Lalu sambil melihat cermin kubilang. Ke perempuanku
yang lagi sibuk apa dia itu disana. Entah. Lupa-lupa ingat sayanya, kayaknya lagi lipatin baju
yang baru diambilnya dari jemuran. Bukan dari jemuran tetangga, ya.
“Abang mau pelihara kumis, gimana Beib, boleh?”
kataku. Sebagai lelaki yang terbuka, agak demokratis, dan kayaknya berwawasan
agak luas (jampok kuadrat) maka wajar dong jika setiap ada ide atau wacana baru
maka ku lemparkan terlebih dulu ke forum. Sehingga dengan demikian akan ada
masukan atau kritikan dari para audiens. Sehingga ide yang kutawarkan nantinya
akan matang dan perfect. Juga agar kesan bahwa saya adalah suami yang otoriter
gak terbukti di KPK nanti. Huehuehue.
“Heh? hehehe”
Dia malah senyum-senyum sambil ketawa kecil
mendengar hal tersebut. Melirik kepadaku sebentar. Lalu kembali meladeni
baju-baju kering di tangannya. Mungkin dia kaget kenapa tiba-tiba ide super gak
penting itu lahir, gitu. Atau mungkin juga gak kaget sih. Entahlah, hati
perempuan kadang susah ditebak-tebak.
“Kan abang kerjanya sama orang-orang yang jauh lebih
tua. Jadi ya biar agak imbang gitu. Biar mereka gak segan abang
perintah-perintah. Hahaaa. cemmana jadi?” Kuberi argumen ilmiah padanya.
“Hehee, abang mau pake kumis atau gak, sama aja.
Tetap ganteng, kok.” Jawabnya singkat.
Alamaak! Melayang lah abang kalo gitu jawabannya, deeek oiii! Hehehee.
Sayanya jadi ketawa-ketawa kayak apa gitu. Akhirnya gak jadi deh debat tentang
kumis. Tapi itulah kenapa saya ini sekarang menjalankan budidaya sejumput kumis
dibawah hidung. Maksudnya, begitulah sejarah gak pentingnya. Huehueheu.
Bandung, 21/01/15
Sedang mengingat-ngingat momen2 kecil kita. Biar
apa gitu? Iya, biar rindu. :D
Tidak ada komentar:
Posting Komentar