Selasa, 11 Maret 2014

Untung Always



Pas kejadian musibah kebakaran beberapa hari yang telah kita lewati. Di pasar blangpidie. Saat sedang sibuk evakuasi barang-barang ini itu yang masih bisa diselamatkan. Telah terdengar oleh saya beberapa orang yang mengatakan suatu hal yang sama se-irama. Meski mereka bukan Rhoma irama. Bahwasanya berkatalah mereka dengan mulutnya masing-masing; “Alhamdulillah, untung kebakarannya gak di malam hari, ya... Kalo malam, kan gak ada yang tau”. Biar hemat waktu, kujawab  saja dengan anggukan yang elegan, plus sembari tersenyum yang konon biasanya manis kata istri saya. Hahaa. Duuhh, bikin malu sendiri bilangnya. #Haatchiiim!

Ya begitulah, meski udah kebakaran yang menghabiskan 2 ekor ruko dan kerugian besar oleh barang-barang yang hangus terbakar. Orang-orang masih tetap menyelipkan kata “untung” disetiap kalimat simpati atau berdukanya.

Ah, pasti kalian juga sering mendengar yang begituan, kan? Atau contoh lain, ketika ada teman yang kecelakaan lalu lintas. Mungkin patah tangan atau kakinya, selalu saja ada lahir kalimat begini; “Alhamdulillah, untung gak kenak kepala” atau “Untung tadi sempat nge-rem, kalo enggak, pasti innalillah”. Kalimat-kalimat sejenis selalu keluar dari non-korban yang bersimpati, bahkan terkadang oleh korban itu sendiri. Meski si korban udah patah kaki, tangan atau rambutnya. Ckckckck.

Fenomena apa ini sebenarnya? Penampakan apa yang saya lihat terhadap perkara ini? Atau, apakah perkara ini akan berpengaruh terhadap pencapresan jokowi dan nilai tukar rupiah? Entahlah, semua masih menjadi misteri. Dan saya yakin seyakin-yakinnya, bahwa saya juga gak tau apakah perkara kata-kata “untung” di atas adalah perangai manusia di seluruh belahan bumi? Atau apakah ini hanya  terjadi di indonesia? Atau malah cuma ada di Aceh saja? Hmm, sebenarnya belum pernah ada survey ilmiah yang bisa memecahkan kebuntuan kita akan masalah ini. Jadinya masalah ini hanya sebatas prasangka saya saja. Bisa benar, bisa betul. Jadi untuk apa dibahas? Yah, namanya juga lagi nyari kerjaan. Heuheuheu.

Namun, dari hasil lamunan saya yang dalam. Saya berpendapat bahwa kata-kata “untung” yang selalu dipakai di sela-sela kalimat contoh tadi adalah justru sebuah bentuk pelipur lara. Juga adalah sebuah cara lain dalam menyatakan rasa syukur, atas apa yang masih tersisa. Bukan hanya terjebak untuk betah berlama-lama berteman dengan kesedihan akibat musibah atau kehilangan. Kata-kata “untung” tersebut justru menjadi suplemen yang menguatkan. Seolah-olah kata “untung” tersebut memberikan info penting, bahwa di setiap musibah selalu memiliki sisi bahagianya yang patut untuk disyukuri. Duuh, cakep betul.

 “Alhamdulillah, untung cuma ususmu yang terburai, bukan otakmu. Selamat, ya...”

Nah, demi mendengar kalimat tersebut, korban mana yang gak bahagia, coba? Hahaa. :D



Blangpidie, 11/03/14.
Sedang ingin makan malam, ditemani bulan-bintang, dan nyamuk-nyamuk...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar