Selasa, 08 November 2011

Baca-baca Novel “KEMI: Cinta Kebebasan yang Tersesat”



Saya lupa hari apa gitu. Yang pasti saat itu matahari sudah sembunyi, karena mungkin malu ketemu sama bulan. Saya bersama istri saya yang saya gemari itu dengan sengaja mendatangi sebuah acara dalam rangka mau bersenang-senang. Sehingga dengan begitu saya dan istri bisa itu disebut selalu bersyukur atas apa-apa yang Allah beri, sehingga jauh dari itu yang disebut sedih hati dan berburam durja.

Acara yang katanya itu adalah sebuah pesta. Sehingga pasti ramai yang juga ikut-ikutan datang agar dirinya bisa bersenang-senang. Maklum, pestanya dibikin untuk umum sehingga tidak ada yang harus dirinya merasa malu untuk datang. Mau anak Gubernur, mau anak menteri kesehatan, mau anak maling, mau anak durhaka, mau anaknya tukang panjat kelapa, mau anak-anak juga, semua sama saja. Semua boleh ikut dalam pesta ini. Kecuali di hadapan Tuhan nanti di akhirat, pasti akan berbeda-beda nilai amalnya.

Pesta ini diberi nama PESTA BUKU gitu. Dibikin di gedung yang lebih besar dari sekolah TK saya, yang gedung ini dikenal dengan Gedung Sosial oleh orang-orang yang merasa mereka adalah warga kota Banda Aceh. Pesta ini sengaja dibikin 6x24 jam gitu. Dan juga sengaja dibikin sejak tanggal 29 Oktober hingga dengan sengaja juga diakhiri pada 3 November tahun 2011. Sungguh asik, kan? Apalagi jika kamu sudah punya si-istri, maka sungguh oke jika kamu pergi berdua sambil tangan sengaja bergandengan menikmati keramaian pesta. Sambil makan es krim dengan sengaja juga. Satu es krim untuk berdua. Bukan pelit, tapi biar manis. Ah jika saja kamu ada disitu ketika saya bergandengan tangan dengan si-istri saya yang baik pasti kamu akan ecek-eceknya menjadi cemburu dan seolah-olah iri. Sehingga membuat kamu akan segera mencari suami jika belum bersuami. Dan kamu juga akan menjadi dia yang segera mencari istri bagi yang belum punya istri. Oh saya menjadi tidak enak kalau begini jadinya, kalau kamu jadi tak enak hati. Tapi percayalah, saya akan mendoakan untuk kebaikan kamu itu. Hehe.

Di pesta buku inilah banyak itu para penerbit memamer-mamerkan buku-bukunya tanpa takut dikira riya. Sehingga itu bermaksud bahwa mereka sengaja memberikan ijin buku-buku itu untuk dibawa pulang dengan syarat mereka mendapatkan keuntungan duniawi berupa duit, dan keuntungan akhirat jika itu halal. Kalau kamu pernah ke pesta buku itu pasti kamu percaya kalau saya bilang bahwa ada lumayan banyak buku yang dipamerkan disitu. Kamu juga pasti percaya kalau banyak juga buku-buku itu sengaja dipotong harganya dengan niat agar orang mau membeli karena dikira murah. Dan kamu juga pasti percaya kalau saya sedang berdusta jika saya bilang bahwa disitu ada lelaki aneh yang menari balet di lokasi acara sambil buka baju sepanjang hari. Namun, oh namun, oh namun, acara begini sudah lumayanlah untuk tingkat Aceh saya bilang, karena jarang ada yang bikin. Meski agak jauh dari kesan keren dan wow, tetapi acara begini ini cukup sudah sebagai itu namanya pelepas dahaga rindu.

Nah, konon menurut kabar angin ketika di pesta buku itulah saya memberanikan diri untuk meminta beberapa buku dari yang mengaku-ngaku sebagai penjaga stand salah satu penerbit buku. Yang ujung-ujungnya saya diliput rasa bersyukur bahwa mereka mau saja memberikan buku-buku itu dengan hati gembira setelah saya titipkan uang kepada mereka. Mereka mau saja itu saya titip uang itu ke mereka tanpa mereka merasa curiga. Hihihi. Kalau saja mereka tahu uang itu milik siapa pasti mereka akan berpikir ulang untuk menerimanya. Uang itu sebenarnya bukan milik saya sih, uang itu adalah salahsatu rejeki yang dititip Allah ke saya sebentar. Hihihi, mudah-mudahan mereka tidak sadar.

Salah satu buku yang saya ambil dari pesta buku itu berjudul “KEMI: Cinta Kebebasan Yang Tersesat”, karangannya Adian Husaini. Adian Husaini ini adalah penulis yang sudah saya kenali cukup lama, meski dia saya yakin 100% tidak mengenali saya. Tapi tak apa, saya memang orang yang tak suka terlalu populer macam Adian Husaini. Dan buku novelnya ini sebenarnya sudah sekian lama saya bikin diri untuk mencari-carinya setelah melihat promosinya di situs www. Insist.com. Situs yang bagus yang banyak mengulas kedangkalan dan keanehan logika sekumpulan manusia yang merasa tercerahkan oleh paham liberal dan tetek bengeknya. Namun entah karena dulu itu kami belum berjodoh sehingga saya menjadi dia yang tidak pernah mendapatkannya di toko-toko buku terdekat di kota saya. Hingga tiba saatnya pertemuan kami akhirnya bertakdir di pesta buku ini. Oh bahagianya, oh senangnya.

Setelah saya sengaja membawa buku ini pulang tentu saya tak segan untuk membacanya segera. Saya baca buku ini dari halaman depan. Saya baca lembar demi lembar tanpa perasaan takut, apalagi sedih atau gundah gulana. Saya juga menjadi dia yang terkadang tertidur karena asyik membacanya. Sehingga saya pun sering tertidur bersamanya. Huff, untung si-istri saya itu tidak cemburu buta dia sehingga nekad melakukan kekerasan terhadap buku itu.

Saya baca terus novel ini sehingga sungguh saya menjadi heran akhirnya. Saya heran karena akhirnya buku ini habis saya baca. Padahal saya sengaja membacanya dari halaman pertama namun selesai hingga halaman terakhir. Sehingga seolah-olah saya kelihatan sebagai orang yang rajin dan tekun membacanya. Setelah habis, saya bergumam, dan berkata bahwa, “Maka sesungguhnya novel ini adalah novel yang ‘berisi’ dan bagus”. Saya berkata begitu seolah-olah saya sedang berkata kepada banyak orang, padahal tidak.

Novel ini memang tak terlalu memiliki cerita yang lincah melompat kemana-mana. Secara umum saya melihat novel ini bahkan hanya memainkan sedikit peran, hanya beberapa orang saja. Lokasi-lokasi ceritanya juga sedikit dengan jalan cerita yang juga sebenarnya sederhana saja, tidak ribet gitu. Terkesan tidak terlalu kaya. Apalagi perasaan-perasaan yang dimainkan di dalamnya juga menurut saya tidak begitu kuat. Namun ini tidak menjadi suatu soalan yang mengguncang pikiran saya. Karena menurut saya ini wajar akibat penulis novel ini bukanlah penulis novel yang sudah berpengalaman saya lihat. Ini saja novel perdananya, dan barangkali bakal menjadi novel terakhirnya juga, mengingat beliau memiliki ranah menulis di bidang yang lain. Saya berkata begini ecek-eceknya saya adalah pengamat dunia per-novelan yang super mega professional sekali, padahal bukan. Percayalah, ini biar kalian mengira saya gaya saja.

Namun yang membikin saya itu senang setelah membacanya adalah kandungan novel ini yang baik sekali. Novel ini memang sengaja menyajikan sajian debat-debat dengan orang-orang yang merasa intelektual yang tercerahkan dengan ide-ide liberal dan pluralismenya. Dan saya menyangka dengan serius bahwa memang disinilah kekuatan novel ini. Novel yang mengangkat tokoh utama Rahmat dan Kemi ini sangat membuat saya asyik begitu membaca bantahan logika-logika liberal yang memang terlihat konyol. Biasanya saya mendapatkan materi-materi di dalam novel ini secara terpisah. Namun Adian Husaini apik menyajikan poin-poin logika berpikir yang sering dipakai oleh para liberal beserta bantahan-bantahannya yang oke di dalam satu novel sederhana begini. Adian Husaini memang ajib dah.

Dan setelah ba’da shalat Magrib pasca tamatnya saya baca novel ini. Saya membikin diri saya berani untuk ngobrol dan canda bareng si-istri. Tanpa merasa grogi saya tiba-tiba mengeluarkan pernyataan yang insya Allah tidak diketahui oleh Adian Husaini dan Habiburaman El-Shirazy, tapi hanya diketahui oleh istri saya. Malaikat di kiri dan kanan saya dan si-istri saya juga tahu. Yang pasti Allah juga pasti lebih tahu. Bahwa saat itu saya berkata,” wahai istriku, sesungguhnya bagi saya buku novel Kemi ini sungguh lebih bagus daripada novel Ketika Cinta Bertasbih (KCB) itu atau buku-buku Kang Abik yang lain”. Dan demi mendengar perkataan saya itu istri saya menjadi dia yang ekspresinya biasa-biasa saja. Tidak kaget dia, dia mengiyakan ucapan suaminya. Yaelah si-istri ini, payah ah, seharusnya dia pura-pura kaget gitu dong, biar Kang Abik mengira bahwa masih ada penggemar setia buku-bukunya. Dan dia tidak bersedih terlalu dalam.

Nah, jadi begitulah saja, saya beri itu yang ecek-eceknya sedikit komentar sama novelnya Adian Husaini ini. Saya tentu menjadi dia yang juga menyarankan sama kamu-kamu untuk itu silahkan membaca novel ini, insya Allah bagus ilmu di dalamnya. Semoga novel ini banyak memberi manfaat bagi kawan-kawan dan sodara-sodara saya se-akidah di seluruh Negara di planet bumi ini (maklum saya kan orangnya Internasionalis, bukan nasionalis). Dan tentu saya sangat berterimakasih kepada Ustad Adian Husaini atas usaha dan ilmunya, semoga selalu diberi Allah hidayah dan kebaikan-kebaikan di dalam hidupnya. Aamiin777x…


Affif, lagi di jantho, lagi sengaja sama si-istri.
05 November 2011