Minggu, 13 Februari 2011

Kisah Memerangi Tuhan

“Dan mereka mengingkari karena kezaliman dan kesombongan, padahal hati mereka yakin…” (QS. 27:14)

Judul kitab Syaikh Nadim Al jisri, Qisshatul Iman (Terjemah Indonesia: Kisah Mencari Tuhan) menggambarkan suatu kisah pengembaraan iman. Suatu upaya mendekatkan pemikiran kepada ketundukan diri, bagi mereka yang mendapatkan dua hal: isti’dad (kesiapan) dan hidayah. Selebihnya adalah dunia orang-orang yang tertidur di atas tilam yang sama, dengan mimpi-mimpi yang berbeda. Tidak otomatis mimpi-mimpi itu kosong. Ada mimpi yang mempunyai pembenaran, harapan yang mempunyai jawaban, atau ‘wahyu’ yang berakar pada kebenaran. Kenikmatan iman bagi kaum beriman belum tentu kelezatan bagi mereka yang ingkar, demikian juga sebaliknya.

Sikap tidak konsisten terhadap prinsip, keyakinan atau agama, kerap membuahkan fitnah yang membuat orang-orang lemah menjauhkan prinsip, keyakinan atau agama tersebut. Ummat yang malang mengingkari ajaran agamanya hanya karena tokoh yang seharusnya jadi teladan telah kehilangan keteladanan. Mereka bagaikan anak-anak yang tak mampu membalas ‘kedzaliman’ temannya yang lebih kuat, lalu melampiaskan dendamnya kepada adik atau ibu.

Kebencian kepada laki-laki karena kekecewaan yang diterima perempuan, atau sebaliknya. Kebencian kepada sebagian besar sahabat dan kultus kepada sahabat lainnya. kebencian bahkan pengingkaran pada wujud Tuhan yang bertolak dari kemarahan dan dendam yang tak terbalaskan kepada sesame manusia. Semuanya mencerminkan gejala kejiwaan yang kadang tak berhenti pada diri, bahkan mendorong kepada polarisasi dan pengkutuban. Ajaib memang, kebenaran diukur dengan suka dan benci, senang dan kecewa.
Sebaliknya, sikap konsisten, jernih dan kritis akan mendekatkan jarak yang jauh dan memudahkan hal yang sukar. Perbedaan mendasar antar dakwah pra dan pasca pembaharuan Tarbiyah 20 tahun yang lalu ialah, bahwa sebelumnya tidak cukup bi’ah semai (miliu) tempat pemikiran dikembangkan secara konsisten untuk pertama kali dan seterusnya. Sebagian besar ummat tak mengerti, tetapi pengertian mereka yang mengerti pun tak beranjak, tak membangun emosi dan tak membentuk kata hati. Padahal,”…suatu fikrah akan berjaya apabila: 1. Kuat keyakinan terhadapnya, 2. Terpenuhi keikhlasan menjalankannya, 3. Selalu berkobar semangat memperjuangkannya, 4. Ada kesiapan berkurban dan beramal mewujudkannya” (Hasan Al-Banna, Risalah Ila’s Syabab).

Yang pertama harus dibangun, ialah keyakinan terhadap fikrah tersebut, sampai mendapatkan lahan semai yang mendukung. Di era baru pionir dakwah kampus, justru hanyalah sekelompok anak-anak belia yang prihatin. Mereka terbiasa mengaji ayat-ayat kauniyah, ayat-ayat alam semesta yang terbentang, cermin keagungan, kekuasaan dan kasih-sayang-Nya. Pada saat gaung ayat-ayat qauliyah (firman) mereka dengar dan huruf-huruf yang sangat indah itu mereka baca, genaplah ketundukan mereka kepada titah-Nya.

Mereka bersinergi dengan ahli fiqih (Fuqaha) yang konsisten: fuqaha ahkam dan fuqaha dakwah penentu arah dan stabilisator. Revolusi jilbab bersebaran tanpa dapat dihadang oleh fitnah, pemecatan dari bangku sekolah atau tempat bekerja atau tuduhan aliran sesat. Penghadangan semakin membuat cepat laju perkembangannya.

Agama dan Arus Anti Kemapanan
Seorang penulis membincangkan atheism dengan indahnya. Tanpa harus mendeklarasikan perang melawan Dia (sehingga ia bisa dengan mudah menghindari tuduhan atheis), dikemasnya menjadi novel yang menggiring pembaca untuk bersatu front menghadapi Tuhan dan pemuja-Nya. Wajar, bila seorang atheis memperjuangkan aqidah kufurnya dengan segala cara yang mereka mampu lakukan. Yang tidak wajar justru tumbuh dan mengakarnya atheisme itu sendiri.

Penulis lain ‘terkesan’ begitu sedih atas kelakuan orang-orang zalim yang sehari-hari mengusung (baca: memanfaatkan) simbol-simbol agama. Ia sindir mereka dengan profil yang sama tak kenal Tuhan. “Bagi John, mengganggu isteri tetangga adalah kejahatan.” Ia tulis esay tentang si John yang atheis tetapi jujur, elegan, humanis dan populis, seperti novel junior diatas yang memperkenalkan atheism, ketelanjangan dan kejujuran untuk berkata jorok.

Beberapa saat menjelang meletusnya peristiwa G-30-S/PKI, Lekra (lembaga kebudayaan rakyat, sayap seni budaya PKI) menggelar pertunjukan panggung. “Patine Gusti Allah” (la’anahumullah!). Pertunjukan berakhir dengan adegan matinya apa yang mereka sebut gusti Allah. Dan sang aktor yang memerankan gusti Allah pun benar-benar mati di atas panggung. Kekuasaan, keculasan dan kesombongan telah meredam berita besar ini. Qisshatul’l Hujum ‘Alallah (kisah serangan terhadap Allah) amat klasik, namun tak pernah mereka eksis. Di sisi lain, ada yang berlindung dari akibat kerakusan dengan mengangkat simbol-simbol yang akrab dengan Tuhan.

Apa penilaian tuan tentang segerombolan orang yang memukuli dan menyiksa anak kecintaan tuan, tanpa kesalahan apapun kecuali karena mereka kesal dengan bajunya yang mereka anggap sama dengan baju orang yang mereka benci. Kekesalan orang lain terhadap pemuka agama yang memusuhi para ilmuan abad pertengahan di Eropa telah melebar kepada penganut lain dengan cita, citra dan fakta lain. Mereka sama-ratakan Islam dengan tangan kekuasaan agama yang berlumuran darah. Yang mendirikan lembaga inkuisisi, lembaga mata-mata dan pemburu yang menyidangkan dan melaksanakan hukum mengatasnamakan Tuhan. Mereka tak mau faham kalau Islam sendiri datang untuk menghalau kemungkaran ini. Ini phobia yang tak henti.

Kini, jari, pena dan kamera bekerja dalam jalinan yang kompak, menjatuhkan begitu banyak mangsa. Di awal tahun 70-an, para pengais bangkai lewat pena, telah mengkonstruksi gagasan yang meracuni otak para remaja dengan tema sentral novel remaja seputar perkawinan dan perzinaan. Betapa hancur kehidupan sepasang pengantin yang dinikahkan secara resmi, direstui orang tua dan disambut masyarakat. Akhirnya, hari-hari berubah empedu, setelah beberapa hari madu. Konflik dan rebut menjadi menu harian. Di seberang sana sepasang belia hidup begitu romantis-harmonis. Tanpa ikatan nikah! Kata, warna, dan cita; semua beraroma cinta. Novel ditutup dengan kata bersayap (sayap hantu); “Apalah artinya selembar surat nikah, bila hidup penuh neraka. Lebih baik cinta sejati walau pun tanpa ikatan resmi”. Berapa banyak ABG dungu mengidentikkan dirinya, yang dilarang keluar malam, seperti bintang film cinta picisan, yang disiksa orang tuanya karena kekasihnya berkasta rendah.

Agama, Kemapanan dan Anti Kemampanan
Dengan pertanyaan yang tajam dan cerdas, Ibrahim As berhasil menanamkan keraguan yang berat terhadap keyakinan berhala. Di lembah lain, kedunguan memahami gerak tangan Qudrat-Nya, kelemahan memasuki suasana dialog dengan-Nya serta kesombongan untuk selalu asbed (asal beda) dengan lingkungan yang dilihatnya dungu, telah mendorong jiwa-jiwa ringkih untuk memilih propaganda terselubung bagi atheisme atau segala anti kemapanan. Sekelompok musyrikin menunjuk ke arah bangkai kambing. “Siapa yang mematikannya?” Tanya mereka kepada kaum beriman. “Allah,” jawab mereka. “Nah, jelas, kalian pengikut Muhammad, curang. Kalau yang kalian matikan (sembelih), kalian katakan halal. Yang dimatikan Allah, kalian bilang haram.” (Tafsir QS. Al-An’am: 122).

Tuan, semua argumen (hujjah) kesesatan nilanya selalu minus seperti dagelan musyrik diatas, namun katrol angka, permainan retorika dan gincu kata adalah kebiasaan kaum hiprokit. Dan, di titik itulah seluruh kemilau seruan kesesatan bertumpu.


KH. Rahmat Abdullah-semoga beliau dirahmati Allah/ Pilar-Pilar Asasi-2005.

Jumat, 11 Februari 2011

Senyum Adalah....



Kata senyum adalah kata yang indah dan menarik hati, menyenangkan, dan menggembirakan. Bagaimana seorang muslim tidak tersenyum sementar aida telah meridhoi Allah sebagai Rabbnya, Islam sebagai agamanya, dan Muhammad Saw. Adalah nabinya? Bagaimana ia tidak tersenyum sementara baginya telah ditumbuhkan taman-taman yang menyenangkan, dan kebun yang hijau, yang padanya terdapat pohon-pohon yang indah menyegarkan, dan tetumbuhan yang penuh keindahan. Bagaimana ia tidka tersenyum sementara Allah telah mengadakan baginya bintang-bintang yang terang, lautan yang luas, tanah yang berkelok-kelok, dan planet-planet yang berputar di porosnya?

Bagaimana ia tidak tersenyum, sementara burung-burung bernyanyi, merpati berdendang, matahari bersinar, bulan bercahaya indah, pagi hari yang datang dalam terang cahaya, dan hujan yang datang dibalik awan di langit? Bagaimana ia tidka tersenyum, sementara angina sepoi bertiup, daun-daun gemerisik, burung kenari bersiul, aroma indah bertiup, air jatuh di antara bebatuan mendendangkan lagu cinta, dan menceritakan pagar keindahan?

Bagaimana seorang muslim tidak tersenyum sementara dia telah meridhai Allah sebagai Rabbnya, Islam sebagai agamanya, dan Muhammad sebagai nabinya?

By Dr. 'AIDH AL - QARNI

Kamis, 10 Februari 2011

Risalah Kemelowan









(ini dicoret 2 tahun yg lalu, dan udh pernah di posting di komunitas mnulis Ababil.org...jd skrg diposting disini pula
model yang tidak saya bayar pada poto2 diatas, yakni; bang jo, dan taufik fahri..krn saia liat cukup mewakili suasana coretan ini..hehe)

-----000-----------

Lama aku tak menyapamu, rindukah engkau? Maafkanlah, beberapa kesibukan membuatku semakin asing dengan pasanganku yang secara biadab kupanggil Oshi (panggilan mesra Leptopku yang sejak lahir diberi nama lengkap T-oshi-ba_red) ini. Kalaupun bertemu di rumah aku dan Oshi tak ada canda dan saling bermesraan lagi. Aku dan dia beberapa hari yang lalu cuma berhubungan sebatas gambar, gambar, gambar dan hitungan-hitungan kontruksi untuk menarik simpati Rupiah. Dingin. Rupiah mulai menggoyahkan hubungan kami. Oh.

Kusadari hubungan kami menjadi sedikit horor memang, apalah lagi setelah aku lebih tertarik pada Rupiah -anak tirinya Dollar- daripada Oshi yang telah menemaniku selama ini dalam duka dan suka. Tapi tentu kau tak usah kuatir dan gelisah tentang perkara ini karena aku telah kembali menggodanya, dan ia pun kini mulai tersenyum mesra padaku. Sekali lagi kau tak usah kuatir. Kuulangi lagi, kau tak usah kuatir. Dengan baik hati kuulangi lagi, kau tak usah kuatir…*hehe.

Oke, yang akan aku repet-kan kali ini ternyata ialah yaitu merupakan bahwa bermaksud, sebuah perkara yang sangat sensitif. Sehingga aku akan berusaha untuk sangat berhati-hati dan menjaga setiap kata per-kata serta kalimat demi kalimat dengan teliti, santun serta halus berbudi. Ya, maksudku santun dalam versiku sendiri ya… *hoho

Mari.

Saban hari yang lalu aku tertarik memperhatikan secara seksama dalam tempo yang selama-lamanya perilaku para perjaka dan perawan, baik yang telah beranak maupun yang belum, baik yang masih hijau maupun yang kira-kira “sudah dekat” waktunya untuk bertemu dengan Tuhan. Kutarik beberapa kesamaan dari mereka, dan kudapatkan fakta yang mencengangkan! Bahwa, ternyata memang hampir semuanya memiliki jempol kaki!!, eh, maksudku ‘kemelowan’! yakni bermakna bahwa ada nilai “melow” di dalam diri mereka. Wow!.

Kemelowan tiap individu ini dipengaruhi oleh variabel waktu dan tempat atau objek yang berbeda-beda. Ada yang kambuh melownya dikala malam datang, ketika azan shubuh, ketika di kuburan, atau sewaktu jagain parkiran. Bahkan barangkali ada yang kambuh ketika kesurupan. Intinya, setiap orang akan terinfeksi dengan waktu dan cara yg berbeda-beda. Ini tentu merupakan sebuah fakta yang menegangkan sekaligus menakjubkanmu, iya kan?.

Setelah merenung dalam malam-malam yang panjang dan dingin, dalam kesendirian menatap langit nan berbintang, dalam lamunan menahan-nahan rindu-gurindam-gurame. Maka, aku berijtihad, bahwa, kemelowan adalah perilaku jiwa yang lazim dan normal, dimana posisi “perasaan” berada pada level kesensitifan yang sangat tinggi, yang berefek kepada perubahan perilaku yang tak wajar, seperti perilaku jiwa yang tiba-tiba menjadi halus, kata-kata yang menjadi syahdu-meriang, dan perilaku fisik yang mulai sedikit “gemulai” dan “melambai”. (eh??).

Manusia yang terjangkiti bakteri kemelowan ini akan menjadi sangat perasa dan mudah berpuitik dalam kata. Ia akan sering ingin menyendirikan diri sendiri. Pun tiba-tiba ia menjadi akan sangat mudah tersentuh jika melihat laut, langit, awan, bunga, bintang dan rembulannya, atau dengan irama dan syair yang lembut-merayu-sendu.

Jika dilihat dari segi “kondisi” maka secara kurang ajar dan biar kelihatan ilmiah aku membagi penyebab kemelowan menjadi dua. Sekali lagi; menjadi dua!. Ku-ulangi sekali lagi, bahwa aku membagi penyebab kemelowan menjadi dua. Dengan baik hati kuulangi sekali lagi, bahwa aku membagi penyebab kemelowan ”menjadi dua!.” Apa perlu kuulangi sekali lagi?keliatannya nggak perlu…hehe.

Yang pertama ialah kemelowan yang terjadi ketika si-korban dalam kondisi Jatuh Cinta, dan yang kedua ialah ketika korban dalam kondisi Patah Hati. Memang sangat kontras, tetapi di kedua kondisi inilah kesensitifan hati begitu peka dan halus, setidaknya beginilah kesimpulan dari hasil renungan melamun tidak bermutuku itu.
Di kedua kondisi inilah korban juga terjangkiti perasaan “merasa” memiliki kemampuan untuk melahirkan puisi atau syair yang mendayu-dayu layaknya pujangga-pujangga besar. Bahkan mereka merasa pantas diri dan besar kepala untuk disejajarkan bahu dengan Rumi, Hamka, Shakespear, Gibran atawa Iqbal. Kurang ajar memang, tapi jangan terlalu kau ambil hati, nanti mereka akan sadar sendiri bahwa mereka sedang “sakit”.
Oke, mari kita intip beberapa indikasi perilaku seseorang yang telah terjangkiti kemelowan ini.

Untuk Jenis yang pertama (kondisi Jatuh Cinta), diantaranya yaitu; ia akan sangat mudah tersenyum dan tertawa-tawa sendiri, meskipun terkadang ia sedang menonton pilem horor atau sedang berada dirumah duka!...aiihh2

Dalam melamun pun ia hobi tersenyum-senyum bego sendiri. Tak lupa, gelisah-gelisah rindu juga menyerang jenis ini tanpa ampun. Benar-benar tanpa ampun. Jenis ini juga tiba-tiba menjadi manusia yang pemaaf dan penyabar, sangat senang berbagi membantu, sangat riang-bersemangat, seolah-olah cuma dia manusia yang dianggap Tuhan masuk surga. Atau kurang lebih begitulah.

Tipe pertama ini doyan nempel dan sok memahami buku-buku seperti, Taman Orang yang Jatuh Cintanya Ibnu Qayyim, Cinta dan Syahwatnya Ibnul Jauzi, Tauqul Hamaamahnya Ibnu Hazm, tulisannya Ustad Fauzil Adhim, Serial Cinta-nya Anis Matta, novel-novelnya Habiburraman el Shirazy, Syair-syairnya Iqbal atau Rumi, dan lain lain. Bahkan ia merasa bisa mengimbangi penulis-penulis diatas. Sekali lagi, jangan diambil hati atas kekurang-ajarannya, sindrom “merasa pujangga” akibat bakteri Melow ini memang menginjak-injak kewarasan korbannya.

Kukutipkan kau contoh syair yang disenangi jenis pertama ini;.

Sesungguhnya
Bila saja ia berkunjung tiba-tiba
Kurela meski cuma dapatkan isyarat mata
Sua denganmu, cukup sehari sekali
Tak ingin lebih, yang penting rindu ini terobati
Pasukan-pasukan cinta telah mengepung pendengaranku
Ia yang baru kudengar sifatnya telah memenuhi benakku

(Tauqul Hamaamah,_Ibnu Hazm)

Semua burung yang terbang di langit mengidap iri
Lantaran kita tertawa-tawa riang sekali, kau dan aku.
(Rumi)

Hah, begitulah, kau lihat, bukan main memang lagaknya.

Sedangkan jenis yang kedua (kondisi Patah Hati) bercirikan; ia akan hobi bermuram muka-bersedih-sedih kata. Puisi dan syairnya bermakna putus asa dan kesedihan yang mendalam akibat kasihnya tak terjangkau mata, tak tergenggam tangan. Pedih berurai-urai airmata.

Ia akan begitu senang melihat langit sendirian, menelusuri laut sambil menebas-nebas pasir kering dengan kakinya, seolah-olah ada nama kekasihnya disitu. Kasihan benar. Coba kau perhatikan juga, sehabis shalat ia akan duduk agak lama dengan wajah tertunduk kebawah, bahkan ia kelihatan lebih khusyuk daripada Imam mesjid. Ia akan mencoba untuk mengiba-iba pada Tuhannya, bahkan bisa jadi ia akan menyodor-nyodorkan nazar sebagai bentuk negoisasi dengan Tuhan jika permintaannya dikabulkan. Ckck parah.

Jika hujan turun ia akan relakan dirinya basah kedinginan, ia menikmati kemelowannya, bahkan sangat menikmatinya. Aih, benar-benar aku tak tega mengisahkan penderitaan jenis yang kedua ini. Sungguh, kemelowan jenis ini telah memakan fisik dan jiwanya secara perlahan demi perlahan. Kasihan memang. Patutlah kau sumbangkan untuknya air mata. Sungguh mengharukan.

Apakah kau sedang menangis terharu karena membaca yang diatas??oh, nggak ya?Hehe.. yaudah mari kita lanjutkan.

Jenis kedua ini akan alergi dengan buku-buku yang romantis dan mengandung kemesraan. Namun ia akan sangat menghayati kisah-kisah seperti, Laila Majnun, Zainuddin dan Hayati di Tenggelamnya Kapal Vanderwijk, Siti Nurbaya dengan kasih tak sampainya Marah Rusli, atau kisah kesedihan Shah Jahan akibat meninggalnya sang istri, Arjumand Begumm Bann, sehingga terbangunlah Taj mahal di India, atau barangkali Sayap Patahnya Gibran. Kisah di pilem-pilem drama Jepang , Taiwan, Malaysia, Brunei dan sejenisnya juga disantap dengan sepenuh hati segenap jiwa-raga, serta tak lupa ia sedekahkan air matanya sebagai bentuk dan pertanda bahwa ia sangat paham apa yang dirasakan oleh pemeran utama di pilem-pilem tersebut. Ampun dah.

Nah, mari kukutipkan juga kau contoh syair dari ulama Andalusia yang senang diresapi dan diulang-ulang oleh jenis yang kedua ini;

Perpisahan datang setelah pertemuan
Keduanya datang bergantian
Malam pertemuan digantikan malam perpisahan
Sungguh, kepergianmu adalah kepedihan
Dan kebersamaan denganmu senantiasa kunantikan
Adakah sejumput asa untuk kebersamaan


Atau

Ketika nestapa melanda jiwa
Api membakar hati, airmata meleleh di pipi
Kala lara mendera hati, menyiksa jiwa
Perasaan mungkin bisa sembunyi
Tapi airmata kan mengalir lama

(Tauqul Hamaamah,_Ibnu Hazm)

Ehem, begitulah, kuharapkan kau mulai sedikit mengerti dan mengira-ngira diri sedang berada pada jenis yang mana. Ingin sebenarnya aku juga menuliskan level-level kemelowan yang harus kau perhatikan, sehingga kau bisa lebih berhati-hati, namun kupikir tak usah saja, alasannya sederhana saja. Malas. *Hehe.

Menurutku kebahagiaan dan kesedihan itu tetap saja merupakan pemberian Allah untuk “perasaan” yang kita miliki, maka ketika kegembiraan datang, nikmatilah dengan baik, tak usah sungkan-sungkan untuk tertawa gembira. Begitupun ketika kesedihan datang, maka kau juga punya hak untuk menikmatinya. Bukankah mata itu juga punya hak untuk sejenak menangis, meski sebentar. Menangis sajalah meski dengan alasan yang sederhana. Tak usah kau risau-risau akan hal ini, manfaatkan dan kelolakan saja “rasa” kemelowan diatas sesuai dengan ajaran Nabi, tak lebih tak kurang. Sehingga semoga kita bisa menikmati tawa dan tangis kita,...=)

Sekian saja-lah Tuan-tuan dan Puan-puan.

“Hanya Allah dan Rasul saja yang tak akan mengecewakan kita”


Affif Herman bin Herman Hanif bin Hanifuddin Ali, 2009. *nulisnya marathon Kajhu-Darussalam-Meunasah Bak Trieng-Ie Mase-Lueng Bata-Batoh,..hehe*.

Rabu, 09 Februari 2011

Dialog Imajiner Antar Aktor Sejarah

Izzudin Al Qassam Nampak begitu simpatik dalam senyumnya yang lepas. Darahnya yang segar beraroma harum kesturi, menambah suasana damai dan sejahtera. Tak kalah simpatik Muhammad Toha dari Bandung dengan pembawaannya yang periang seperti alam Jawa Barat. ‘Tak ada masalah’ benar-benar menghapus wujud tubuhnya yang hancur bersama ledakan gudang mesiu Belanda yang diledakkannya, yang sampai hari ini tetap membentuk situ yang lumayan. Di seberang sana seorang mantan Presiden Thomas Jefferson, presiden ke-2 sebuah Negara benua dengan wajah prihatin yang sukar dilukiskan.

TJ:”Nampaknya kalian begitu bebas, tak ada masa lalu yang cukup menyedihkan atau masa depan yang menakutkan?”

IQ & MT: “Apa yang membebani pikiran Anda sehingga wajah Anda begitu mengenaskan?”

TJ: “Bangsaku yang dungu itu. Dari awal sudah kuwasiatkan mereka untuk tidak memasukkan ke dalam sistem Amerika sepotong Yahudi pun. Di zamanku imigran mulai berdatangan ke benua harapan itu. yang paling banyak ya mereka, si spora itu”.

IQ: “Anda koq rasis benar sih?”

TJ: “Bukan karena rasis, tetapi seperti juga Anda tak suka negeri Anda diduduki dan dikhianati. Saya bilang kepada mereka, sekarang belum jadi masalah serius. Nanti kalau mereka sudah menduduki dan merampasi tanah bangsa Palestina, maka Amerika akan terseret-seret ke dalam pusaran yang tak jelas dan tak menguntungkan.”

IQ:”Seperti peramal masa depan?”

TJ: “Ini bukan soal meramal. Sangat mudah diproyeksikan, bagaimana masa depan suatu bangsa yang bagaikan kayu dengan larva-larva yang mulai menetas dan berkembang biak, mulai menggerogotinya. Politik hari ini adalah sejarah hari esok dan politik kemarin adalah sejarah hari ini.”

IQ: “Tetapi kenyataannya koq runyam begitu. Bangsa Anda begitu mabuk kepayang dengan kaum Yahudi, melawan arus semangat dunia baru hari ini. dalam konferensi di Afrika Selatan, seluruh Negara menilai Israel sebagai Negara rasis dan pelanggar HAM. Eh, ternyata mau-maunya AS walk out menyertai bangsa Zionis-kolonialis itu.”

TJ: “Nasib kita sama, Kang Toha hancur bersama bom yang diledakkannya ke gudang amunisi Belanda, tetapi kini bangsanya sendiri hancur oleh naza, zina, KKN, kolaborasi para pemimpin dengan musuh bangsa. Tuh, gadis-gadis casting bugil. Maaf, aku fikir apa aku nggak menghina mereka dengan mengatakan mereka itu gadis, ya? Apa mungkin kalau orang masih bener-bener gadis mau telanjang di depan laki-laki (juga perempuan) asing? Bahkan di depan ibunya sendiri juga muaallluu sangat. Lihatlah bangsaku di zamanku, entah karena warisan sentuhan Islam di Spanyol, gadis-gadisnya begitu rapat menutup tubuh mereka, seperti Laura dan teman-temannya dalam film The Little House in The Praire”

MT: “Alhamdulillah, saya sudah lepas dari tanggung jawab. Tubuhku utuh kembali. Luka dan darah yang harum ini bagaikan mozaik warna yang kaya pada batu-batuan mulia, zamrud, aqiq, zabarjad, firouz dan lain-lain. Kalau boleh iri, aku sangat iri dengan bangsamu Al Qassam. Tahun 40-an Syaikh Faraghli menjadi panglima Jihad Palestina. Tak masalah gudang senjata di kebunnya terbongkar. Dr. Musthafa As-Siba’i tidak berpangku tangan atau sekadar mengerutkan dahi seperti lazimnya tampilan klasik intelektual. Sampai hari ini bunga-bunga bangsamu luar biasa bermekaran. Para ibu bangga dengan putera-puteri mereka yang syahid”.

TJ: “Ah, kalau ibu-ibu bangsaku hari-hari ini, sedang aktif memandangi gadis-gadis mereka yang sedang mempersiapkan carrier untuk perkemahan musim panas, sambil tak lupa menegur, “Eh, jangan lupa pilnya ya?” Rasa-rasanya bangsa Kang Toha juga sudah seperti itu.”

MT: “Heroisme dan patriotism bangsaku sekarang tinggal di desa-desa, di atas panggung kayu 17 Agustus, dengan gadis dan bujang yang memoles wajah mereka hitam-hitam dan mengikat kepala dengan pita merah putih, meningkahi pakaian gerilya di zaman perjuangan fisik. Bangsa Akh Qassam, punya pemuda-pemudi cerdas, peduli bangsa, shaleh lagi. Banyangkan ketika mereka dibuang di padang pasir, masih bisa kuliah di alam terbuka, ikut ujian dan lulus cemerlang. Kalian berpotensi membuat bom nuklir. Seperti para belia negeri-negeri ‘ekstremis Islam’ yang sedang belajar di Barat. Banyak mereka jadi ahli biogenetika, nuklir, antariksa, bahkan kalau perlu antrax, maksudnya ahli penangkal antrax, lho”.

TJ: “Kalian punya masa depan. Negeriku beserta negeri-negeri yang mengikutinya diperkirakan tahun 2040 Cuma punya manula, karena mereka enggan beranak. Seks bebas ya oke. Iklan layanan sosial di negeri Kang Toha juga kampanye seks aman, artinya pakailah pencegah kehamilan. Soal aman dari murka Allah mah, sebodo teuing! Bancinya ingin menambah jumlah 40 juta pasangan sejenis di negeriku.”

IQ: “Negeri Anda mempelopori terorisme stigma. Kang Toha secara tak langsung digolongkan ekstrimis atau teroris. Media negeri Kang Toha sendiri langsung saja melahap produk bengkel isu Zionis. ‘Telah ditangkap dua orang teroris Islam’, ‘Telah meledak bom atas nama teroris Islam’. Seandainya orang-orang Moro di Mindanao, (Ia tak sudi menyebutnya Philipina Selatan. Tak ada dengan Raja Philip atau Magelhans), dengan kekuatan fisik mengusir ‘transmigran’ paksa dari utara yang tandus merambah negeri mereka yang subur makmur, apa salahnya? Kami berhak perangi siapa saja di Palestina yang disusuki Zionis. Menyerang penduduk sipil? Ini kondisi perang jangka panjang sampai Palestina merdeka. Sejak awal terutama ketika si jagal Sharon mempersenjatai penduduk perumahan di atas tanah rampasan dengan berbagai senjata modern, selesai sudah sipil-militer. Ultra sipil beralasan untuk dibunuh karena menduduki hak milik bangsa yang dirampas Zionis dengan dukungan penuh Kerajaan Britania (UK) dan Negara Mr. TJ cs. Dimana terorismenya?

MT: “Apa nggak ada yang mengingatkan pemerintah negeri Mr. TJ?”

TJ: “sebelum Bush menuangkan bom curahnya di Afghanistan, James Kelley di The United State Pos telah mengingatkan agar dia jangan lagi menambah beban bangsa kami dengan melayani terus keinginan nista Zionis-Israel. Jangan jadikan dunia Arab dan Islam sebagai musuh. Tetapi hanya dalam 2-3 hari masuklah lebih dari 300-an e-mail pendukung Zionis menyerang pandangan tersebut. Hanya ada 5 surat dukungan. Kan di negeri Kang Toha sudah banyak pengguna internet, baik dinas, warnet maupun rumahan. Koq cicing wae?”

MT: “Sehari-hari para karyawan, asyik membuka situs porno, dari mana bisa berkorbar semangat jihad. Sudah lagi bahasa Inggris mereka amburadul, tak mampu berkomunikasi. Kalau ada pengajian di berbagai Islamic Center negeri Mr. TJ, mereka tak mau hadir, kecuali bila di tulis “Khusus Indonesia”. Baik yang kuliah di Barat atau nyantri di Arab, sama-sama kuper kecuali sedikit dan itulah yang pulang membangun bangsa.”

IQ: “Dinasehati Kelley, Mr. Bush tersinggungkah?”

TJ: “Ah, biar dia nyusul kemari.”


KH. Rahmat Abdullah-semoga beliau dirahmati Allah/ Pilar-Pilar Asasi-2005.

Selasa, 08 Februari 2011

Cinta Untukmu Luar Biasa…

(((mukaddimah illegal…
Coretanist : Biasanya klo judul “cinta2an” begini rame yang datang. Laku.

Tukang baca : hehehe…

Coretanist : Beh! ckckck,..makan tu judul!! Klo udah ngomongin “cinta” baru-lah kau buka ini blog!!

Tukang baca : hehehe...

Coretanist : Cuma “hehehe” aja?!!

Tukang baca : hehehe…)))

---00---

Tersebutlah itu hari Senin. Hari sedang gelap-gelapnya, biasalah matahari sedang ada kerjaan rutin di tempat yang lain, di belahan bumi yang lain karena perintah Allah. Dikalangan makhluk jenis manusia, gejala alam ini dikenal dengan istilah “malam”. Kondisi malam ini biasanya waktu yang tepat bagi pelamun untuk melamun, juga pendosa untuk melakukan dosa, juga seorang anak untuk minjatin kaki ibundanya sambil bercanda meringankan suasana hati ibundanya seorang. Ah dan lain-lain-lah, apakah penting aku menuliskannya satu persatu untukmu? Emang kamu siapa, heh?!.

Nah, gara-gara kebanyakan SMS-an serta nelponin kawan dan sodara membuat pulsaku perlahan demi perlahan lenyap ditelan waktu. Jadi akupun menerimalah usulan hati untuk keluar menyisir malam nyari kios pulsa, khususnya kios yang menyediakan pulsa gratis.

Namun, konon usahaku sia-sia belaka, tidak ada pulsa yang gratis, tidak ada yang free. Jadi, ya mau nggak mau, harus mau, ya harus beli pulsa. Oh duitku akan kuberikan kepada perusahaan Telkomsel dengan hati yang sedih dan duka. Mengapa? Lha, capek-capek dicari seharian hingga hitungan bulan, dari tempat-tempat yang jauh pula, eh ujung-ujungnya duitku malah harus dikasih ke Telkomsel. Hehe. Untunglah Nabi bilang klo kerja itu ibadah, tiap tetes keringat bernilai kebaikan. Huff, Alhamdulillah77x, Allah-lah pengatur segala perkara.

“Hallo abang, isi-in pulsa As 20 ribu ya” itu aku yang ngomong dengan hangat menyapa.

“Ok, tulis disini nomornya” itu yang punya kios yang ngomong tanpa ekspresi sambil nyodorin buku. Dingin.

“Oh, iya2” itu aku lagi yang ngomong, sedangkan abang kios pulsa diam saja. Masih dengan ekspresi dingin.

Begitulah saja dialog singkat yang dingin antara aku yang hangat dan si-abang kios pulsa yang dingin. Sambilan nunggu abang kios pulsa yang dingin transferin pulsa, aku menghirup dan menikmati udara banyak-banyak, bernafas istilah biologisnya. Mumpung lagi di kasih gratis sama Allah pikirku. Alhamdulillah777777x…

Eh coba lihat kesana. Itu di seberang jalan dari tempat kuberdiri ada tiga orang anak kecil. Menurut tebakan ilmiahku 2 orang (1 cewek dan 1 cowok) mungkinlah masih kelas 1 SD atau TK semester akhir. Satu orang lagi cowok yang masih terlalu kecil untuk mengenal sekolah, mungkin berjalan sama ngomongpun baru lulus 1 atau 2 bulan yang lalu.

Rupanya mereka lagi asyik-masyuk-khusyuk main sambil nyanyi-nyanyi dengan riang-gembiranya. Aku senyum yang berduet dengan ketawa. Dengarlah saja, mereka menyanyikan lagu yang mungkin mereka sendiri masih belum mengerti maksud lagu itu apa. Dan pahamkah mereka untuk siapa serta mengapa lagu itu diciptakan? Dengarlah ini…

“Aku memang manusia biasa-yang tak sempurna dan bla bla kadang salah …bla..bla… (hehe gk hafal) ..bla..bla.. cinta untukmu luar biaaasaa..” Mereka menyanyikannya dengan lancar, riang, dan berulang-ulang macam lagi nyetor hafalan hadits ke Ustad ngaji. Aku nahan ketawa liatin anak yang masih sebesar karung beras 20-an Kg begituan udah lancar dan fasih lafahz-tin “cinta untukmu luar biasaaa…” Parah.

Namun sesaat mereka tersadar sedang kuperhatikan. Nyanyiannya berhenti, senyum mereka, sambil curi-curi pandang ke arahku. Melirik malu-malu pingin lihat siapakah aku yang sedang memperhatikan mereka. Barangkali mereka pikir aku om-om pencari bakat yang diutus oleh salahsatu stasiun TV swasta dari pulau Jawa. Karena udah ketahuan, akupun segera berbalik membelakangi mereka, kembali menghadap ke si-abang kios pulsa yang dingin, seolah tak peduli sedikitpun urusan anak-anak sebesar karung beras tersebut. Dan…dan,…dan lihatlah, tak sampai setengah menit merekapun kembali menyanyikan lagu diatas, langsung dimulai dari reff lagu dengan suara tinggi seolah penyanyi professional yang sedang latihan vokal. Aku yang udah siaga masang kuping untuk mencuri dengar ya ketawa sendiri. Hehehe..wahai bocah-bocah karung, jangan remehkan om-om ini ya!!.

“Hah?” si-abang kios pulsa yang dingin melihat bingung kenapa aku ketawa.

“Nggak ada bang,..udah masuk ni ya, ini duitnya,” pulsanya udah masuk.

“oke” dingin.

Oh abang kios pulsa yang dingin, mengapa kamu tak ada mood padahal udah dapat rejeki dari Allah melalui saya? Mengapa oh mengapa. Tak senangkah padahal Allah udah ngasih udara gratis? Udah numbuhin rambut dan jenggot gratis? Udah ngasih tinggal di bumi dan bisa liatin langit? Udah ngasih badan, kaki, tangan, jantung yang baik? Oh abang kios pulsa yang dingin mengapa engkau tidak hangat bertemu denganku yang juga sama-sama orang Islam, saudaramu sendiri? Ada apa denganmu abang kios pulsa yang dingin? Engkau kan bukan kulkas yang memang berkewajiban untuk dingin? Mengapa oh mengapa, kepadamu aku bertanya…*baca pake gaya Rendra.

Nah fokus lagi, sebelum balik ke kost-san aku menjumpai anak-anak manusia tadi dengan senyum-senyum, biar manis. Rencananya sekedar menyapa saja karena ada niat dikit, jadi ya harus ditunaikan daripada nanti nyesal di rumah. Mereka masih bernyanyi.

Aku berhenti di depan mereka sambil senyum. Mereka berhentiin nyanyi dan mainnya, juga senyum-senyum lihatin ada om-om jenggotan datang, kecuali anak terkecil yang mungkin baru bisa ngomong tadi, masih sibuk main dengan tanah. Mungkin dia heran dan sedang gundah-gulana untuk mencari tahu tanah itu terbuat dari apa? Mengapa ada tanah? Apakah tanah bisa dimakan dengan donat? Dan akupun tak tertarik menyapanya.

“Hehehe…” 2 orang ini senyum-senyum.

“Hehehe,..udah ngaji dek?” sapaku

“Hehe, udah bang” kata yang cewek.

“Wah, udah ya…mantap-mantap!” kutunjukkan wajah kekaguman senang biar mereka senang karena sudah mengaji.

“Eh, nggak da-nggak da, qe belum ngaji,..aku yang udah!!” jawaban si-cewek dibantah langsung oleh yang cowok, dia tak ingin menutup-nutupi kebenaran atas nama cinta. Tak ingin berdusta atas nama cinta. Ampun.

“Hehehe…” yang cewek senyum malu-malu, ketahuan. Kejahatan lisannya terbongkar bulat-bulat.

Yang paling kecil masih sibuk dengan tanah tanpa memperdulikanku dan kasus yang sedang terjadi di depan matanya. Kurang ajar, pragmatis betul ini anak!

“Hahaha,..yaudah, abang pergi dulu ya, jangan lupa ngaji.. da-daaah..” aku minta ijin langsung pulang. Biarlah mereka menyelesaikan pertengkaran rumah tangganya sendiri.

Di rumah kuceritain anak-anak tadi yang nyanyi sok-sok dewasa ke si-Muslim, anak kost yang mau diwisuda profesi dokter dalam waktu dekat. Senyum dia. Kutanya judul lagunya, nggak tahu dia, tapi masih senyum. Hehe bagus-bagus, perbanyaklah senyum.

Sebenarnya menarik untuk dibahas, mengapa anak-anak sekecil itu sudah “dijajah” dengan lagu-lagu yang menurutku nggak baik untuk perkembangan jiwa dan pendidikan mereka. Kalo kasus ini menimpa kalian mungkin masih mending karena bisa dikasih alasan-alasan yang logis perihal “cinta” di lagu di atas tadi, lha, kalo mereka? mereka akan melahapnya bulat-bulat tanpa filter, kan gak bagus itu. Ini sedikitnya menunjukkan gambaran kualitas tontonan atau media hiburan untuk anak-anak dan adik-adik kita semakin nggak terkontrol, dengan nilai yang jauh dari kata bermutu, baik secara nilai agama maupun nilai “keacehan” sebagai identitas bangsa kita. Dipikir-pikir masihlah mending lagu-lagu seperti,”si-lumba-lumba”, “diobok-oboknya Joshua”, “nyamuk-nyamuk nakal”, atau “Kuku-Kuku-nya Chikita meydi” yang dahulu kala sering diputar.

Sekarang, seumuran mereka malah udah sebegitu mudahnya melahap nyanyian yang aneh-aneh diatas tadi. Lha, gimana mau rajin shalat berjamaah, rajin tilawah Qur’an atau mau shalat Dhuha kalo dari kecil nyanyian penyemangat jiwanya melo gitu? Belum lagi tontonan sinetron-sinetron berselera rendah, tayangan aib-aib pergunjingan yang berkemas infotaiment di televisi-televisi kita, ditonton tanpa ada yang memberikan pengawasan, penjelasan dan pengetahuan kepada mereka, bisa-bisa sedikit demi sedikit mereka -bahkan kita sendiri- bingung dengan indentitas dan misi hidup sebagai muslim. Iya kan? Kan? kan?

Terakhir (biar cepat habis hehe), berharaplah aku, coret-coretan tak seberapalah-mana ini menggelitik saja “risau” kita untuk mau melihat, menegur dengan penuh rasa sayang, serta mengingatkan adik-adik kita dan kita sendiri, bahwa sebenarnya kita memiliki “kekhasan” visi-misi hidup sebagai muslim, sebagai ummat. Apapun dan dimanapun kita berperan. Hm..yah, barangkali demikianlah saja Tuan dan Puan.


Mudah-mudah Allah terus menolong kita dalam memperbaiki niat dalam hidup.


Kajhu pagi-pagi, Selasa, 1 Februari 2011. Sambil buru-buru mau gosok baju.
Coretanist: Affif Herman bin Herman Hanif bin Hanifuddin Ali bin Teuku Muhammad Ali bin Teuku Muhammad Din bin Teuku Lon Teuku Lampou-u bin Teuku Bentara Balee bin Teuku Bentara Sumbrang.

Selasa, 01 Februari 2011

Episode khusus yang shalat nggak pake mukena: Shalat Shubuh.



(Hm..yang shalatnya pake mukena boleh2 saja baca, tapi…entahlah..haha)

Wah gak bisa dibiarin! Ini masalah kehormatan kita! Harga diri! Gengsi!! Masak sebagai lelaki kita nggak ada niat/kemauan/kehendak/usaha untuk shalat shubuh berjamaah??! Kredibilitas kita sebagai laki-laki di mata Rabb bisa terpuruk jika terus begini. Ini permasalahan yang serius dan berpotensi menyulut konflik. Kalo terus-terusan dibiarkan maka kita -bangsa lelaki- akan terlihat sangat kampungan dan jauh tertinggal!!

Lelaki meski tak se-spesial perempuan namun kita harus tetap berusaha dan pantang menyerah. Jangan patah semangat cuma gara-gara Rasul kita ngulangin 3 (tiga) kali agar lebih berbakti kepada ibu (perempuan) dan bapak cuma sekali (lelaki). Dan lagi ada motivasi berbakti bahwa surga itu di bawah telapak kaki ibu, bukan bapak. Oh namun sungguh hal itu tidak boleh menjadi sebuah alasan pembenaran kemunduran kita!.

Yah, mau nggak mau kita dituntut untuk lebih jeli untuk mencari peluang yang potensial untuk menaikkan harkat dan martabat kita sebagai bangsa lelaki di mata Rabb kita. Tak lain dan tak bukan, shalat shubuh berjamaah adalah salahsatu pilihan yang mantraaap tiada berbantah tiada keraguan! Ini perbuatan yang nggak sembarang orang bisa lakuin, yang mau rela-relain bangun trus ke mesjid, padahal matahari saja masih malu-malu untuk terbit. Suasana yang dingin dan tanpa sorotan publik merupakan kondisi yang jelas mematah-matahkan semangat “lelaki” memble untuk shalat shubuh berjamaah. Wow.

Bocoran mentereng yang telah kuterima bahwa Imam Muslim meriwayatkan hadits bahwa shalat sunnah fajar itu lebih baik dari dunia dan seisinya (1). Dan di hadits yang lain beliau juga meriwayatkan bahwa yang shalat berjamaah di waktu shubuh seakan-akan ia telah shalat malam sepanjang malaamm!! (2). Hah!, sebegitu spesialnya shalat shubuh berjamaah itu! Bahkan Umar r.a. pun pernah bilang,”Sungguh, ikut serta dalam shalat Shubuh berjamaah itu lebih baik bagi saya dari pada shalat malam.” Heh, sip bukan?.

Aku juga sempat terpikir bahwa kita ini ternyata bisa begitu mudah menjadi milyadeeerrr lho broth -tentunya tanpa harus “menipu” downline-downline kita hehe-. Nih, coba aja terawang hadits di atas, shalat sunnahnya lebih baik dari dunia dan isinya! Wow, hoho, kuulangi, lebih berharga dari seluruh isi dunia!! Itu baru shalat sunnahnya ya, gimane lagi shalat wajibnya yang dikerjain dengan berjamaah!!…wow…wow…hohoho… Allahu Akbar! Allahu Akbar!.

Maka dari itu, sebagai sesama lelaki yang sering terlena dengan “potongan yang sedikit dari dunia” tak ada lagi yang harus direpet-repetkan, mari bahu membahu untuk bisa shalat shubuh berjamaah demi peradaban ummat yang berkah dan lebih baik. Karena Shubuh adalah waktu permulaan yang berkah dan baik untuk memulai segala kebaikan-kebaikan hidup. Jangan banyak bacot-lah, kalo memang ada kemauan pasti ada jalan untuk bisa bangun en pergi shalat shubuh berjamaah…ok, fight yeaa!

“Berikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang banyak berjalan dalam kegelapan menuju masjid dengan cahaya yang sangat terang pada hari kiamat”.(3)

“Dan barangsiapa yang tiada diberi cahaya (petunjuk) Allah tiadalah dia mempunyai cahaya sedikitpun.”(4)


Kajhu pagi-pagi, 16 Januari 2011
Affif Herman bin Herman Hanif bin Hanifuddin Ali bin Teuku Muhammad Ali bin Teuku Muhammad Din bin Teuku Lon bin Teuku Lampou-u bin Teuku Bentara Balee bin Teuku Bentara Sumbrang.

(1). Rasulullah SAW bersabda-yang diriwayatkan dari Aisyah: “Dua rakaat fajar (shalat sunnah sebelum Shubuh) lebih baik dari dunia dan seisinya.”(HR. Muslim)
(2). Diriwayatkan Muslim dari Ustman bin Affan r.a. berkata: Rasulullah SAW telah bersabda: “Barangsiapa yang shalat Isya’ berjamaah maka seakan-akan dia telah shalat setengah malam. Dan barangsiapa shalat Shubuh berjamaah (atau dengan shalat Isya’, sperti yang tertera dalam hadits Abu Dawud dan Tirmidzi) maka seakan-akan dia telah melaksanakan shalat malam satu malam penuh.” (HR. Muslim)
(3). Hadits Riwayat Abu Dawud, At-Tirmidzi , dan Ibnu Majah.
(4). Qur’an Surah An-Nur: 40)

Rujak-rujak!!

Entah siapa yang memberi hari ini dengan nama Selasa. Atas dasar apa dan mengapa ia memberi nama “selasa”?Mengapa bukan hari “Obeng” atau barangkali hari “Mawar”? atau apalah selain “Selasa”. Dan lagi diperparah dengan kalender yang mengklaim secara sepihak tanpa membuka ruang diskusi bahwa hari ini bertanggal 25 januari 2011, padahal barangkali bisa saja si-kalender khilaf dalam menghitung tanggal kan? Kan? Kan?

Konon aku saat itu sekitar pukul 11 di sebelah barat waktu di Indonesia raya tanah air tumpah darahku sedang menuju ke Darussalam. Lihatlah aku itu sedang ingin menuju ke kantinnya Fakultas Hukum (FH) Unsyiah. Unsyiah itu jika dipanjangkan menjadi Universitas Syiah Kuala, hah, sengaja kuberitahukan ini karena aku orang yang senang berbagi segala sesuatu, entah karena memang baik atau karena biar kelihatan baik gitu.

Aku kesana karena udah janjian untuk ketemu sama senior, Kak Melvina, yang baru pulang kuliah dari Amerika, yang udah jadi dosen di Unsyiah. Dan aku, demi Allah, bukan janjian sama rektor -yang mungkin- seperti yang kamu bayangkan.

Nah, lihatlah aku itu sedang di depan FH. Baru saja aku mendarat dengan gaya yang indah dan lembut. Namun, aku dibuat bimbang mencari tempat buat parkirin motor, karena parkirannya udah full semua. Kemana ini si tukang parkir? Bukankah tugasnya adalah melayani, membimbing, mengayomi dan menunjukiku tempat parkir yang lurus?Tapi kemanakah ia di saat-saat kegelapan dan kebimbangan seperti ini terjadi?Beh!

Setelah mutar-mutar dengan lincah di perkarangan FH ini aku akhirnya dapatin tempat parkir yang kremes. Hahaha aku tak bisa menjelaskan tempat parkir yang “kremes” itu gimana bentuknya, tapi ya begitu-lah, yang penting aku merasakan “kremes” saat markir disitu.

Setelah motor kuparkir dengan gemulai, dari kejauhan tiba-tiba ada yang datang sambil setengah berlari ke arahku. Eh, hm…barangkali ia malah sedang dua pertiga berlari. Ah aku tak sempat menanyakan dan menghitungnya. Yang pasti ia datang dengan berlari.

“Oke..oke..bang, oke disitu.” Dia setengah menjerit, eh, barangkali seperempat menjerit. Oh, ternyata ini dia staf ahli dalam dunia perpakiran FH yang kita omongin diatas tadi. Tiba-tiba dia datang macam jailangkung, datang nggak bawa undangan pulang minta diantarin. Dan aku menoleh kepadanya dengan indah dan sedikit slow motion. Oh ampun dah.

“Heh, begini-e, perangai tukang parkir jaman sekarang, heh?!!” Aku berakting berkacak pinggang seolah-seolah aku adalah senior legendaris dalam dunia perparkiran. Dan seolah-seolah aku telah mengikuti macam-macam konferensi perparkiran di tingkat dunia, sehingga oleh karena itu seolah-olah dia harus meletakkan hormat kepadaku. Dia kaget.

“Eh,.. hehehe” Senyum dia. Oh, lihat, gara-gara senyum dia jadi manis.

“Gimana ini tempat parkir!! Saya yang cari tempat parkir sendiri, saya yang markirin sendiri, saya yang bawa motor sendiri, semua-semuanya sendiri! Tukang parkirnya enak-enakan! Beh! Klo gini saya menuntut gratis atau diskon parkir!!” aku berceloteh dengan anggun-eksotis dalam bahasa Aceh. Yang diatas itu telah kuterjemahkan.

“Hah? Hahaha… Siap booosss, beres tu boooss!!” Ketawa dia besar-besar, sampe beberapa mahasiswa curi-curi pandang ke kami, heran. Barangkali iri melihat kami kok bisa mesra dan enak-enakan ketawa-ketawa, sedangkan SBY aja susah ketawa macam kami.

“Jangan beres-beres aja!”

“Hehehe” senyum lagi dia, eh, tuh kan jadi manis lagi.

“Hehehe. Yaudah aku ke kantin. Itu motor abangmu, lihat dan ingat!! Eh, Lihat dulu… ituuu..itu!”aku nunjuk-nunjuk.

“Hahaha..iya bang” dia ketawa lagi.

“Hehehe”

Tukang parkirpun mengikutiku dengan matanya sambil tersenyum kepadaku yang alhamdulillah sedang berjalan dengan kaki yang dianugerahkan Allah ini (ya Allah, ampunkanlah jika kaki ini terkadang salah kumanfaatkan). Oh lihatlah betapa senangnya dia tiba-tiba bisa tertawa lepas denganku tadi. Dan jika kau ada disana bersamaku saat itu, lihatlah, betapa pula dia jauh lebih manis ketika tersenyum. Betul pula-lah kata Nabi perihal senyum itu.

Oh tukang parkir, dari gayamu yang terus memandangku mudah-mudahan kamu heran dan senang bertemu denganku yang norak ini. Pasti awalnya kamu berpikir semua yang mau parkir itu sombong-sok-cool dan cuma mau memanfaatkan kamu saja kan? Dan memandang sebelah mata karena kamu tukang parkir yang cuma dibayar 1000 rupiah kan? Dan tidak menyapamu serta mengira kamu manusia biasa yang nggak penting, yang tidak kuliah seperti mereka, yang juga berbaju kumal berbau keringat tak berparfum seperti mereka. Dan sangkaan-sangkaanmu lainnya. Oh padahal kalau saja mereka tahu, bisa jadi kamu adalah ayah dari seorang anak atau suami dari seorang istri yang sedang nyari rejeki yang baik dan halal sehingga berkedudukan tinggi di mata Allah. Oh jika saja mereka tahu. Oh berterimakasihlah banyak-banyak sama Allah Rabb kita, karena ngasih label sukses itu dari kepatuhan dan ketundukan kepada-Nya, bukan dari yang lain.

Dan oleh karena itu tadi barangkali pasti juga kamu heran dan mudah-mudahan senang karena aku menepuk pundakmu seolah kita kenal, seolah kita akrab, seolah kita berteman lama, seolah sering komen-komenan di FB, seolah aku calon bupati yang sedang kampanye. Padahal kita tidak kenal, tidak berteman lama, tidak komen-komenan di FB, apalagi sedang kampanye, namun aku tetap menepuk pundakmu seolah sok kenal-sok dekat. Sehingga kamu senang dan barangkali ingin menanyakan siapakah aku ini, siapakah pula namaku, trus menanyakan siapakah ibunda sepenuh jiwaku, dan menanyakan siapakah istriku kan? Kan? Pasti mungkin kamu hampir menyangka aku ini bidadari yang terpeleset jatuh ke bumi kan?Ah mudah-mudahan bukan. Hehe.

Oh ingin aku mengajakmu ngopi bareng di kantin saat itu, namun kulihat kamu masih saja sibuk, sibuk, dan sibuk mengurus motor dan mobil yang keluar-masuk itu. Padahal aku juga ingin mendengarkanmu bercerita tentang hidupmu gimana, biar aku lebih tahu kisah hidup yang lain, biar aku bisa juga bersyukur, biar aku lebih jadi tahu diri. Dan biar aku bisa gendong anakmu jika punya, biar kamu bisa juga makan masakan istriku nanti, biar aku bisa ucapin selamat karena kamu bisa dapatin rejeki yang halal yang nggak dari korupsi, biar bisa dengar curhatmu yang -barangkali- bosan jadi WNI, biar aku bisa ngucapin selamat Idul Fitri jika lebaran datang, biar aku bisa mendoakanmu, biar kamu juga mendoakanku karena kita sudah kenalan tadi diatas. Oh namun kamu sibuk saat itu, selalu sibuk. Ya sudah-lah…


(Haha, judul dan isi yang nggak nyambung adalah sebuah kesengajaaan yang terencana..… maafkanlah7x)

poto lain yg sempat terekam sedang akting berkacak pinggang...


Kajhu malam-malam, 27 januari 2011, Sambil liatin hujan dan nonton pilem King Julianz (serial Penguin Madagaskar)
Affif Herman bin Herman Hanif bin Hanifuddin Ali