Kamis, 06 Mei 2010

“Mengapa ikan bisa berenang?”

Kaaaa-cang rebos,..ka-caaaaaang reboooouss!!beli sebungkus cuma 2 ribu perak, klo beli 2 ribu bisa dapat 2 bungkus,..(eh??). Ehem, hehehe, tak usah kaget kawan, selain menulis tulisan ini aku kerja sampingan jualan kacang rebos untuk menarik perhatianmu saja, karena biasanya mudah mengajak orang yang sedang lapar dengan makanan.hehehe.

Aku punya seorang adik perempuan yang oleh ayah bundanya diberi nama Prasvira. Ia kini masih kelas 2 SD. Ia memiliki prinsip bahwa dia tidak akan datang ke sekolah klo ada tugas hafalan surah2 pendek Qur’an, dan ia sangat konsisten atawa istiqomah dalam menjalankan prinsip hidupya tersebut. Ia bisa menggunakan alasan2 yang terkadang norak, asal2an dan nggak masuk akal agar misinya untuk tidak hadir ke sekolah tercapai, bahkan klo perlu air mata buayanya pun ia keluarkan.

Ia juga tak pernah gentar terhadap ancaman dan pukulan rotan yang acap kali digunakan ibundaku untuk mengancam, memaksa dan menekan kami agar mau pergi mengaji ke dayah atau ke sekolah. Padahal rotan legendaris yang panjangnya cuma 50 cm tersebut telah berpengalaman dalam hal penyiksaan sejak aku SD. Ia adalah simbol superpower sekaligus sayap militer ibunda tercinta dalam menjalankan misi dan tugasnya sebagai Ibu. “Terkadang kebaikan dan kebenaran harus ditegakkan dengan tegas!, terutama bagi anak lelaki yang norak-manja sepertiku,..” mungkin itu pikir bundaku dulu,..hehehe. Rotan itu ternyata memang sangat efektif kawan, program2 ibundaku agar anaknya mau pergi mengaji berjalan dengan baik tanpa ada pemberontakan yang berarti. Tetapi tidak untuk si-kecil bernama Prasvira, dia yang sering dipanggil vivi alias Pipi alias vira ini tak begitu terpengaruh. Terus terang aku salut,..hehehe.

Sekitar 3 hari yg lalu aku teringat beberapa tahun kebelakang, bahwa ia pernah menanyakan sesuatu dengan serius kepadaku. “Bang pi, kenapa ikan bisa berenang???”. Ia memanggilku “bang Pi” dengan mengambil hukum asal bahwa seorang anak kecil susah melafalkan “Fif”, sehingga dengan seenak jidatnya dalil tersebut ia gunakan sebagai pembenaran untuk memanggilku “bang Pi”.

Dengan matanya yg rada2 bulat dipadu dengan rambut yang berponi menutup kening ia menanti2 jawaban dariku. Sebagai abangnya yang masih bujang dan sok2 sibuk aku tidak terlalu ambil pikir terhadap apa yang ia tanyakan. Aku saat itu malah memikirkan yang lain. Namun si Vira ini terus memaksaku untuk menjawab pertanyaannnya. Ia gunakan berbagai cara agar aku open dengan apa yang ia tanyakan. Ia gunakan kekerasan dengan menarik2 baju oblongku, menarik rambut , melompat2 ke badan (hehehe sebenarnya yang ini enak sebagai ganti dipijatin), hingga metode pendekatan yang lebih humanis seperti mencium pipiku, tiba2 patuh, atau mengkaca-kacakan mata bulatnya agar aku ber-iba hati padanya. Sungguh terlalu.

Karena ia terus memaksa dan merengek secara reflek karena jengkel aku mengeluarkan uang dari kantong dan berkata ngawur, “nih, beli bom bon (permen) sana,…”. Si-Vira terdiam dan reflek mengambil selembar uang seribu tersebut dan pergi dengan tenang dan senang, seolah tak pernah terjadi apa2. Ia malah lupa dengan perjuangannya yg tadi begitu keras dan gigih untuk mencari kebenaran “kenapa ikan bisa berenang?”. Tadi ia berani menjambak rambut hingga berbuayakan mata dengan air kepadaku. Alakulihal, setelah ia pergi dengan “subsidi” itu hidupku kembali tentram dan damai kembali...=D

Dulu aku tidak terlalu peduli dgn kisah ini, tapi skitar 3 hari yg lalu aku teringat hal ini dan tertawa2 sendiri, bahwa terkadang dengan uang kita bisa mengubah pendirian dan pandangan seseorang (kisah tadi juga contoh seorang abang yang tidak bertanggung jawab,.hehehe, mohon jangan ditiru). Memang itu cuma kisah kecil, tapi kupikir aku juga mendapatkan hal yg serupa dalam realitas orang-orang dewasa saat ini dengan berbagai latar belakang masalah tentunya. Bahwa pencarian, pembuktian dan pembelaan terhadap kebenaran mungkin saja dihentikan dengan beberapa rupiah atau dengan bentuk yang lain. Dan kau tak usah kuatir kawan, meskipun demikian tetap saja akan ada orang2 yang tetap konsisten bertahan dalam kebaikan2. Wallahu’alam….=D

Kajhu, 06 mei 2010

Sabtu, 01 Mei 2010

antara Ikan dan aku,...(gk tau judul apa,..hehehehe)

Layaknya pemuda muslim di Aceh lainnya setelah shalat jum’at kami berburu makan siang yang mantap secara tempat (maksudnya view yang nyaman), mewah secara rasa, dan yang terpenting harus tipis secara rupiah alias MURAHHH sekaliii!! Syarat “murah” ini menjadi sedemikian mutlak dan tak bisa diganggu-gugat oleh para perjaka yang sedang rajin menabung seperti aku dan kawan2 ini.
Singkat cerita, kami telah berada pada rumah makan pilihan yang telah lulus disensor oleh syarat2 diatas tadi..hehehe. Nah, di rumah makan tersebut ada beberapa aquarium ukuran sedang berukuran panjang kurang lebih 50 cm dan tinggi 60 cm. hah, kau tau-lah perjaka merana norak semacam aku ini mendekati salah satu aquarium tersebut dan melihat dengan senyum2 sendiri ikan2 mungil brwarna warni dgn perut kembungnya. Entahlah aku tak tahu, apakah ikan2 tersebut perkumpulan ibu2 hamil yang ditinggal suaminya yang sedang mencari makan dilaut lepas. Atau barangkali itu adalah ikan2 yg hamil diluar nikah trus diasingin kepusat rehabilitas biar gk stress. Ah, yang pasti perut2 mereka kembung.
Kuikuti gerakan2 merayu mereka yg melenggak lenggok kesana kemari di depan kaca aquarium tersebut dengan hati riang gembira, seolah2 mereka mengajakku berenang bersama mereka. Aih2, genitnya ikan2 ini kupikir.
Namun, ketika pandanganku beralih agak kedasar aquarium aku melihat seekor ikan hitam kecil yang kepalanya rada2 mirip ikan gabus. Ikan ini juga ada pada setiap aquarium yang ada dirumah makan itu. Setiap aquarium pun cuma terdapat satu ikan yang nggak gaul ini. Ikan ini juga bisa lengket dikaca kerana diperutnya ada bulatan seperti penyedot di WC sehigga ia bisa berdiri dikaca memanfaatkan tekanan udara disitu. Ikan ini tidak begitu menarik perhatian. Selain tidak populer dan tidak enak dipandang mata harganya juga murah dipasaran. Ahh mungkin karena itu pula ia minder dan hanya berdiam diri disudut atau didasar aquarium seperti anak yang kuper di sekolah2 dasar.
Tetapi yang sedikti perlu kau ketahui adalah, ikan yang tak dipandang inilah yang membuat kaca dan air di aquarium bersih. Dalam diam2nya ia memakan lumut2 penyebab air keruh dan kaca kabur. Mungkin memang ia tak dipandang oleh para pengunjung rumah makan, tetapi berkat usahany pengunjung dapat melihat dengn jelas ikan2 hias yg berwarna warni dengan jelas. Ia jua tak pernah disanjung puji oleh penikmat aquarium, layaknya ikan2 lain yang terus2an dipandang, dikomentari, dikagumi, dan disenangi oleh pengunjung lain. Tapi toh ia tetap tak peduli, ia tetap saja melaksanakn tugasnya setiap hari.
Hm,..aku saat itu sedkit melamun berpikir bahwa didalam kehidupan kita yang bernama manusia ini juga terdapat hal yang mungkin serupa. Ada manusia2 yang terus bekerja dan beramal tanpa terlihat oleh sorotan popularitas dan pujian manusia dan ia tetap bertahan. Malah mungkin ia lebih banyak berbuat dan bermanfaat daripada yang saban hari muncul di televisi2 dengan retorika ini-itu tapi nihil karya. Ini juga mengingatkan aku akan perkataan Nabi yakni sebaik2 manusia adalah yang bermanfaat.
kisah ikan tadi juga serupa dengan budak hitam di Baghdad yang doanya agar hujan turun akibat kemarau panjang dikabulkan Allah. Padahal ulama seluruh Bagdad pada saat itu telah berkumpul untuk berdoa meminta hujan namun tak berhasil hingga doa si-budak tadi yang terkabul.
Wallahu’alam