Santai lah, tenang...tenang, saya tidak berniat membahas
masalah MLM secara serius kali ini (emang pernah serius?
Hehe). Saya bukan
hendak membacot perihal perasaan saya sama bisnis itu. Tapi ini saya ada sedikit
cerita perihal kadernya yang pada umumnya militan abis itu. Yah, kayaknya bagus
saja untuk diceritain.
Ceritanya saya bermula
begini. Konon, seperti biasanya, sekitar jam 7-an pagi di kota Meulaboh, waktu dimana
kamu tidak akan lagi melihat bintang dan rembulan show di langit. Waktu dimana
para manusia mulai sibuk memulai aktifitas-aktifitasnya yang bagus dan penting.
Waktu yang semuanya sibuk menikmati segarnya pagi di Bumi yang Allah bikin ini.
Kecuali bagi para pemalas, tukang ronda semalam, para satpam shif jaga malam
juga, serta para mahasiswa fakultas teknik yang sudah fitrahnya rajin begadang,
yang mereka tentu saja di pagi begini masih setia sama kasur dan bantal di apartemennya
(baca: kos-an) masing-masing. Nah, di waktu pagi yang begitu-lah saya melihat
kejadian ini. Sehingga apa? Sehingga ya jadinya saya bisa nyeritain
kemari...hehe.
Saya ini orangnya mudah,
saya percaya semua yang terjadi di alam semesta ini adalah takdir yang hanya
Allah saja-lah yang mengatur dan mengetahui. Maka menjadi wajar dong kalau saya
bilang bahwa kejadian ini adalah memang sudah menjadi bagian dari takdir, bukan
kebetulan belaka. Bahwa Allah menakdirkan saya di pagi itu untuk bertemu dan
melihat langsung kejadian ini. Makanya saya gak kaget.
Setiap pagi boleh jadi “ini”
adalah rutinitas saya ketika si-pagi datang. “Ini” itu maknanya adalah suatu pekerjaan
yang dengannya saya selalu berusaha untuk
konsisten padanya. Yakni selalu konsisten menjadi
peminum. Tentu saja menjadi peminum
kopi maksud saya itu, jangan sangka
buruk dulu kamu. Minum-minum
di pagi hari begini memang sangat lazim kita nonton di Aceh. Barangkali ini
yang dibilang sebagai budaya, ya. Tapi terserahlah, asal saja yang namanya
budaya ini gak ngalahin yang namanya agama, ya. Iya.
Nah, pagi itu didekat
tempat saya duduk sudah ada di disitu dua orang. Dari pakaian yang mereka
pakai, saya alhamdulillah yakin mereka adalah abdi negara yang selalu diberi
duit tiap bulan oleh negara. Disitu saya lihat seorang dari mereka sedang asyik
sekali bercerita. Awalnya saya gak ‘ngeh’ mereka lagi ngobrolin apaan, dan juga
saya tidak punya alasan yang indah untuk peduli sama urusan mereka. Tapi
setelah sedikit agak lama saya baru ‘konek’. Ahaa! Rupa-rupanya setelah saya
perhatikan, salah seorang dari dua orang itu adalah dia yang rupanya sedang berapi-api
mamerin suatu barang. Yang saya liat, barang itu seperti sejenis gelang, yang sering
saya dengar-dengar kabar burung rajawalinya memiliki banyak ‘kesaktian’ ini itu
jika memakainya. Gelang yang konon bisa mengobati ragam penyakit, bisa membikin
tidur nyenyak, bisa melancarkan aliran darah, bisa menghilangkan racun rokok
dan lain-lain tentu saja. Woow! Amajiiing!
Saya cukup mengenal produk
sejenis gelang itu, itu produk suatu MLM yang memang sempat populer. Tentu saja
harga yang dibandrol ke gelang sakti tersebut adalah terlarang jika disebut ‘murah’.
Tapi tenang, meski harganya tergolong ‘mewah’ namun fakta di lapangan tetap
saja membuktikan bahwa banyak ‘klien’ yang berminat sama barang begituan. Gak
usah kuatir gak laku.
Disitu teman ngobrolnya saya
liat cuma manggut-manggut macam ayam yang lagi matuk-matuk beras, agak terlihat
takzim penuh khidmat mendengarkan bacotan si kader MLM itu. Ini memang biasa
terjadi, bahwa para kader MLM itu lebih banyak dan suka menguasai pembicaraan, atau
mungkin malah terkesan ngotot ‘menceramahi’ dengan sok tau seolah-olah dia
adalah juru selamat yang diutus Tuhan untuk kaum manusia. Tapi ini tidak semua
kader MLM begitu, ya, toh beberapa orang yang saya kenal malah memiliki etika
berkomunikasi yang baik dan menawan. Mereka masih menghargai pandangan orang
lain dan gak ngotot memaksa pikirannya, khususnya tentang definisi sukses. Ah, barangkali
yang begitu itu yang namanya kader MLM moderat, ya? Hehe, kayaknya iya.
Namun, jujur saja, saya pagi
itu jadinya terkesima juga sama kader MLM itu. Terkagum gitu ngeliat semangat
si-kader ngejelasin tanpa putus asa tentang produk tersebut, meski tanpa respon
yang berarti dari lawan bicaranya kecuali cuma manggut-manggut. Terpesona juga
saya, ngeliat gimana dia yang berstatus sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) berusaha
meluangkan waktunya di pagi-pagi buta/pagi-pagi bisu/pagi-pagi tuli sebelum
masuk kantor untuk mencari klien atau istilah lainnya ‘downline’ dan mempresentasikan
kesaktian produknya. Untuk semangatnya itu saya harus memberinya jempol, sangat
maen dia. Entahlah apa semangat begitu lahir karena efek dari impiannya yang
besar terhadap duit atau karena yang lain, itu tentu bukan urusan saya. Yang saya pikirin, kan sebenarnya bisa saja
dia santai dan nyaman dengan status PNS yang disandangnya, namun itu tidak
dilakukannya. Amajing dah!
Nah, terlepas dari suka,
fanatik atau tidaknya saya atau kamu atau dia atau kalian atau Pak SBY sama
bisnis MLM. Saya ya cuma mau nyeritain semangat yang sedang dipertontonkan
si-kader MLM itu tadi. Mungkin saja banyak semangat lain yang luar biasa yang
mereka pertontonkan yang saya gak tau. Namun setidaknya kan itu bisa sebagai
contoh, sebagai pelajaran, sebagai pembanding terhadap diri kita sendiri. Agar
kita juga mau terus bersemangat selama berada di Bumi Allah ini, meski dengan alasan yang
berbeda dengan kader MLM itu tadi. Dan semoga saja semangat yang sedang kita
bangun bukan hanya berupa semangat semu.
Karena semangat yang dibangun hanya untuk meraih tepuk tangan para penonton atau hanya untuk ngedapatin puja puji manusia namun
minus akan pengharapan balasan kebaikan dari Rabb itu ujung-ujungnya tak akan
pernah membahagiakan. Kayaknya begitu menurut saya...
Salam Genk Motor AJI! Tetap bersemangat mengantar-jemput istri tercinta, meski hujan meski badai datang menghadang!
Affif/23 Januari 2012
Saat itu lagi di Meulaboh...