Pas kejadian musibah kebakaran beberapa hari yang
telah kita lewati. Di pasar blangpidie. Saat sedang sibuk evakuasi
barang-barang ini itu yang masih bisa diselamatkan. Telah terdengar oleh saya beberapa
orang yang mengatakan suatu hal yang sama se-irama. Meski mereka bukan Rhoma
irama. Bahwasanya berkatalah mereka dengan mulutnya masing-masing; “Alhamdulillah,
untung kebakarannya gak di malam hari, ya... Kalo malam, kan gak ada yang tau”.
Biar hemat waktu, kujawab saja dengan
anggukan yang elegan, plus sembari tersenyum yang konon biasanya manis kata
istri saya. Hahaa. Duuhh, bikin malu sendiri bilangnya. #Haatchiiim!
Ya begitulah, meski udah kebakaran yang
menghabiskan 2 ekor ruko dan kerugian besar oleh barang-barang yang hangus
terbakar. Orang-orang masih tetap menyelipkan kata “untung” disetiap kalimat
simpati atau berdukanya.
Ah, pasti kalian juga sering mendengar yang
begituan, kan? Atau contoh lain, ketika ada teman yang kecelakaan lalu lintas.
Mungkin patah tangan atau kakinya, selalu saja ada lahir kalimat begini; “Alhamdulillah,
untung gak kenak kepala” atau “Untung tadi sempat nge-rem, kalo enggak, pasti innalillah”.
Kalimat-kalimat sejenis selalu keluar dari non-korban yang bersimpati, bahkan
terkadang oleh korban itu sendiri. Meski si korban udah patah kaki, tangan atau
rambutnya. Ckckckck.
Fenomena apa ini
sebenarnya? Penampakan apa yang saya lihat terhadap perkara ini? Atau, apakah
perkara ini akan berpengaruh terhadap pencapresan jokowi dan nilai tukar rupiah?
Entahlah, semua masih menjadi misteri. Dan saya yakin seyakin-yakinnya, bahwa
saya juga gak tau apakah perkara kata-kata “untung” di atas adalah perangai
manusia di seluruh belahan bumi? Atau apakah ini hanya terjadi di indonesia? Atau malah cuma ada di
Aceh saja? Hmm, sebenarnya belum pernah ada survey ilmiah yang bisa memecahkan
kebuntuan kita akan masalah ini. Jadinya masalah ini hanya sebatas prasangka saya
saja. Bisa benar, bisa betul. Jadi untuk apa dibahas? Yah, namanya juga lagi nyari
kerjaan. Heuheuheu.
Namun, dari hasil lamunan saya yang dalam. Saya
berpendapat bahwa kata-kata “untung” yang selalu dipakai di sela-sela kalimat
contoh tadi adalah justru sebuah bentuk pelipur lara. Juga adalah sebuah cara lain
dalam menyatakan rasa syukur, atas apa yang masih tersisa. Bukan hanya terjebak
untuk betah berlama-lama berteman dengan kesedihan akibat musibah atau
kehilangan. Kata-kata “untung” tersebut justru menjadi suplemen yang menguatkan.
Seolah-olah kata “untung” tersebut memberikan info penting, bahwa di setiap musibah
selalu memiliki sisi bahagianya yang patut untuk disyukuri. Duuh, cakep betul.
“Alhamdulillah,
untung cuma ususmu yang terburai, bukan otakmu. Selamat, ya...”
Nah, demi mendengar kalimat tersebut, korban mana yang gak bahagia, coba?
Hahaa. :D
Blangpidie, 11/03/14.
Sedang ingin makan malam, ditemani bulan-bintang,
dan nyamuk-nyamuk...