “tidak sempurna” dari sudut pandang mata manusia. Dan mereka bertahan untuk tetap saling mencintai, padahal logika umum kita barangkali mengingkari cinta diantara mereka bisa terjadi. Lagi, masalah fisik ini juga mengingatkan kita atas perselingkuhan Pangeran Charles dengan seorang wanita yang sederhana penampilannya, Camila. Bahkan Putri Diana istrinya jauh lebih indah fisik dan lebih muda umurnya dari pada perempuan selingkuhannya tersebut. Namun apa hendak dikata jika gunung menjulang tinggi dan pun bukan salah bunga Sakura tumbuh di Jepang, justru Pangeran Charles merasa lebih nyaman bersama Camila Parker kekasih mati lampunya (baca: kekasih gelap,..hehehe) itu. Ckckck,...tiba-tiba aku menjadi bingung sambil sok-sok mikir serius tentang hal ini. Aku mulai berpikir ulang, betulkah cinta ini perkara yang sederhana atau rumit-membingungkan??,..*Aaaarrrrrrggggh, mual-mual dan muntah-muntah!!! Eh???ini hamil ato bingung??hehehe*
Nah, sebagai sahabat yang manja dan menggemaskan, dalam hal percintaan ini akupun memperingatkan kau dengan keras, bahwa jangan sekali-kali kau menggunakan sinetron melempem olahan kapitalis di negeri ini sebagai pedoman dan petunjuk. Jangan, kawan, jangan. Jalan cerita yang menggampangkan sesuatu, tokoh utama yang harus tampan rupawan, cantik manis-menawan, baik hati, miskin, di hina-dina terlebih dahulu dan di akhir cerita harus tiba-tiba menemukan kekayaan tanpa batas. Setelah harta didapat maka kebahagiaanpun datang menyapa. Kau dan aku diajarkan mutlak tentang materi disitu, hanya sebatas itu. Mimpi-mimpi omong kosongpun menjejali kita tanpa ampun. Parah.
Di sinetron-sinetron lebai dan norak setengah mati serta nggak masuk akal itupun interpretasi tentang “cinta” sangat rendah kawan. Disitu cinta kepada perempuan diajarkan lebih tinggi dari Tuhan dan Nabi, sehingga kau-pun akan mudah mendapatkan episode selingkuh-cerai, fitnah-hasut, membentak-bentak ayah-bunda, bahkan bunuh-membunuh cuma demi “cinta” tokoh utama cowok tampan dan cewek manis tadi bersatu. Disitu kau akan diajarkan “Agama Cinta” sambil menginjak-nginjak agama Tuhanmu. Namun begitulah anak-anak, adik-adik, sodara-sodara kita atau bahkan aku dan kau kini didangkalkan kualitasnya sebagai ummat.
Aih, kau bertanya apa aku tidak terlalu berlebihan berkomentar tentang sinetron-sinetron itu??kawan, lihatlah sejenak ajaran-ajarannya. Yang menikah baik-baik secara agama dan direstui Ayah-Emak diajarkan akan berakhir dengan pertengkaran dan perceraian. Ditontonkan pula kehidupan setelah menikah dengan masa depan suram, muram dan terkungkung. Tak ada kebahagiaan sedikitpun. Di sisi yang lain, mencintai dan berhubungan tanpa diizinkan agama dan ortu digambarkan bahagia, mesra, manja dan berakhir manis. Biarlah tak ada ikatan pernikahan yang penting bahagia. Biarlah tak ada ijin Ayah-Bunda yang penting hidup bersama. Kau dan aku pun terbuai dibuatnya. Alamak, ini belum lagi aku mengghibahkan bagaimana ajaran selingkuh, fitnah, gila harta warisan atau membentak-bentak Ayah-Bunda dibentangkan dan dilahap oleh perjaka-perawan bangsa kita setiap hari. Ya, setiap hari, kawan. aih, mengerikan!.
Wooiii, kamu! Ya, kamu yang punya lubang di hidung!!. Apakah kau memperhatikan repetanku diatas,hah?!! tolong hargai aku yang sedang berbual. Aku akan segera mengakhiri ocehanku ini, maka kau perhatikanlah sebentar. Jangan sampai kau kedapatan sedang berfesbuk-ria sedangkan aku merepet sendiri hingga mulut berbusa-busa. Bisa-bisa aku tersinggung dengan perilaku tak beradabmu itu!. Hah, bagus. Kembalilah membaca dengan serius dan tenang. Kalau kau tenang begini akupun tenang. Mari kita lanjutkan lagi,…*hehehe*
Ehem, nah kawan, aku pun baru tahu ternyata begitulah rupa-rupa mencintai itu. Ia adalah perhatian dan pembuktian atas segala hal. Ya, ia merupakan pembuktian tanpa henti seumur hidup, sepanjang hayat, sehabis nafas. Jelas, ini bukan kerjaan gampang nan ringan. Mudah-mudahan kita bisa terus belajar, belajar dan bersabar dalam mencintai, agar kata “lope” itu jatuh kepada orang yang tepat dan benar…ehem,. *ngangguk2 takzim sendiri,.hehehe*
Tak silap ku beritahukan diakhir hikayat, untuk pendalaman materi bolehlah tanpa sungkan-ragu kau menghubungi senior-senior Ababil yang telah menelan asam-pahitnya lika-liku percintaan, seperti b’ Irfan Moelyadi, Syekh Iwan, b’ Aan Macinda, b saipol bakacomoto, Syekh Dede, de el el. Diantara mereka ada yang pakar Patah hati, pakar Merayu Istri, pakar Menaklukkan Mertua, dan kepakaran-kepakaran yang lain yang tentunya bermanfaat untukmu nanti. Dan InsyaAllah mereka tak akan berpelit kata membagi petuah yang bertuah sehingga kau tercerahkan dalam perkara cinta ini. Selamat mencoba.
Special Edition: teruntuk kawan sekelas 3 IPA unggul SMUN Blangpidie;, Indera Satria alias adex, T Fachrurrazi alias Oji, dan (Alm) Hendra Muktamar….=D
Lelaki_Boemi, Kajhu, 03:18 WIB_ 1431 H/ Juni, 2010
"Tetapi kawan, meski dalamnya laut sukar terkira, kau tak usah bimbang-gelisah apalagi bingung-merana memikirkan apa maknanya. Apalagi sampai harus datang ke kost-kost-anku di tengah malam buta sambil membawa gula dan minyak goreng se-kilo hanya untuk menanyakan arti cinta"
BalasHapushaduh!saya suka kata2 itu."Aceh" sekali ya..